Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mister Kamdok-nim, Biarlah Anjing Menggonggong...

18 Januari 2022   15:00 Diperbarui: 18 Januari 2022   16:39 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: jogja.tribunnews.com

Pro dan kontra selalu saja muncul bersamaan di dalam setiap program, maupun pelaksanaan kegiatan. Demi suatu pencapaian, tentunya. Baik yang bersifat individual, maupun massal. Didukung dan ditentang, adalah suatu hal yang wajar. Dan tergantung bagaimana menyikapinya.

Tak terkecuali di dalam upaya untuk memajukan prestasi sepak bola di Indonesia ini. Tatkala pelatih asal Korea Selatan, Shin Tae-yong, mencanangkan untuk memanggil beberapa pemain naturalisasi, pro dan kontra pun langsung berhamburan memenuhi setiap ruang.

Mereka yang lantang menentang, tidak hanya muncul dari pendukung timnas Indonesia yang boleh dibilang masih awam, atau memiliki perbedaan mindset-nya, bahkan dari dalam tubuh PSSI sendiri, ternyata masih tetap saja ada yang terang-terangan mengkritisi kebijakan pelatih asal Korea Selatan yang pernah sukses bersama timnas Korea Selatan di Piala Dunia 2018 menjegal skuad timnas Jerman.

Adalah seorang anggota Exco PSSI. Haruna Sumitro namanya. Di dalam podcast milik JPNN yang disiarkan di kanal Youtube, Haruna mempermasalahkan pencapaian Shin Tae-yong bersama timnas Indonesia, yang dianggapnya gagal karena tidak mampu menjuarai Piala AFF 2020 di Singapura pada awal Januari lalu.

Mantan manajer tim sepakbola PON Jawa Timur 2004, ini tanpa tedheng aling-aling, alias dengan lugas, mengungkapkan beberapa cuplikan kalimat pedas, sebagaimana yang tertangkap dalam percakapan dengan Muhamad Amjad, host di podcast tersebut, di antaranya:

- "Saya sampaikan dalam rapat evaluasi, bahwa kalau runner-up, kita tidak butuh Shin Tae-yong. Karena kita sudah enam kali runner-up." 

- "Saya juga sampaikan bahwa, kehadiran Shin Tae-yong ini untuk menjawab ekspektasi lebih kepada Luis Milla. Karena saya mengalami betul ketika kita mau pindah dari Luis Milla ke Shin Tae-yong, situasinya seperti sekarang ini." 

- "Begitu Shin Tae-yong masuk memberikan sihir baru, orang minta mempertahankannya. Karena ada ekspektasi orang-orang pada prestasi. Mudah-mudahan 2022 ini adalah tahun Shin Tae-yong untuk memberikan gelar." 

- "Tidak penting itu sebuah proses. Yang paling penting adalah hasil. Apa pun latihannya kalau tidak juara, ya belum dikatakan juara. Indonesia sudah enam kali masuk final Piala AFF. Kalau sekarang tetap runner-up, ya bukan prestasi.’’ 

Bila disimak secara sepintas saja, pernyataan Haruna di atas, memang ada benarnya. Tapi ternyata banyak juga kekeliruannya.

Memang selama ini timnas Indonesia belum sekalipun meraih gelar juara turnamen piala AFF. Paling bagus cuma sampai runner-up saja. Tapi tahukah Haruna, sebelum ditangani Shin Tae-yong, timnas Garuda di turnamen piala AFF senantiasa menyertakan pemain yang didominasi oleh para senior yang usianya sudah tua.

Sedangkan di dalam turnamen piala AFF kemarin di Singapura, pelatih asal Korea Selatan, ini lebih memprioritaskan para pemain muda yang pengalamannya dalam even internasional masih minim. 

Tapi meskipun demikian, Pratama Arhan, Ramai Rumakiek, dan kawan-kawan, akhirnya cukup disegani, dan mendapatkan apresiasi dari masyarakat bola di luar negeri.

Begitu juga, Direktur Klub Madura United, ini dengan lantang menyikapi program naturalisasi pemain timnas Indonesia warga keturunan yang sedang berkiprah di berbagai klub sepak bola khususnya kawasan Eropa.

Dalam pandangan anggota Exco PSSI, itu pemain-pemain yang pernah dinaturalisasi PSSI tak memberikan dampak yang signfikan untuk prestasi timnas Indonesia. 

“Saya termasuk rezim yang tidak setuju naturalisasi. Kenapa? Karena saya selalu berdebat urusan naturalisasi.”

“Ambil saja contoh, apa yang dihasilkan dari naturalisasi selama ini? Mulai dari era Christian Gonzales sampai rombongan Greg Nwokolo dan Victor Igbonefo.”

Sontak saja kritikan tajam yang dilontarkan Haruna Sumitro pun menjadi perbincangan panas, terutama di kalangan netizen yang biasa bicara tanpa batas, di media sosial Twitter khususnya, menjadi trending topik yang lumayan menghebohkan, alias viral yang disertai dengan tanda pagar #harunaOut.

Bagaimanapun penilaian Haruna Sumitro bisa disebut menggunakan sudut pandang lama yang sama sekali jauh berbeda dengan kondisi sekarang ini.

Baik Christian Gonzalez, maupun Greg Nwokolo, dan Victor Igbonefo yang disebutnya tadi, memang jelas berbeda dengan program naturalisasi yang dilakukan Shin Tae-yong sekarang ini.

Tiga nama tadi sama sekali tidak ada darah warga Indonesia sama sekali di dalam tubuhnya. Murni berasal dari ras yang berbeda.

Sementara mereka yang dipanggil PSSI saat ini, seperti nama Ezra Wailan, Elkan Baggott, Sandy Walsh, Ragnar Oratmangoen, dan yang lainnya, dalam tubuhnya ada mengalir darah Indonesia, baik dari garis ayah, maupun ibunya.

Selain itu, mereka pun masih banyak yang berusia muda, serta memiliki talenta yang mumpuni. Paling tidak memiliki mental di atas rata-rata pemain lokal Indonesia.

Tapi terlepas dari kritik balik, maupun tuntutan netizen yang meminta Haruna Sumitro dipecat dari jabatannya sebagai anggota Exco PSSI, padahal sebelum mengumbar kritikan yang diumbar di depan publik, ada baiknya seorang Haruna membicarakan persoalan tersebut secara internal terlebih dahulu.

Bagaimanapun bagi seseorang yang menjadi suatu bagian dari sebuah organisasi, tentunya telah mengetahui adanya etika dan aturan berorganisasi. 

Paling tidak demi menjaga keutuhan, dan kerjasama untuk sebuah tujuan di dalam organisasi, satu sama lain harus saling menghormati. Bukan bersikap yang terkesan hendak menjatuhkan.

Apa lagi menghadapi seorang Shin Tae-yong, yang kemungkinan besar memiliki banyak perbedaaan budaya, karakter, maupun watak pribadinya dengan bangsa Indonesia, sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, perlu kiranya untuk tetap menghormatinya. Baik sebagai sesama manusia, maupun sebagai tamu yang sedang memberikan sumbangsihnya demi kemajuan prestasi sepak bola Indonesia.

Melalui tulisan ini, secara pribadi penulis, tetap memberikan apresiasi kepada Mister Kamdok-nim (bahasa Korea, artinya pelatih), Shin Tae-yong, untuk tetap ajeg dalam kiprahnya, melatih timnas Indonesia.

Bagaimanapun untuk meraih prestasi yang tinggi, dan merebut gelar juara di dalam setiap pertandingan, membutuhkan proses yang cukup panjang. Tidak gampang memang, seperti membalikkan telapak tangan, atau juga memasak mie instan di saat perut kosong keroncongan.

Oleh karena itu, biarkanlah anjing menggonggong, mister Kamdok-nim jangan berhenti memajukan prestasi sepak bola Indonesia ini. Kita tetap mendukung Anda. 

Mereka yang suka berteriak, dan nyinyir menghabiskan energinya, adalah mereka yang mungkin saja mendukung Anda, tapi dengan cara yang berbeda. 

Positif thinking saja. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun