Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan kemarin dikabarkan melakukan blusukan ke sejumlah pondok pesantren di Jawa Timur. Hal tersebut semakin mempertegas eks menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi itu bergerak cepat tidak mau tertinggal untuk meningkatkan ektabilitasnya.Â
Manuver Anies untuk mengatrol posisinya agar mampu menyalip pesaing di atasnya, seperti Prabowo Subianto, Ridwan Kamil, dan Ganjar Pranowo, memang tak terbantahkan lagi. Terlepas dari bantahan semu di balik rangkaian kata-kata diplomatis yang keluar dari mulut yang bersangkutan sekalipun.Â
Setelah memiliki pendukung fanatiknya yang telah mengantarkannya menduduki jabatan tertinggi di DKI Jakarta, yakni yang selama ini dikenal dengan sebutan kelompok PA 212, boleh jadi safari politik ke kandang Nahdliyyin di Jawa Timur menjadi preseden jika Anies cenderung untuk mendapatkan dukungan dari basis beridentitas hijau yang secara spesifik merupakan kelompok mayoritas.Â
Akan tetapi meskipun demikian, komunikasi politik yang dibangun  dengan kaum Nahdliyyin di Jawa Timur tersebut belum mempresentasikannya sebagai bentuk dukungan secara nasional.Â
Terlebih lagi sebagaimana diketahui selama ini jika gerbong politik mayoritas warga NU identik dengan PKB yang notabene ketua umumnya, Muhaimin Iskandar sendiri tampaknya memiliki ambisi untuk maju sebagai capres dalam Pilpres mendatang,Â
Belum lagi politisi yang berasal dari organisasi massa keagamaan terbesar itu banyak tersebar di berbagai partai politik lain. Baik di Golkar, PDIP, Gerindra, PPP, maupun yang lainnya. Sehingga upaya Anies tersebut boleh jadi hanyalah termasuk dalam rangkaian gimmick politik demi tebar pesona umat di akar rumput belaka.Â
Demikian juga dengan yang disebut masyarakat akar rumput pun dewasa ini jauh berbeda dengan sekian dekade terakhir. Dengan perkembangan zaman yang semakin meningkat maju, gimmick politik yang tidak diimbangi oleh kerja yang nyata, akan sulit untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan impian.Â
Terlebih lagi dengan kinerja sebagai orang nomor satu di DKI Jakarta, faktanya selama empat tahun ini belumlah ada yang menonjol, dalam arti mampu mengundang decak kagum warga Jakarta sendiri. Apa lagi masyarakat seluruh Indonesia.Â
Sebaliknya sebagian besar warga Jakarta sampai empat tahun ini masih menunggu-nunggu realisasi janji-janji Anies Baswedan saat kampanye jelang Pemilukada DKI Jakarta 2017 lalu.Â
Ketika itu, saat Anies dilantik sebagai Gubernur, warga Jakarta begitu berharap untuk mampu menyelesaikan masalah banjir yang notabene merupakan langganan tahunan yang tak berkesudahan.Â
Paling tidak ada upaya untuk menimalisasinya. Kenyataannya toh, narasi naturalisasi sebagai pengganti normalisasi sungai, sampai saat ini masih juga belum ada kejelasan. Apa lagi sampai tuntas dilaksanakan. Tidak sama sekali, dan banjir yang melanda di berbagai wilayah Jakarta masih tetap dirasakan warganya seperti sekarang ini.Â
Begitu juga dengan soal program rumah DP nol rupiah yang digadang-gadang oleh Anies saat berkampanye.
Ternyata justru yang menjadi perhatian saat ini adalah kasus dugaan korupsi pembelian tanah di Munjul, Jakarta Timur, untuk program rumah dengan DP 0 rupiah itu telah menjerat tersangka mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya.Â
Sehingga program unggulan dari janji kampanye Anies Baswedan itupun dianggap tidak maksimal baik dari mulai perencanaan hingga pengerjaannya. Maka tak ayal lagi jika publik memberikan catatan merah tersendiri untuk saudara sepupu mantan penyidik KPK, Novel Baswedan.Â
Belum lagi dengan soal reklamasi teluk Jakarta. Terbukti reklamasi itu tidak sesuai dengan janji politiknya. Bahkan, mau dijadikan alternatif lokasi Formula E yang saat ini sedang hangat dibicarakan lantaran lembaga antirasuah, alias Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah turun tangan, lantaran adanya dugaan penyelewengan anggaran.Â
Oleh karena itu bisa jadi ambisi Anies Baswedan untuk menggantikan posisi Jokowi untuk periode 2024-2029 tampaknya masih sulit untuk diwujudkan. Terlebih lagi dukungan dari partai politik yang akan mengusungnya, sebagaimana dalam Pemilukada DKI Jakarta, yakni Gerindra dan PKS, untuk pencapresan mendatang tak bisa diharapkan lagi. Lantaran sejak jauh hari Gerindra sudah punya jagoannya sendiri.Â
Kemungkinan tinggal PKS, itupun kalau berkoalisi dengan partai lain. Demokrat misalnya. Kemudian Anies dipasangkan dengan Agus Harimurti Yudhoyono dalam satu paket capres dan cawapres. Sehingga bisa menjadi pesaing alternatif dari dua nama yang memiliki elektabilitas di atasnya. Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo yang konon masing-masing belakangan ini sudah digadang-gadang, seperti misalnya yang pertama dengan Puan Maharani, dan Ganjar dengan Airlangga Hartarto.Â
Sehingga dengan demikian, konstelasi politik seperti yang pernah terjadi sebelumnya tidak akan terulang kembali. Kubu Cebong dan Kadrun pun tinggal kenangan saja. Sedangkan kans Anies Baswedan sendiri, kemungkinan besar hanya rumput yang bergoyang saja yang mengetahuinya. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H