Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gas Elpiji Nonsubsidi Naik Kok Ahok yang Disalahkan

7 Januari 2022   14:57 Diperbarui: 7 Januari 2022   15:02 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik identitas, tampaknya masih tetap membekas jelas di benak orang-orang yang telah terpapar kebencian akut, dan berkepanjangan, akibat Pemilukada DKI Jakarta 2017 lalu.

Gegara belakangan ini harga gas elpiji nonsubsidi naik, masih saja ada yang menuding Ahok, atau Basuki Tjahaja Purnama (BTP), sebagai biang keroknya.

Bisa jadi hal tersebut lantaran BTP saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina Tbk. 

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini, memang merupakan rival Anies Baswedan dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.

Ketika itu, Ahok diputus bersalah dalam perkara penodaan agama pada 9 Mei 2017, dan harus mendekam dua tahun di penjara.

 Kasus ini dipicu pernyataan blunder Ahok yang menyinggung Alquran Surat Al-Maidah Ayat 51 di Kepulauan Seribu pada September 2016 untuk menepis isu SARA menjelang Pilkada DKI 2017.

Kemudian di bawah komando Rizieq Shihab, yang notabene merupakan pendukung Anies-Sandi, terjadilah demonstrasi ratusan ribu massa pada 4 November 2016 yang disebut sebagai Aksi Bela Islam 411.

Demonstrasi 411 di depan Istana diikuti sekitar 200 ribu orang sebagai reaksi atas pidato Al-Maidah Ahok di Kepulauan Seribu, hanya sekitar tiga bulan sebelum coblosan.

Lalu demonstrasi lebih besar digeber pada 2 Desember 2016, atau mereka menyebutnya Aksi Damai 212, dengan isu menuntut Ahok nonaktif dari jabatan gubernur setelah dijadikan tersangka kasus penodaan agama. Wacana yang dibangun sampai menyasar Presiden Jokowi.

Dampaknya begitu jelas. Politik identitas yang dibalut isu SARA sangat efektif membelah masyarakat dengan kebencian.

 Ketakutan masyarakat akar rumput mencuat seiring dengan penolakan sejumlah kelompok mengurus dan mensalatkan jenazah pemilih Ahok pada putaran pertama pilkada 2017 yakni 15 Februari 2017.

Hingga saat ini, kubu yang terbelah dua itu, ternyata masih tetap terbawa-bawa di berbagai ranah kehidupan mereka.Termasuk kenaikan harga LPG nonsubsidi yang saat ini tengah menjadi perbincangan hangat.

Padahal sejatinya, kenaikan harga harga gas elpiji nonsubsidi sudah resmi diberlakukan sejak 25 Desember 2021 dengan rerata kenaikan antara Rp1.600 hingga Rp2.300 per Kg.

Adapun yang menjadi alasannya, sebagaimana dikutip dari laman resmi PT Pertamina Tbk adalah karena tren harga Contract Price Aramco (CPA) sebagai acuan harga LPG mengalami peningkatan tertinggi di Bulan November mencapai 847 USD/metrik ton, atau meningkat 57 persen sejak Januari 2021. Tren kenaikan harga CPA itu juga tercatat yang tertinggi sejak tahun 2004.

Harga CPA pada bulan November (kemarin) juga tercatat 74 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2017 atau 4 tahun sejak PT Pertamina Tbk melakukan penyesuaian harga terakhir, dan harga di Bulan Desember pun juga masih jauh diatas harga CPA tahun 2017. 

Dengan memperhitungkan tren kenaikan harga pasar CPA, maka dilakukan penyesuaian harga untuk produk LPG nonsubsidi dengan tetap mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat.

Meski dilakukan penyesuaian harga, akan tetapi harga jual LPG nonsubsidi yang berlaku di Indonesia saat ini dianggap masih sangat kompetitif, yakni sekitar Rp11.500/Kg. 

Pasalnya, harga LPG di beberapa negara Asean lainnya dinilai jauh lebih mahal. Di Vietnam misalnya, harga jual LPG mecapai sekitar Rp 23.000/Kg, Filipina sekitar Rp 26.000/Kg, dan Singapura sekitar Rp 31.000/Kg.

Begitu juga dengan mereka yang menunjuk-nunjuk hidung Ahok sebagai biang kerok terjadinya kenaikan harga LPG nonsubsidi, adalah mereka yang kesehariannya menggunakan gas elpiji 3 kilogram, yang harganya sama sekali tidak ada kenaikan.

Sebagaimana juga halnya saat demonstrasi 212, para pengikutnya itu cuma nurut atas ajakan orang lain saja. Dan saat ditanya duduk perkaranya, mereka geleng-geleng kepala. 

Pokoknya ikut meramaikan saja. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun