Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Konflik Panjang Itu Berakhir di Masa Puber

12 Agustus 2021   15:05 Diperbarui: 12 Agustus 2021   15:09 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: tribunnews.com)

Anak gadis kami yang bungsu sekarang ini sudah duduk di bangku kelas dua SMA. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Rasanya baru kemarin saya menimang dan menggendongnya.

Yang membuat saya tak habis pikir, adalah perangainya yang jauh berbeda dengan kakak-kakaknya. Sejak masuk TK sampai sekarang Si Bungsu ini seperti menganggap musuh saja kepada saya sebagai ayahnya. Kalau bicara seperlunya saja, itupun harus ditegur terlebih dahulu.

Tapi dengan ibunya, selain selalu menggelendot manja, penampilannya pun selalu saja tampak ceria. Segala hal dibicarakannya bagaikan dengan teman akrabnya. Sunggu aneh memang sikapnya anak kami yang satu ini.

Memang "konflik" itu bermula sewaktu dia masih kecil. Tepatnya ketika memasuki usia antara dua - tiga tahun. Setiap di melihat saya sedang berdekatan dengan ibunya, Si Bungsu langsung marah-marah dibarengi dengan tangisan yang menjerit-jerit. Seolah-olah melarang kami untuk sekedar berdekatan. Termasuk di saat waktunya tidur, seumpama kami hendak tidur dalam satu kamar, sikapnya sudah pasti akan marah-marah sambil menangis, dan segala benda yang ada di dekatnya dilemparkan tak tentu arah.

Sehingga untuk sementara kami pun memutuskan untuk pisah tempat tidur. Istri saya harus selalu mengeloninya sampai dia terlelap. Apabila kebetulan dia terbangun, dan didapati ibunya tidak ada di sampingnya, maka tak ayal lagi tangisan pun akan memecah keheningan malam.

Sikap anak bungsu kami itu saya kira akan berakhir manakala usianya sudah menginjak masa pra-sekolah. Sebagaimana juga kakak-kakaknya. Tapi nyatanya tetap saja masih melekat erat. Bahkan sepertinya semakin menjadi-jadi. Dia masih saja bersikap menentang, kalau saya dengan ibunya tidur satu kamar, atau sekalipun mencoba untuk berdekatan, dan tak mau lagi bertegur-sapa dengan saya. Sekalinya saya mengajak untuk bicara, dia menjawab pendek saja dengan nada yang judes.

Begitu juga ketika duduk di bangku kelas lima SD, setiap sore dia mengikuti les pada sebuah lembaga pendidikan non formal, maka tugas saya mengantar-jemput dengan sepeda motor. Tapi selama itu, meskipun saya mencoba untuk bersikap akrab, dia masih juga tetap bertahan dengan kejudesannya itu.

Bahkan keadaan itu juga disadari oleh kakak-kakaknya. Ketiga kakaknya, berdasarkan laporan mereka, beberapa kali menasihati adik bungsunya itu. Tapi tetap saja tidak ada perubahan yang terjadi.

-

Saat itu pukul sembilan malam. Saya sempat pulang takbiran untuk menyambut perayaan hari raya Iedul Fitri. Dari gerbang yang pintunya terbuka, di depan rumah saya melihat Si Bungsu sedang bercakap-cakap dengan seorang pria. Mungkin teman sekolahnya, saya pikir.

Mungkin karena asyiknya mereka berdua ngobrol, atau karena posisi duduknya yang sama-sama membelakangi gerbang, sampai tak disadarinya dengan kehadiran saya di dekat mereka.

"Ehm!" saya mendehem, karena suka maupun tidak saya akan lewat di dekat mereka. Keduanya tampak terkejut. Tapi tak lama kemudian, Si Bungsu dengan malu-malu buka suara," Pak, ini kenalkan teman saya," katanya sambil tersipu. Lalu dia mencolek teman prianya, "Kak, kenalkan Ayah saya..."

Aih, ganteng juga anak ini, bisik hati saya seraya menerima uluran tangan teman pria Si Bungsu. Sekilas di atas meja saya melihat seikat bunga mawar merah. Oh, jangan-jangan...

Setelah kejadian malam itu, ada perubahan signifikan pada anak gadis kami yang satu ini. Besok harinya, di hari raya Iedul Fitri,  dengan senyum mengembang Si Bungsu memeluk saya sambil terisak. Kemudian saat makan tiba, dia mau ikut bergabung makan bersama sekeluarga. Yang paling jelas perubahannya, dia mau bicara dengan saya. Bahkan bercanda seperti kakak-kakaknya. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun