Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ketika Hukum Digenggam Mafia Minerba di Kawasan Nusantara

4 Februari 2022   11:26 Diperbarui: 4 Februari 2022   11:56 1262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: kompas.com/TOTO SIHONO

Hukum yang disebut sebagai panglima di negeri ini, seakan tiada henti diuji, sejauh mana ditegakkan, dan milik siapa sebenarnya hukum itu di Indonesia ini?

Pertanyaan tersebut memang selalu saja terdengar dari mulut-mulut orang yang merasa ketidakadilan, bahkan sampai dianggap telah dirampas oleh tangan-tangan yang dianggap punya kuasa menggenggam hukum itu dalam cengkeraman tangannya.

Kasus penganiyaan terhadap Jurkani (60), seorang advokat dan juga seorang pensiunan perwira polisi, yang terjadi di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, hingga kemudian mengakibatkan korban tewas, hingga saat ini masih menimbulkan tanda tanya. 

Kasus tersebut juga membawa kita kembali teringat dengan kasus pembunuhan mendiang Salim Kancil, seorang petani yang tewas di tangan para mafia penambang liar saat mempertahankan sepetak sawah yang menjadi haknya. 

Kasus pembunuhan yang dilakukan secara sadis dan keji oleh mafia penambang pasir terhadap seorang petani kecil bernama Salim Kancil di desa Selok Awar-awar, kecamatan Pasirian, kabupaten Lumajang, Jawa Timur, yang terjadi pada 25 September 2015 lalu, kasusnya tersebut hampir mirip dengan kasus yang menimpa Jurkani.

Sementara Jurkani merupakan advokat PT Anzawara Satria. Dia meninggal karena dianiaya sejumlah orang ketika tengah membongkar aktivitas penambangan batu bara ilegal di area konsesi Anzawara Satria di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Menurut anggota tim advokasi Jurkani, Muhamad Raziv Barokah, aparat hukum terkesan ingin melindungi auktor intelektualis dalam kasus pembunuhan tersebut.

Lebih lanjut Raziv mengatakan, polisi terlihat diduga melindungi auktor intelektualis kasus pembunuhan ini dengan mengumbar informasi melalui rilis kepada media bahwa dua tersangka dalam keadaan mabuk saat menganiaya Jurkani. 

Padahal, kata dia, ada tujuh saksi yang berada di lokasi kejadian telah memberikan keterangan bahwa pembacokan terhadap Jurkani dilakukan oleh banyak orang dan pelaku tidak mabuk. "Mengapa yang diungkap hanya keterangan dari tersangka?" ujar dia.

Kejanggalan pun berlanjut setelah kasus ini memasuki persidangan. Pengadilan Negeri Batulicin menginformasikan perkara belum dilimpahkan ke pengadilan saat tim advokasi Jurkani mengajukan pemindahan tempat sidang. 

Padahal saat itu perkara sudah masuk pengadilan. "Hal yang bisa dilihat saja masih ditutupi oleh aparat penegak hukum," ujarnya.

Kejanggalan juga terlihat dalam proses sidang yang berjalan secara daring. Meski berjalan secara daring, persidangan seharusnya tetap terbuka untuk umum dan link-nya bisa diakses publik. 

Namun yang terjadi, kata Raziv, tim advokasi tidak diberi link untuk menyaksikan sidang tersebut. "Padahal kami sudah memintanya," ujarnya. "Akhirnya kami menimbrung saat pemeriksaan bersama LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban)."

Saat persidangan, tim advokat yang hadir di pengadilan juga dilarang masuk ke ruang sidang. Tim advokat, kata dia, hanya diizinkan masuk ke satu ruangan yang berisi panitera dan monitor.

Pemeriksaan oleh hakim dalam proses persidangan juga janggal. Sebab, hakim tidak menggali keterangan dari saksi di lokasi kejadian. Hakim, kata Raziv, justru menyatakan keberatan saat penyelidikan dan penyidikan keterangan tidak dikutip dalam berkas pemeriksaan semestinya yang bisa dilaporkan ke Kepala Kepolisian RI, Jenderal Listyo Sigit. 

"Padahal hakim melalui undang-undang kekuasaan kehakiman seharusnya menggali nilai keadilan atau substansi hukum. Bukan mengembalikan seperti itu," ucapnya.

Kasus pembunuhan Jurkani, kata Raziv, semestinya bisa menjadi awal penegak hukum untuk membongkar jejaring oligarki tambang ilegal, khususnya di Kalimantan. 

