Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Senjakala Partai Demokrat Tampaknya Semakin Jelas di Depan Mata

1 Juli 2020   14:57 Diperbarui: 1 Juli 2020   16:07 2607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SBY terusik saat atribut partai Demokrat dirusak (Sumber: wartakota-tribunnews.com)

Bisa jadi debat kusir yang terjadi antara Muhammad Nasir dengan Direktur Utama PT Inalum (Persero) atau MIN ID, Orias Petrus Moedak  akan semakin mempercepat karamnya sebuah  perahu partai politik yang bernama partai Demokrat.

Betapa tidak, sikap pongah politikus partai berlogo mercy itu telah menimbulkan rasa antipati yang semakin menjadi-jadi di tengah masyarakat.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara KomisiVII DPR RI dengan jajaran direksi PT Inalum (Persero) yang digelar Selasa (30/6/2020), anggota Komisi VII DPR RI, M. Nasir telah bersikap yang sungguh-sungguh memalukan. 

Selain terkesan ingin menguasai panggung, dengan tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan, juga sikap arogannya dengan mengusir Orias Petrus Moedak pun lantaran merasa tidak puas dengan jawaban Dirut PT Inalum (Persero) itu, dianggap sebagai sikap yang sudah sangat keterlaluan.

Tak dapat disangkal lagi, sikap politikus partai Demokrat yang berasal dari Riau ini memang dianggap satu dari sekian banyak sikap kontroversi kader PD lainnya yang membuat antipati masyarakat, dan diprediksi akan semakin memicu parpol yang berdiri sejak 9 September 2001 itu kehilangan suaranya pada Pemilu 2024 mendatang.

Memang, bila menyimak perjalanan partai politik yang berlogo segitiga mercy ini di kancah politik nasional, bermula dari suatu kesepakatan untuk mewujudkan ambisi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Presiden RI yang akan bertarung dalam Pilpres 2004 setelah sebelumnya disebut banyak pihak memiliki kans besar dalam pemilihan presiden yang akan digelar secara langsung untuk pertama kalinya itu.

Bahkan dalam pemilu legislatif 2004 partai Demokrat langsung menduduki peringkat ke lima dengan perolehan suara nasional sebesar 7,45 persen (8.455.225), dan berhak menduduki 57 kursi di DPR.

Demikian juga halnya dengan SBY dalam Pilpres yang diikuti lima pasangan calon, antara lain:  

1. Wiranto - Salahuddin Wahid;

2. Megawati - Hasyim Muzadi;

3. Amin Rais - Siswono Yudo Husodo;

4. Susilo Bambang Yudhoyono - Yusuf Kalla;

5. Hamzah Has - Agum Gumelar.

Karena tidak ada satu pun pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka diselenggarakan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh 2 pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua, yakni SBY-JK dan Mega - Hasyim.

Sebagaimana diketahui pada putaran kedua, pasangan SBY-JK berhadil meraup suara terbanyak dengan prosentase suara 60,62 persen, sementara Mega-Hasyim mendapatkan suara 39,38persen saja.

Dewi Fortuna memang sedang dalam pelukan SBY. Dalam Pilpres 2009 pun suami dari mendiang Ani Kristiani, sebagai calon pertahana yang kala itu berpasangan dengan Budiono, SBY kembali mencatatkan namanya sebagai pemenang dengan mengalahkan rivalnya yang sama, Megawati Soekarnoputri yang berpasangan dengan Prabowo Subianto.

Begitu juga dengan partai. Demokrat pada Pemilu di tahun yang sama mencatat prestasi yang gemilang. Dari posisi kelima pada pemilu 2004, di 2009 langsung melonjak dengan menduduki peringkat pertama.

Ketika itu partai Demokrat memperoleh 150 kursi (26,4%) di DPR RI. Demikian juga di banyak provinsi, hal yang pada pemilu sebelumnya tidak terjadi, seperti di Aceh, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.

Ibarat kata peribahasa pohon yang tumbuh menjulang tinggi akan begitu mudahnya diterpa angin, partai Demokrat pun dalam perjalannya begitu adanya.

Angin puting beliung, bahkan lebih tepatnya lagi badai prahara tanpa diduga telah menghantam kejayaan partai politik yang satu ini.

Adalah di saat seorang Nazaruddin, bendahara umum partai berlogo mercy itu dijadikan tersangka korupsi pembangunan wisma Atlet di Palembang. Bahkan M. Nazaruddin pun sempat diburu kepolisian, interpol, dan KPK untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya menerima fee suap dari proyek SEA Games 2011, yang akhirnya menghasilkan banyak keterangan yang melibatkan beberapa anggota partai. 

Tak ayal, Andi Malarangeng pun mengundurkan diri sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga pada 7 Desember 2012, karena ikut pula ditetapkan sebagai tersangka kasus wisma atlet Hambalang.

Sementara itu Anas Urbaningrum mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat setelah menandatangani pakta integritas pada 14 Februari 2013 yang menyatakan siap mundur jika ditetapkan sebagai tersangka korupsi yang kemudian diikuti penetapan sebagai tersangka oleh KPK pada tanggal 22 Februari 2013 atas kasus gratifikasi mobil.

Pada tanggal 23 Februari 2013 Anas mundur sebagai ketua umum Partai Demokrat sehingga menimbulkan kekosongan kursi ketua umum. Namun, ia menjelaskan bahwa tanpa pakta integritas pun, ia punya kesadaran untuk mundur.

Adapun satu lagi kader PD yang ikut dihantam prahara wisma atlet Hambalang, dan harus mendekam cukup lama dalam sel tahanan KPK adalah istri dari mendiang Aji Massaid, yakni Angelina Sondakh.

Pascaprahara wisma atlet Hambalang juga, kemudian beberapa nama politikus partai Demokrat dicokok lembaga antirasuah dalam kasus korupsi lainnya. Sehingga hal itu semakin membuka mata rakyat akan kebobrokan parpol yang satu ini.

Terbukti di dalam Pemilu 2014 perolehan suara nasional partai Demokrat menurun drastis dari yang sebelumnya berada di posisi pertama, turun di posisi keempat, dengan perolehan suara sebanyak 10,19% suara nasional (12.728.913).

Demikian juga dalam Pemilu 2019, jumlah perolehan suara dan perolehan kursi di DPR untuk Partai Demokrat menurun dari posisi keempat pada 2014, menjadi posisi ketujuh dari 9 partai di DPR, dengan perolehan suara sebanyak 7,77% suara nasional (10.876.507). 

Bisa jadi yang menjadi sebab-musabab melorotnya dukungan suara terhadap PD, di antaranya adalah sikap sang penguasa istana Cikeas juga yang sensitif dan acapkali nyinyir, bak seorang istri yang kekurangan uang belanja laiknya, terhadap kebijakan pemerintah.

Bahkan SBY pun dianggap masyarakat sebagai seseorang mantan Presiden yang terkena postpower syndrome, merasa diri sebagai the best, dan menganggap Presiden yang berkuasa saat ini seolah tidak ada apa-apanya.

Terlebih lagi apabila sekarang ini partai Demokrat dianggap sebagai partai keluarga, setelah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menduduki kursi ketua umum menggantikan ayahnya sendiri.

Tak pelak, karena itu juga partai yang satu ini banyak ditinggalkan oleh para kadernya yang memiliki kualitas mumpuni lantaran sikap SBY yang dianggap otoriter, dan menganggap partai Demokrat sebagai hak waris yang harus dikuasai  keluarga sendiri.

Sehingga dengan demikian, masyarakat pun semakin kehilangan kepercayaan terhadap integritas partai politik yang satu ini dalam kancah politik nasional.

Terlebih lagi ditambah dengan sikap kadernya saat ini, M Nasir, tidak menutup kemungkinan di 2024 mendatang partai Demokrat akan menjadi partai gurem yang semakin ompong saja.

Tampaknya senjakala partai Demokrat memang sudah di depan mata. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun