Mohon tunggu...
Abahna Gibran
Abahna Gibran Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pembaca

Ingin terus menulis sampai tak mampu lagi menulis (Mahbub Djunaedi Quotes)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dendam Tikus

8 Desember 2017   12:40 Diperbarui: 8 Desember 2017   12:55 5962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sumber: manaberita.com

Baru saja selesai shalat subuh, istri saya yang baru datang dari warung mengabarkan, tadi saat di persimpangan gang dia bertemu tetangga sebelah yang baru turun dari ojek bersama seseorang. Menurut orang yang bersamanya,  tetangga kami itu baru saja mendapat musibah. 

Tapi tidak dijelaskan ditimpa musibah apa. Hanya yang jelas, istri saya mengatakan, tangan dan wajah tetangga kami itu tampak penuh dengan perban. Jalannya pun harus dipapah oleh yang mengantarkan. Dengan wajah yang cemas, istri saya meminta saya untuk segera menjenguknya.

Maka setelah berganti pakaian, saya pun pamit untuk pergi ke rumah tetangga sebelah rumah. Dengan diliputi rasa penasaran untuk segera mengetahui musibah apa yang menimpanya, saya pun berjalan dengan agak tergesa. 

Padahal baru dua minggu lalu tetangga sebelah berangkat ke Jakarta, karena memang ladang mengais rejekinya ada di sana. Sejak masih lajang sampai sekarang sudah berumah tangga, dan diakruniai dua orang anak, tetangga sebelah menekuni usaha sebagai pedagang tahu keliling. 

Meskipun usianya lebih muda dari saya, tetapi karena rumah kami berdekatan, dan bila kebetulan sedang pulang kampung sering ikut kongkow di warung kopi, atau juga di pos ronda, maka hubungan kami cukup dekat juga.

Ketika sudah sampai di rumahnya, saya melihat tetangga sebelah sedang berbaring di kursi panjang yang ada di ruang tengah. Istri dan anak-anaknya tampak berada di sampingnya dengan wajah penuh kecemasan. Saya langsung memperhatikan keadaan tetangga saya itu yang tampak meringis kesakitan. 

Bibir atas dan cuping hidungnya, juga siku tangan kiri, dan ibu jari tangan kanannya terihat dibalut perban. Sedangkan yang paling menarik perhatian adalah selain masih tampak ada sisa darah yang sudah mengering di ujung ibu jari kaki kirinya, kedua telapak kakinya pun dibalut perban juga.

Sesaat saya berpaling kepada orang yang mengantarkannya, yang masih satu kampung juga dengan kami. Juga sama-sama berdagang tahu di pabrik yang sama dengan tetangga kami itu.

"Apa penyebabnya sampai begini ini?" tanya saya dengan sedikit berbisik.

"Dikeroyok tikus!" sahutnya.

Hah? Tentu saja saya merasa kaget mendengarnya. Bagaimana mungkin hewan sekecil tikus  berani menyerang manusia. Biasanya juga kalau baru hendak ditangkap saja, tikus itu sudah buru-buru lari seperti ketakutan.

Tampaknya si pengantar itupun mengetahui keheranan saya. Karena setelah pamitan pada tuan rumah, dengan alasan ingin mencari udara segar, tangannya menggamit tangan saya, maksudnya mengajak saya untuk menemaninya duduk di teras rumah sambil menikmati kopi yang tadi disuguhkan.

Menurut si pengantar, baru tiga hari di Jakarta tetangga kami itu memiliki senapan angin yang dibelinya dari seseorang yang butuh uang. Kemudian hampir setiap malam  tetangga sebelah rumah menghabiskan waktunya untuk menembaki tikus-tikus got yang banyak berkeliaran di sekitar pabrik.

Pernah salah seorang temannya sesama pedagang tahu menegurnya. "Buat apa menembaki tikus-tikus itu. 'Kan mereka sama-sama ingin hidup seperti kita juga. Lagi pula tikus itu pun selama ini tidak pernah mengusik kita. Lain halnya kalau memang tikus itu sudah merugikan kita, misalnya tahu yang akan kita jual dicurinya, tak masalah kalau kita berupaya untuk mengusir mereka."

Tetapi rupanya tetangga sebelah rumah itu tak mempedulikannya. Buktinya saban malam tetap saja dia dengan keisengannya. Menembaki tikus got yang berukuran hampir sebesar anak kelinci itu. Dan bila ditemukannya ada tikus yang ditembakinya tergeletak mati, maka dilemparkannya ke kali yang mengalir di samping pabrik tahu.

"Lalu disebabkan oleh apa tetangga kita itu sampai begitu?" tanya saya ingin segera mengetahui sebab-musababnya musibah yang dialami tetangga kami itu.

Kemarin malam, tengah seisi bedeng di pabrik tahu sedang terlelap tidur, tiba-tiba dikejutkan oleh suara gaduh, dan lolongan minta tolong dari kamar tetangga kita itu. Karena kedengarannya seperti orang yang sedang dicekam ketakutan, maka seisi bedeng punn berhamburan dari kamar masing-masing, dan mendekat ke arah suara yang tak henti minta tolong itu.

Lalu salah seorang di antara kami, lanjutnya, mendobrak pintu kamar. Dan setelah pintu terbuka, bisa jadi semua mata orang yang ada saat itu terbelalak. Betapa tidak. Di dalam kamar ratusan tikus got sedang mengerumuni tetangga kita yang terlihat berusaha mencoba melepaskan diri. 

Melihat hal itu, saya sendiri bergidik ngeri. Baru kali ini melihat tikus got sedemikian banyaknya, dan sedang menyerang seorang manusia lagi.

Sesaat kami pun sadar. Beberapa orang di antara kami berusaha mengusir tikus-tikus got itu. Kemudian segera memberi pertolongan kepada tetangga kita yang tampak sudah kepayahan, dan sekujur tubuhnya penuh dengan bekas cakaran dan gigitan tikus-tikus itu.

"Bisa jadi tikus itu marah kepada tetangga kita karena selalu saja diburu dan diganggu," katanya seperti mencoba menyimpulkan kejadian yang dialami tetangga kami itu.

Ya, bisa jadi demikian. Meskipun tikus-tikus itu hanyalah hewan, dan tidak memiliki akal seperti manusia, tapi naluri dan perasaan sebagai makhluk hidup, kiranya tidak jauh berbeda dengan kita, manusia, yang disebut sebagai makhluk hidup yang paling sempurna. 

Sehingga kalau kehidupannya merasa ada yang mengusik dan terganggu, bisa jadi mereka pun akan membela diri. Bahkan akan balik menyerang penggangunya, sebagaimana yang menimpa tetangga sebelah rumah kami.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun