Saat hendak ke masjid kemarin petang, di gang dekat madrasah saya berpapasan dengan dua ibu-ibu yang sedang  berbicara tentang kematian seseorang. Mendengar berita duka, saya pun segera ikut nimbrung. Menanyakan siapa yang meninggal sesore itu.
Salah seorang ibu yang sepertinya paling mengetahui berita tersebut, menyebutkan sebuah nama yang kurang saya kenal. Namun ketika saya menanyakan keluarga siapa, tatkala ibu itu menyebut nama seseorang saya pun menjadi kebingungan.
Pasalnya ingatan saya tertuju pada nama Haji Nur yang tinggal di kampung sebelah. Seingat saya Haji Nur tidak mempunyai anak yang bernama Salim. Oleh karena itu saya pun membantah keterangan ibu-ibu tersebut.
"Memang benar bukan Haji Nur yang tinggal di kampung sebelah. Tapi anak Hajjah Nur anak angkatnya almarhum Abah Sa'id," jelasnya.
 "Oh, istrinya Haji Mur yang pengusaha kaleng obat nyamuk itu," sahut saya dengan sedikit rasa malu.
Hajjah Nur memang tidak menetap di kampung kami. Mereka sekeluarga tinggal di Jakarta. Hanya di waktu-waktu tertentu saja mereka pulang kampung. Misalnya saja bila menjelang hari raya Iedul Fitri dan Iedul Adha. Sehingga meskipun saya mengenal mereka, tetapi karena jarang bertemu maka ingatan terhadap keluarga itu pun tidak sekuat dengan orang-orang yang hampir saban hari  berinteraksi.
Kalau tidak salah, anaknya yang bernama Salim itu satu kelas dengan si sulung, anak saya, sewaktu di SD. Sejak kecil Salim diurus oleh Abah Sa'id di kampung, dan tidak tinggal di Jakarta bersama kedua orang tuanya. Baru ketika akan masuk SMP Salim sekolah di Jakarta. Â Beberapa tahun kemudian, saat Salim menginjak dewasa, terdengar kabar akan mempersunting gadis dari kampung kami.
Hanya saja konon pernikahan Salim tidak mendapat restu dari kedua orang tuanya. Sebab gadis yang hendak dinikahinya itu selama ini adalah seorang pembantu rumah tangga pada orang tuanya sendiri.
Sebagai orang terpandang di kampung, bisa jadi Haji Mur dan Hajjah Nur merasa tidak pantas bermantukan seorang pembantu. Apa kata dunia, begitu kira-kira pikir mereka. Terlepas dari gadis pembantunya itu memiliki wajah lumayan sekalipun, tetap saja akan menurunkan martabat keluarga.
Tetapi pada ahirnya pernikahan Salim dengan gadis pujaannya itu bisa berlangsung juga. Setelah melalui proses yang lumayan lama juga tentunya. Bahkan konon kabarnya, Haji Mur dengan istrinya mau merestui pernikahan Salim, karena melihat kebandelan cintanya pada gadis pembantu itu  yang tidak bisa digantikan oleh gadis mana pun juga. Dan dalam kebandelannya itu pula Salim jatuh sakit sampai harus mendapat perawatan di rumah sakit.
 Selama di rumah sakit, Salim menolak untuk ditunggui oleh keluarganya. Dia hanya mau dijaga oleh gadis pujaannya itu saja. Bisa jadi selama hampir satu bulan di rumah sakit, Haji Mur melihat ketelatenan gadis pembantunya dalam mengurus Salim membuat semakin luluh hati mereka.
Selang setahun setelah pernikahannya pasangan muda itu dikaruniai seorang bayi. Tetapi kebahagiaan Salim dengan istrinya tidak berlangsung lama. Salim dikabarkan kembali jatuh sakit. Dan ketika baru beberapa minggu kemudian kesehatannya dinyatakan sudah pulih kembali, penyakit yang diderita Salim kumat kembali.
Begitu terus seakan tiada pernah berhenti. Sampai pada ahirnya Haji Mur mendatangi orang pintar kepercayaannya selama ini. Bahkan dianggap yang memiliki peran penting sampai dirinya bisa hidup sukses seperti sekarang ini.
Adapun menurut keterangan orang pintar kepercayaannya itu, pembawa malapetaka yang membuat Salim selalu sakit-sakitan karena hari kelahiran istrinya yang tidak klop dengan hari kelahiran Salim sendiri. Sehingga meskipun keduanya sama-sama saling cinta setengah mati, kalaupun tidak mengalami kebangkrutan usahanya, maka salah satu di antara keduanya bakal mendapat bala.
Terbukti sebagaimana yang dialami Salim saat itu. Dan tidak menutup kemungkinan, kata orang pintar tersebut, suatu saat nanti nyawa Salim pun akan melayang karenanya. Jalan satu-satunya untuk menyelamatkan keadaan itu tak lain keduanya harus bercerai.
Begitulah. Karena titah orang pintar kepercayaan orang tuanya itu, dalam keadaan sakit Salim ahirnya menjatuhkan talak kepada istrinya. Hanya saja setelah mereka berpisah, penyakit yang diderita Salim bukannya sembuh, tetapi malah semakin menjadi parah saja.
Seusai shalat Subuh tadi saya mendengar sirine ambulan. Bisa jadi mayat Salim sudah tiba dari Jakarta. Â Saya pun segera mempercepat langkah, Â untuk melayat tentu saja. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H