Selain menerima pesanan kue untuk hari raya, atawa melayani pesanan katering  untuk kegiatan rapat-rapat di kantor desa dan kecamatan, terkadang ia pun menerima panggilan sebagai juru masak dari orang yang akan hajatan.
Berkat ketekunan, dibarengi ketegaran hatinya, hingga saat ini usahanya itu, ternyata berbuah manis juga. Anak sulungnya, Dicky Maulana, menjadi seorang pedagang hasil bumi di pasar desa Pagerageung. Sementara Hani Maulida, sebentar lagi akan diwisuda sebagai sarjana pendidikan jurusan bahasa Inggris dari Universitas Islam Negeri Gunung Jati, Bandung.
Ihwal Dicky yang hanya sampai SMA saja, bukannya Fatimah tidak menyuruhnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Bisa jadi Dicky sebagai anak pertama tidak tega dengan perjuangan ibunya. Ia berkeras hati untuk berwirausaha saja. Demi membantu ibu tercinta, dan mendukung adik tersayang meraih pendidikan yang lebih tinggi lagi.
Terlebih lagi, sejak 2011 lalu beban Fatimah sebagai single parent bertambah dua orang anak yang harus dirawatnya. Ia mengangkat anak dari mendiang adik kandungnya yang meninggal dunia saat menjadi TKI di Arab Saudi. Sementara ayah kedua anak itupun sama seperti suami Fatimah, sudah meninggal dunia saat kedua anaknya masih kecil.
Bahkan belum lama ini, Riska Amelia (22) anak angkatnya itu baru saja diwisuda sebagai sarjana  jurusan pendidikan guru sekolah dasar PGSD) dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung. Sementara adiknya masih mengenyam pendidikan di SMA Islam Cipasung, Tasikmalaya, sambil menimba ilmu agama di pesantren yang pernah dipimpin almarhum KH Iljas Ruchiat, mantan Rois 'Am Nahdatul Ulama itu.
Sebagai seorang perempuan yang normal, Fatimah tidak mengingkari dalam hatinya, terkadang terbersit juga hasrat untuk memiliki pendamping yang menggantikan mendiang suaminya.
Terlebih lagi, seperti akunya, selama ini banyak pria yang datang, dan mengajaknya untuk menuju pelaminan. Untuk membina kehidupan baru, tentu saja, setelah sekian lama hidup menjanda.
Akan tetapi, kendati demikian di sisi lain dalam hatinya selalu saja muncul kekhawatiran. Lelaki itu tidak mampu memberi kasih sayang bagi anak-anaknya. Bahkan jangan-jangan tidak memiliki tanggung jawab sebagaimana yang diharapkan.
Sehingga dengan kesibukan sehari-hari yang banyak menyita waktu dan tenaga itu, paling tidak dapat memadamkan gejolak hatinya. Terlebih lagi jika sudah berada di tengah-tengah sesama rekan kader di desanya, segala resah dan gelisah pun selalu sirna, berganti tawa riang gembira.
Begitu juga dengan kegiatan pengajian rutin yang selalu diikutinya di majlis taklim, akan membuatnya semakin yakin, dan percaya diri. Allah akan tetap bersamanya. Dalam suka maupun duka.