Dari latar belakangnya saja jelas-jelas berbeda. Keluarga Jokowi sebelum memasuki dunia birokrat jelas-jelas hidup dari hasil memeras keringatnya sendiri. Wirausaha yang ulet dan sukses.
Demikian juga bila bicara soal faktor hoki antara kedua keluarga itu.
Untuk menjadi Presiden, SBY harus mendirikan partai politik terlebih dahulu, yaitu Partai Demokrat. Begitu mengikuti ajang Pemilu, langsung mendapat kursi yang lumayan dibandingkan dengan parpol yang sudah lama berpengalaman. Seperti PAN dan PPP misalnya.
Berkat mesin politik dan popularitasnya sebagai sosok yang "teraniaya", karena konon katanya karena adanya konflik dengan Megawati yang saat itu menjabat sebagai Presiden ke-5 yang menggantikan Gus Dur, sedangkan SBY sendiri menjabat salah satu posisi menteri dalam jajaran kabinet yang dipimpin Megawati itu, suami dari mendiang Ani Yudhoyono itupun berhasil meraih kemenangan.Â
Sedangkan Jokowi, sejak mencalonkan diri sebagai Wali Kota Solo hingga dua kali menjadi Presiden, dirinya selalu diusung oleh PDIP, yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri.
Sehingga bukanlah sesuatu yang aneh lagi apabila persaingan diam-diam antara SBY dengan Jokowi tidak bisa dihindarkan. Karena sejarah masa lalu juga. Konflik politik antara SBY dengan Mega.
Sekarang ini kita tinggal menyaksikan saja. Bagaimana kelanjutan dari konflik tersebut. Siapa yang benar, dan siapa yang berhati julid.
Paling tidak, dalam Pilkada DKI Jakarta tempo hari, kita semua bisa menyaksikan bagaimana putra mahkota Cikeas dipermalukan. Harus menelan kekalahan dalam ronde pertama.Â
Demikian juga dengan partai berlogo mercy yang saat ini diwariskan kepada sang putra mahkota, elektabilitasnya semakin melorot saja.
Sementara Gibran sendiri sekarang ini diprediksi bakal melenggang dengan lancar untuk menuju kursi AD-1, alias Wali Kota Solo karena konon kabarnya elektabilitas putra sulung Presiden Jokowi itu lumayan besar peluangnya.
Opo maneh?