Namun, dia melanjutkan, dalam proses penyelidikan hingga persidangan pembunuhan Jurkani ini terlihat justru penegak hukum melindungi aktor utama tambang ilegal yang menggerakkan orang untuk membunuh Jurkani.

Sebagaimana diketahui, ada lima perusahaan tambang batubara besar di Kalimantan Selatan. Pertama, PT Adaro Energy Tbk yang berbasis di Tabalong. Luas konsesi yang dimiliki mencapai 31.380 hektar yang membentang dari  Kalimantan Selatan hingga Kalimantan Tengah. Produksi di tahun 2019 mencapai 58,03 juta ton. 

Kedua, PT Arutmin Indonesia yang berafiliasi dengan Grup Bakrie dan telah memperoleh izin konsesi sejak Orde Baru masih bertaji di tahun 1981. 

Di Kalimantan Selatan, basis pertambangan Arutmin berada di di Senakin, Banjarmasin. Lalu di Satui, Batulicin, Asamasam, dan Kintap. Arutmin memiliki pelabuhan khusus untuk mengapalkan batubara di North Pulau Laut Coal Terminal. 

Ketiga terbesar adalah Jhonlin Group melalui PT Jhonlin Baratama yang dimiliki Andi Syamsudin Arsyad, seorang pengusaha “tajir melintir” asal Bone, Sulawesi Selatan. 

Andi Syamsuddin yang di Kalimantan lebih sohor dengan nama Haji Isam juga melebarkan bisnisnya di perkapalan, perkebunan, rental pesawat hingga berencana membangun jalan bebas hambatan antara Banjarmasin hingga Batulicin. 

Keempat terbesar adalah PT Bangun Banua Persada Kalimantan yang sebagian sahamnya dimiliki pemerintah daerah. 

Komposisi sahamnya, 33 persen milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, 31 persen milik PT Hasnus Jaya Utama yang dikuasai pengusaha lokal Haji Abdussamad Sulaiman. 

Sisa saham lain dimiliki koperasi TNI dan Polri yakni Puskopolda 10 persen, Puskopad 10 persen, Puskud 5 persen hingga KPN Adyaksa milik Kejaksaan. 

Perusahaan tambang batubara terbesar kelima adalah Hasnur Grup yang dimiliki Haji Abdussamad Sulaiman. 

Hasnur Grup menguasai cadangan batubara sebesar 80 juta metrik ton melalui anak usahanya, PT Energi Batubara Lestari. Anak usaha lain, PT Bhumi Rantau Energi, menguasai cadangan 200 juta metrik ton.

Belum lagi dengan pertambangan liar yang jumlahnya begitu banyak. Dan hal ini membuat lingkungan hidup yang semakin terancam, serta penanganan hukum yang menimbulkan banyak pertanyaan, membuat para aktivis untuk mengangkat kasus tersebut, dan menyelesaikannya hingga tuntas, tentunya.

Berangkat dari kepedulian atas proses penanganan perkara pembunuhan advokat Jurkani di Kalimantan Selatan yang penuh kejanggalan, para mantan pimpinan KPK, aktivis, akademisi, advokat, dan beberapa elemen masyarakat sipil lainnya dengan jumlah 75 orang mengajukan keterangan tertulis sebagai “Amicus Curiae” (sahabat pengadilan).

“Kami sangat bersimpati dan kehilangan dengan kepergian pejuang Jurkani, seorang advokat pembela HAM yang berani melawan mafia tambang seorang diri. Amicus Curiae ini kami ajukan sebagai bentuk perlawanan terhadap mafia tambang dan oligarki yang koruptif dan destruktif,” kata Febri Diansyah, Jubir KPK 2016-2019 di Jakarta, Rabu (2/2/2022).

Bahkan apabila melihat lokasi kasus tersebut, yang satu kawasan dengan ibu kota negara (IKN) Nusantara yang sampai saat ini masih ramai diperbincangkan, maka kasus hukum yang sejak tahun lalu menjadi perbincangan pun tidak menutup kemungkinan juga akan menjadi preseden buruk bagi pemerintah.

Di satu sisi pemerintah dengan pindahnya IKN dari Jakarta ke Penajam Paser Utara Kalimantan Timur dengan membawa misi good government dan clean government, sementara di sisi lain penegakan hukum itu sendiri terkesan dikesampingkan.

Demikian juga dengan janji Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, yang akan menegakkan hukum seadil-adilnya, terkesan hanya pepesan kosong belaka apabila kasus ini tidak dibiarkan menjadi polemik di tengah publik. ***

Sumber: kompas.com, antaranews.com, dan                      koran.tempo.co

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun