Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ternyata Kompasiana telah Menjadi "Kawah Candradimuka" Penulis Novel Juga

19 Juli 2020   18:10 Diperbarui: 19 Juli 2020   20:01 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah novel karya Kompasianer Aji Najiullah Thaib (dokpri)

Kawah Candradimuka dikenal dalam dunia pewayangan, yakni sebuah kawah gunung berapi tempat menggodok, atawa mendidik calon ksatria pilihan. Kalau sekarang ini bisa jadi seperti Akademi militer di Magelang, tempat mendidik calon perwira Tentara Nasional Indonesia.

Sehingga dalam hal ini, penulis pun tanpa ragu lagi, berani menyebut blog keroyokan Kompasiana ini sebagai kawah Candradimuka bagi para Kompasianer, sebutan penulis di Kompasiana untuk menjadi seorang penulis profesional, atawa paling tidak sebagai penulis yang tetap ajeg dalam kepenulisannya. 

Betapa tidak, telah banyak Kompasianer yang penulis ketahui - dari postingannya, tentu saja, yakni mereka yang telah bergabung di K sejak periode awal berdirinya blog keroyokan ini, maupun periode kedua. 

Bahkan pada angkatan yang lebih baru lagi, yang sejak awal bergabung di K tidak pernah absen memposting tulisannya saban hari, begitu tampak banyak perubahan yang signifikan pada postingannya. 

Sungguh. Ketika dalam kurun waktu satu dua bulan dari mulai bergabung, postingannya  dinilai pembaca yang awam pun tampaknya biasa-biasa saja, atau boleh juga dikatakan masih di bawah ukuran standar. Akan tetapi ketika memasuki bulan ketiga, sepertinya ada sesuatu keajaiban dalam hasil karyanya itu.

Betapa tidak, ketika membaca postingannya itu seperti bukan hasil karyanya yang sebelumnya penulis kenal. Selain enak dibacanya, juga dari aspek teknis pun sudah memenuhi ketentuan.

Hebat bukan? 

Ya, itulah barangkali yang disebut  buah dari hasil jerih payahnya, ketekunannya, dan konsistensi menulis tanpa henti. Paling tidak, satu tulisan, baik dalam bentuk opini, artikel ringan, maupun fiksi yang saban hari dipostingnya ke Kompasiana ini.

Tidak hanya sebatas itu saja, malahan banyak Kompasianer yang kemudian menerbitkan postingannya dalam bentuk buku. Baik diterbitkan secara mandiri, maksudnya melulu hanya tulisan hasil karyanya sendiri, maupun diterbitkan secara keroyokan - sebagaimana K ini.

Selain itu, yang lebih menakjubkan lagi, ada juga Kompasianer yang telah mampu menerbitkan novel hasil karyanya 

Bukan omong kosong, ketika membaca novelnya itu, penulis merasakan takjub yang tidak terhingga, lantaran tidak menyangka kalau novel itu ditulis oleh alumni dari kawah Candradimuka Kompasiana.

Bagaimanapun juga ketakjuban yang muncul disebabkan oleh cara penulisan novel itu seperti ditulis oleh seorang novelis yang selama ini sudah memiliki nama yang dikenal khalayak pembaca. Seperti misalnya novelis sekelas Andrea Hirata, Asma Nadia, atau juga Dee Lestari, dan yang lainnya.

Padahal dalam kenyataannya, novel itu memang jelas-jelas ditulis oleh orang yang biasa setiap hari bersama-sama memposting tulisannya di K.

Ya, salah satu contohnya adalah Saudara Aji Najiullah Thaib, atawa yang biasa disapa Ajinatha. Dalam tempo hitungan bulan saja sudah enam, ya enam novel yang dirilisnya.

Gila. Saya membatin. Usianya padahal sebaya dengan saya. Sama-sama sudah kepala enam. Hanya saja bedanya kalau Ajinatha masih punya stamina yang prima, dan kalau dimisalkan ibaratnya seekor kuda pacu yang berlari begitu cepatnya. Sementara saya sendiri tak lebih seekor kura-kura yang lamban merangkaknya.

Ya, padahal penulis sendiri, iya saya, bergabung sejak bulan Agustus 2011, dan dua bulan kemudian baru mulai berani memposting artikel untuk pertama kalinya di K. Tepatnya 4 November di tahun yang sama.

Hingga hari inipun terbukti baru delapan ratusan saja postingan di K. Coba bandingkan dengan Pak Tjiptadinata Effendi yang bergabung beberapa tahun setelah saya. Postingannya mengalir tiada hentinya saban hari.

Sungguh. Saya jadi malu sendiri. Padahal terhadap anak-anak saya selalu menganjurkan untuk menulis setiap hari.

Karena pisau pun kalau diasah tiada hentinya sudah pasti akan semakin tajam juga. Sehingga bila dipakai memotong benda yang keras pun akan dengan mudah putusnya.

Iya tokh? ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun