Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara Gibran dan AHY Memang Beda

29 Juli 2020   15:07 Diperbarui: 29 Juli 2020   15:06 3126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gibran dan AHY (Sumber: tribunnews.com)

Gempita menyambut Pilkada serentak 2020 yang akan digelar pada 9 Desember mendatang, tampaknya lebih seksi untuk diperbincangkan daripada Covid-19 yang saat ini kasus positif penderitanya di negeri ini telah melewati angka seratus ribuan lebih.

Terlebih lagi setelah putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, mendapatkan rekomendasi dari DPP PDI-P sebagai calon resmi yang diusung partai berlogo kepala banteng dengan moncong putih itu dalam persaingan merebut kursi AD-1 Kota Solo, Jawa Tengah yang berpasangan dengan Teguh Prakosa.

Pokok masalah yang diperdebatkan tak lain dan tak bukan lantaran kakak Kaesang Pangarep ini adalah anak dari Presiden RI,  Joko Widodo. 

Memangnya kenapa kalau Gibran itu anak seorang Presiden? Something wrong with them?

Lalu disebutkan lah tentang beberapa nama pemikir zaman doeloe, seperti Imanuel Kant dan Niccolo Machiavelli yang membahas tentang kekuasaan, tentang etika, tentang demokrasi, dan bla bla bla...

Tidak hanya dari sudut pandang itu saja, kelayakan dan kepatutan pun yang dibungkus kapabilitas maupun integritas digoreng habis-habisan. Bahwa pengalaman leadership Gibran masih minim dan belum teruji.

Bahkan yang tak kalah serunya, Gibran pun sampai dibanding-bandingkan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang notabene merupakan putra mahkota Cikeas.

Opo maneh?

Menarik, menggelitik, dan cukup seksi memang ketika banyak yang membandingkan antara Gibran dengan AHY. Seakan-akan membandingkan Presiden Jokowi dengan SBY. Dalam hal kapabilitas, integritas, dan... Pokoknya segala sesuatunya.

Jokowi dan Gibran berasal dari keluarga sipil. Berlatar belakang pengusaha. Bahkan Jokowi berasal dari keluarga yang sederhana. Rakyat Indonesia kebanyakan, yang hidup kesehariannya pernah merasakan banyak kekurangan.

Sementara Presiden ke-6 itu berlatar belakang militer. Termasuk juga anak sulungnya itu. Bahkan orangtuanya dan mertuanya SBY sendiri, sama-sama berlatar belakang prajurit juga.

Dari latar belakangnya saja jelas-jelas berbeda. Keluarga Jokowi sebelum memasuki dunia birokrat jelas-jelas hidup dari hasil memeras keringatnya sendiri. Wirausaha yang ulet dan sukses.

Demikian juga bila bicara soal faktor hoki antara kedua keluarga itu.

Untuk menjadi Presiden, SBY harus mendirikan partai politik terlebih dahulu, yaitu Partai Demokrat. Begitu mengikuti ajang Pemilu, langsung mendapat kursi yang lumayan dibandingkan dengan parpol yang sudah lama berpengalaman. Seperti PAN dan PPP misalnya.

Berkat mesin politik dan popularitasnya sebagai sosok yang "teraniaya", karena konon katanya karena adanya konflik dengan Megawati yang saat itu menjabat sebagai Presiden ke-5 yang menggantikan Gus Dur, sedangkan SBY sendiri menjabat salah satu posisi menteri dalam jajaran kabinet yang dipimpin Megawati itu, suami dari mendiang Ani Yudhoyono itupun berhasil meraih kemenangan. 

Sedangkan Jokowi, sejak mencalonkan diri sebagai Wali Kota Solo hingga dua kali menjadi Presiden, dirinya selalu diusung oleh PDIP, yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri.

Sehingga bukanlah sesuatu yang aneh lagi apabila persaingan diam-diam antara SBY dengan Jokowi tidak bisa dihindarkan. Karena sejarah masa lalu juga. Konflik politik antara SBY dengan Mega.

Sekarang ini kita tinggal menyaksikan saja. Bagaimana kelanjutan dari konflik tersebut. Siapa yang benar, dan siapa yang berhati julid.

Paling tidak, dalam Pilkada DKI Jakarta tempo hari, kita semua bisa menyaksikan bagaimana putra mahkota Cikeas dipermalukan. Harus menelan kekalahan dalam ronde pertama. 

Demikian juga dengan partai berlogo mercy yang saat ini diwariskan kepada sang putra mahkota, elektabilitasnya semakin melorot saja.

Sementara Gibran sendiri sekarang ini diprediksi bakal melenggang dengan lancar untuk menuju kursi AD-1, alias Wali Kota Solo karena konon kabarnya elektabilitas putra sulung Presiden Jokowi itu lumayan besar peluangnya.

Opo maneh?

Barangkali faktor menghalalkan segala cara dengan cara saling menjatuhkan, apalagi dengan mengkritik pihak lain sedangkan yang mengkritiknya sendiri melakukan hal serupa, sepertinya termasuk dalam kategori melanggar etika politik juga.

Ya, bagaimanapun semut di seberang lautan jelas kelihatan, tapi gajah di pelupuk mata malah tidak (pura-pura) tampak.

Oleh karena itu, sudahlah. Polemik itu dihentikan saja. Biarkanlah rakyat yang akan menilainya. Soal politik dinasti, kalau tidak korupsi, tidak menggunakan fasilitas negara, apa salahnya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun