Perbuatan korupsi tidaklah secara spontan dilakukan. Ketika ada sebuah proyek misalnya, maka proyek itu sebelumnya ada perencanaan dengan perhitungan anggaran yang dibutuhkan. Pejabat yang terlibat dalam proyek itu semuanya mengetahuinya.
Di saat proyek itu akan ditenderkan saja misalnya, bagi oknum pejabat korup sudah mulai pasang kuda-kuda. Sebagaimana yang dilakukan Setya Novanto dalam korupsi proyek KTP elektronik misalnya.
Jadi mustahil mantan Ketua umum partai Golkar, Setya Novanto khilaf. Mustahil seorang mantan ketua MK, Akil Mochtar dan Patrialis Akbar melakukan perbuatan culas hanya karena khilaf belaka.Â
Begitu juga seorang Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, dan seabreg koruptor di negeri ini yang sudah dijebloskan di balik terali besi, telah melakukan korupsi hanya karena khilaf belaka alasannya.
Suka maupun tidak, semua perbuatan mereka yang merugikan negara, jelas-jelas direncanakan, bahkan dilakukan dengan terstruktur dan sistematis. Para koruptor itu memang telah merencanakan perbuatan jahatnya demi memperkaya dirinya sendiri.
Sehingga sudah tidak tabu lagi jika para koruptor diberi predikat manusia tidak berakhlak. Sama sekali tidak memiliki moral. Dalam hatinya sudah tidak peduli dengan salah dan benar. Hukum dianggap hanyalah barang mainan. Karena di matanya hukum itu sendiri sudah bisa ditukar dengan uang.
Lalu, dalih apa lagi yang hendak dikemukakan bila kenyataannya demikian. Apakah masih tetap akan ada pembelaan agar vonis hukuman diringankan? Apakah hakim sendiri masih memiliki nurani dengan alasan kemanusiaan dengan pelaku korupsi yang jelas-jelas merugikan seluruh bangsa ini, sementara di luar mahkamah persidangan masih begitu banyaknya rakyat yang masih kelaparan?
Sebagaimana yang saat ini disaksikan bangsa ini. Mahkamah Agung, sebagai lembaga keadilan paling tinggi di negeri ini, seringkali melakukan hal yang kontroversial dengan keputusannya terhadap para pelaku extra ordinary crime, atawa kejahatan luar biasa yang jelas-jelas merugikan negara.
Dengan memberikan kortingan vonis hukuman terhadap koruptor, dianggap sungguh-sungguh sudah mencederai nurani seluruh bangsa ini. Yang masih berharap hukum ditegakkan seadil-adilnya, tentu saja. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H