Mohon tunggu...
Abahna Gibran
Abahna Gibran Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pembaca

Ingin terus menulis sampai tak mampu lagi menulis (Mahbub Djunaedi Quotes)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ini Presidenku, Mana Presidenmu?

3 Januari 2018   21:16 Diperbarui: 3 Januari 2018   22:04 2053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memasuki tahun politik sekarang ini, idiom panasbung, dan kelompok kecebong, kembali meramaikan khazanah politik di negeri ini. Sebagaimana dimaklumi, panasbung merupakan singkatan dari pasukan nasi bungkus, yakni kelompok pro Prabowo Subianto yang dipopulerkan oleh kelompok pro Jokowi. Sementara kelompok kecebong adalah mereka yang menjadi pendukung Jokowi, dan dipopulerkan oleh kelompok yang berada di belakang mantan menantunya penguasa rezim orde baru, yang tak lain adalah Prabowo Subianto yang dikalahkan Jokowi dalam Pilpres 2014 lalu.

Bisa jadi julukan kecebong yang dialamatkan kepada kelompok pro jokowi oleh para pendukung Prabowo, kemungkinan besar karena selama ini Presiden Jokowi memiliki hobi memelihara kodok. Sedangkan kecebong merupakan anak kodok yang baru menetas, serupa ikan dan belum bisa melompat sebagaimana kodok yang sudah dewasa.

Sementara para pendukung Jokowi menyebut pasukan nasi bungkus kepada pendukung Prabowo, selain bentuk balasan terhadap para pendukung Prabowo yang dianggap kerap nyinyir berlebihan, juga karena mereka melihat setiap ada kegiatan yang diselenggarakan oleh ketua umum partai Gerindra itu, baik pada masa kampanye Pilpres 2014 lalu, maupun kegiatan lain yang biasanya melibatkan massa, maka akan selalu ada pemandangan yang lumayan menakjubkan. 

Massa yang berkerumun itu bukannya menyimak orasi yang disampaikan mantan Danjen Kopassus itu, melainkan malah justru berebut nasi bungkus yang dibagikan panitia penyelenggara acara. Dan bagi yang melihatnya, paling tidak sungguh sesuatu pemandangan yang teramat menakjubkan, karena massa yang berebut nasi bungkus itu seperti orang-orang yang sudah tidak makan satu bulan saja kelihatannya.

Pada dasarnya, idiom tersebut merupakan hal yang baru muncul belakangan ini dalam khazanah politik di negeri ini, ketika dua pasang kontestan calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pilpres 2014 lalu saling berebut suara dukungan dari rakyat Indonesia.

Semula publik berharap persaingan itu akan berakhir manakala Pilpres itu telah selesai. Namun harapan itu sepertinya tinggal harapan belaka. Pihak yang kalah sepertinya masih belum menerima kekalahannya. Sikap kelompok panasbung yang dimotori Fadli Zon jelas masih menyimpan dendam. Terbukti di media sosial sikap berseberangan masih tetap berlangsung hingga sekarang. Demikian juga sikap Fadli Zon sendiri yang notabene saat ini menjabat Wakil Ketua DPR RI, sama sekali tidak mencerminkan sebagai wakil rakyat yang sejati.

Bahkan beberapa waktu lalu, seorang Fadli Zon pernah melontarkan pernyataan yang dianggap publik sungguh keterlaluan. Saat diwawancara awak media terkait kemenangan pasangan Anies-Sandi dalam Pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu, tak menampik partainya kian bersemangat mengusung mantan Danjen Kopassus itu sebagai capres.

"Ya, Insyaallah lah. Masyarakat dan kami mengharapkan Pak Prabowo sehat dan bisa maju untuk pemilu 2019 karena saya kira kalau beliau terpilih ini akan membawa Indonesia lebih kuat dan terhormat," kata Fadli kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta,

"Seandainya Prabowo Presidennya, Saya Pasti Kerja dengan Serius, gak malas, gak akan main-main lagi dan akan selalu mendukung," imbuhnya.

Sehingga publik pun menyimpulkan, selama ini Fadli Zon yang mendapat amanah sebagai wakil rakyat indonesia di DPR RI, kerjanya hanyalah main-main saja. Tidak ada kesungguhan di dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga tidak hanya rakyat Indonesia saja, biasa jadi para konstituen yang memilih Fadli Zon pada Pemilu 2014 lalu pun akan merasa kecewa juga oleh pernyataannya itu. Apabila di antara para konstituennya itu sendiri masih ada orang-orang yang mampu berpikir waras tentunya.

Sebagai seorang pejabat pada lembaga negara, pernyataan yang dilontarkan Fadli Zon, jelas sekali memberi kesan merupakan ungkapan seorang bocah yang merasa dendam karena barang mainannya direbut oleh teman-temannya. Sama sekali tidak mencerminkan seorang pejabat tinggi yang saban hari hidup dari uang rakyat seluruh Indonesia.

Begitu juga tokoh selevel Amien Rais, masih kerap terdengar nyinyir menyebut kecebong dalam nada sinis. Padahal selain oleh sebagian orang sudah dikategorikan sebagai tokoh nasional, terlebih lagi usianya sudah semakin tua saja, sepertinya ungkapan yang keluar dari mulut Amien Rais sudah tidak harus sarkas dan kebablasan di dalam mengkritisi lawannya. Alangkah terpujinya apabila sikap mantan ketua umum PP Muhammadiyah itu berada pada posisi sentral yang mengayomi semua kelompok tanpa ada keberpihakan pada satu kelompok seperti yang dilakukannya selama ini.

Sehingga publik pun tidak akan sampai menjuluki Amien Rais sebagai tokoh wayang yang bernama Sengkuni lagi, yakni Patih negara Astina, adik dari begawan Dorna yang sama-sama memiliki watak tukang mengadu-domba.

Begitulah di antaranya sikap para pendukung Prabowo dalam upaya mengganggu pemerintahan Jokowi- JK. Dapt dimaknai sebagai sebuah dendam yang berkepanjangan. Sebagaimana pernyataan Fadli Zon tadi, bisa jadi secara diam-diam gangguan yang mereka lakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung, tujuan ahirnya adalah untuk menjatuhkan pemerintahan Jokowi-JK.

Apabila ditelaah lebih jauh lagi, sikap-sikap semacam itu, sama sekali sudah jauh dari fondasi negara Indonesia sendiri yang berdasarkan Pancasila. Selama ini sikap mereka jelas bersifat kontra-produktif. Bukannya ikut bersama-sama sibuk membangun bangsa ini agar lebih maju lagi, sebaliknya mereka justru direpotkan dengan memikirkan bagaimana agar Jokowi dapat segera ditumbangkan.

Maka dengan demikian, sila ke-3 dalam butir-butir Pancasila, yakni Persatuan Indonesia sepertinya akan semakin sulit saja diwujudkan. Bangsa Indonesia ini sudah dipecah, dan dikotak-kotakkan oleh mereka yang mengaku dirinya sebagai tokoh dan elit di kelompoknya sendiri.

Sehingga kalau sudah demikian, jangan salahkan orang awam kalau sampai berani bilang: "Ini Presidenku, mana Presidenmu?" yang diungkapkan kepada sesamanya yang tidak sejalan di dalam pilihannya.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun