Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Jangan Tergiur Artikel MMM di Kompasiana!

22 Maret 2015   08:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:18 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14269845981586304953

[caption id="attachment_404596" align="aligncenter" width="300" caption="panduanmmmku.weebly.com"][/caption]

Tergiur? Ya, manusiawi! Kirim uang Anda, IDR: 1.000.000, tunggu beberapa jam, uang Anda digandakan menjadi Rp. 1.300.000. Fantastis sungguh! Dan setahun silam, penulis ditawari program ini. Manusia Membantu Manusia (MMM), motto 'mulianya'. Intuisiku aktif: "Bila benar-benar hendak membantu manusia, tiada perlu noktah-noktah! Bantulah dengan sepucuk ikhlas! Tiada perlu berharap bunga tambahan 10-30 persen". Tegas juga pernyataanku ini kepada kawanku itu. Iapun terdiam.

Sejak itu pula, kawanku telah mundurkan niat untuk merayuku soal 'ajaibnya' MMM, sesungguhnya ia telah berusaha untuk memaksaku masuk surga dunia, dan penulis menolaknya sebab karibku itu membukakan jalan luas untukku menuju pintu-pintu An-Naar, jendela-jendela neraka telah 'kupandang' di sana, begitu menganga untukku. Telah cukup dosa-dosa yang belum terpulihkan olehku, tiada perlu menambahinya lagi.

Humor Buya Hamka

Teringat jua ucapan lawas Buya Hamka: "Cina mati karena hartanya, Jerman mati karena teknologinya, dan Indonesia mati karena khayalannya". Selorohan Hamka ini sudah cukup memukul mentalitas kita sebagai bangsa yang memiliki kompetensi dalam dunia khayalan, berkhayal kaya raya dengan usaha yang papah kreatifitas, upaya kerja ringan, modus-modus undian nasib dan ikhtiar seadanya, semini mungkin dengan slogan Si Punduk kangeni rembulan.

Zaman memanglah menunjukkan rimbanya, momok parasitisme kian halus didendangkan, dinyanyikan dengan semerdu-merdunya, atas nama mutualisme, dan tiada yang dirugikan. Bisa saja MMM mengklaim bahwa bisnis ini tiada ruginya secara material, tapi apa jualah artinya tiada kerugian secara material, tetapi dentuman mentalitas yang bertalu-talu. Jelaslah bahwa slogan Manusia Membantu Manusia cumalah motto belaka sebab di seluruh modus operandi MMM, justru berpesta pamrih-pamrihan, bunga-bungaan uang, dan hendak memerkaya diri. Adakah alasan lain yang bisa diterima? Semisal itu tadi: Membantu Sesama Manusia? Nampak-nampaknya mentalitas Tony Abbot sudah menjalar di negeri ini, negeri yang populer penduduknya pemeluk agama.

Bukan lagi soal penipuan atau bukan

Penulis 'sedikit' tahu model pengoperasian usaha ini, identik dengan arisan wesel pos, di era 90-an. Mengirim uang via wesel pos, selanjutnya pengirim akan dikirimi juga wesel. Begitulah seterusnya, dan usaha arisan wesel ditutup pemerintah, kala itu. Alasannya karena mengandung unsur-unsur keuntungan yang tidak wajar. Sisi psikologiknya, berpotensi melahirkan generasi apatis, kurang rajin dan generasi pengkhayal kelas berat, usaha kecil untung besar. Tiada perlu cucurkan keringat dengan hasil yang selalu diingat, bila dapat celakanya bisa menjadi orang yang hilang ingatan.

Membantu sesama bangsa Indonesia itu direkomendasikan, pun membantu tetangga juga keharusan. Namun, membantu tetangga dengan mengkhiasi bantuan itu dengan harapan-harapan, propaganda, dan aroma iming-iming. Itulah yang sangat penting dipertanyakan. Program MMM ini, penulis memaknai dari sudut-sudut lain, bahwa program ini sudah sangat halusnya mengikis keyakinan dan keimanan kita kepada Sang Pemberi Rejeki, Tuhanlah itu. Sungguh pasti Tuhan tiada respek akan hamba-hambaNya, menjudikan nasibnya dengan beragam argumentasi. Tiada barokah di sana, dan sebagian penghasilan itu dibelikan beras, menjadi nasi, dan disuapkan kepada anak-anak kita. Maka anak-anak bertumbuh-kembang, mentalnya berlabel MMM, spiritnya kian kuat dengan quote: Membantu Sesama Berharap Pamrih. Sungguh terselubung tetapi senyatanya adalah penghancuran mental anak-anak kita ini.

Menguji ikhlasnya sebuah bantuan

Penulis pengen menguji 'Bantuan ke Sesama Manusia" dari user MMM. Kirim ke nomor rekening manajer Anda, dan segera dicarikan pasangan (baca: istilah pasangan dalam program ini sebagai syarat dan mitra berusaha via online). Aktiflah menelpon dan sampaikan bahwa Anda tak berharap bunga 10-30 persen itu. Mau? Sungguh sulit terterima bahwa pengguna MMM benar-benar ingin membantu manusia lain dengan teori gotong royong, kebersamaan nasib, komunitas 'orang-orang baik hati'. Sungguhlah agung partisipan MMM itu, membantu sesama di balik modus penambahan 'uang kembalian'.

Okelah, penikmat MMM haqqul yaqien, program ini bukanlah penipuan. Di keyakinannya itu, penulispun kelewat yakin juga bahwa penerima uang berganda/berbunga itu, juga menipu hati nurani sendiri. Itulah misterinya bisnis ini, dan dikabar-kabarkan bahwa usaha ini bukan bisnis, bukan pula investasi, pun bukan arisan uang. Lalu apa namanya? Kabarnya lagi gak ada nama yang tepat dan indah selain berbilang: Manusia Membantu Manusia.

Telisik hati

Lagi-lagi penulis tak tergeletak pada zona penipuan atau bukan penipuan. Penulis memandangnya sebagai bantuan klasik, meminjamkan atau mentransfer sejumlah uang secara personal dan berharap dikembalikan lebih, sesuai dengan kesepakatan. Bisa 30 persen bahkan lebih dari itu. Seumpama para user MMM masihlah ngotot mengaliri propaganda-propagandanya di Kompasiana, semua itu adalah hak mereka. Dan, Kompasianer lain juga berhak ajukan tanya: "Benarkah Anda ini berniat tulus membantu sesama?". Bila saja tulus, mengapa Anda begitu termotivasi membantu sesama? Bila bukan karena keinginan uang 1.000.000 berbalas 1.300.000, masihkah Anda punya niat kuat untuk menolong sesama? Dan bila sederet pertanyaan ini, teramat sulit dijawab oleh sesama manusia, maka tanyalah hatimu, kawan! Dan jika nanti, uang Anda tak kembali, janganlah berkeluh kesah, apatah lagi merasa dirugikan, lalu bersedih-sedihan. Kenapa? Sebab motif dasar Anda, lah untuk membantu sesama manusia, bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun