Soal warung yang tetap terbuka, itupun akan jadi hal biasa nantinya di bulan ramadhan. Dibutuhkan kecerdasan bagi orang-orang yang berpuasa menyikapi semua ini. Karena mereka tak melanggar apa-apa saat makan di warung makan, lagian makanan di sana tidaklah diharamkan. Perkara Anda merasa terganggu, penulis meyakini bahwa Anda terbawa arus kebiasaan yang tak lazim melihat orang tak puasa di bulan ramadhan. Bahkan umat Islam yang tak puasa, tahu bila makan di siang hari membatalkan puasa, tidak berarti bahwa makanan itu 'haram'. Jadi, tiada perlu-perlu amat untuk merasa terancam, sebab sesama orang tak berpuasa pun, akan saling menegur. Karena hormat-menghormati itu, sifat asli manusia. Tugas kita kepada muslim yang tak puasa dan tak memiliki alasan rasional (kesehatan/musafir dll), untuk bernasehat dalam pilar kelembutan dan ber-uswatun khasanah, hingga orang-orang Islam yang tadinya malas puasa menjadi rajin puasa. So. jangan sudutkan para pedagang/pengusaha warung makan baik warung besar maupun warung kecil, sebab mereka sedang mencari rejeki di bulan penuh berkah ini. Penulis akui, puasa itu wajib, mencari nafkah juga wajib!
Semoga artikel ini tidak disambut dengan gelora negatif dan raungan nafsu angkara. Sebab fakta lapangan nanti, tiada seburuk yang kita sangkakan. Selamat menyambut ramadhan, jadilah sebenar-benar bulan istimewa bagi umat Islam, istimewa pikirannya, sikapnya, reaksinya, gesturnya dan perilakunya!
Salam Kompasiana Sore
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H