Selain karena pandemi Covid-19, bisa jadi elektabilitas Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang belakangan ini disalip Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, disebabkan pula oleh sikapnya terhadap Jokowi selama ini.
Selain itu bisa jadi juga lantaran anggaran untuk penyelenggaraan Formula E senilai 1,6 T yang banyak dipertanyakan, dan dianggap hanya menghambur-hamburkan anggaran, dan sama sekali tidak ada manfaatnya bagi warga DKI Jakarta yang masih banyak hidup di bawah garis kemiskinan, Â sementara belakangan ini dikabarkan balapan yang rencananya akan digelar di kawasan Monas itu gagal digelar.Â
Dikutip dari Kompastv, Â Federasi Otomotif Internasional telah membuat kalender seri balap sementara mobil listrik Formula E musim 2020/2021. Kalender seri sementara ini telah disetujui Dewan Motor Sport Dunia, Jumat (19/6/2020).Â
Musim ke tujuh ajang Formula E ini dijadwalkan dibuka di Santiago, Chili pada 6 Januari 2021 dan ditutup dengan dua balapan beruntun di London pada 24 - 25 Juli 2021. Sementara seri di Jakarta yang batal di gelar karena Covid-19 belum masuk dalam kalender seri balap sementara.
Sejak awal mencuatnya rencana penyelenggaraan balapan mobil listrik Formula E di kawasan Monas tersebut, memang suara pro dan kontra pun langsung bermunculan, dan menjadi perhatian masyarakat. Betapa tidak, dana 1,6 T Â yang dianggarkan Pemprov DKI Jakarta, dengan rincian sebagai berikut ini:
- Membayar Lisensi Formula E Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Rp 309 M
- Infrastruktur Sirkuit dan Asuransi Formula E Â Â Â Â Â Rp 394 M
- Persiapan dan Pelaksanaan oleh Jakpro            Rp 306 M
- Sosialisasi                                         Rp 600 M
Padahal bersamaan dengan rencana akan digelarnya balapan mobil listrik Formua E, ketika itu hampir seluruh wilayah DKI Jakarta sedang dilanda musibah banjir yang membutuhkan perhatian begitu besar dari Pemprov DKI Jakarta. Sehingga polemik dua permasalahan itupun kian memuncak saja.
Di satu sisi, Anies Baswedan yang memang selama ini dianggap piawai berargumentasi, tetap ngotot untuk tetap melaksanakan balapan itu dengan salah satu alasan yang seringkali didengungkan kala itu, bahwa Monumen Nasional (Monas) yang dianggap sebagai salah satu ikon kebanggaan kota Jakarta akan menjadi semakin terkenal di dunia. Sehingga  kunjungan wisatawan mancanegara ke Jakarta akan kian bertambah saja.
Sedangkan di sisi lain, masyarakat Jakarta yang sedang prihatin akibat musibah banjir, menganggap Anies Baswedan lebih berpihak kepada segelintir orang berduit daripada kepada rakyat banyak yang sedang menderita.Â
Bahkan ketika itu, Anies pun diduga telah memanipulasi perizinan penyelenggaraan balapan Formula E di kawasan Monas tersebut. Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, menduga Anies telah membohongi publik dengan menyebut  Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) telah menyetujui kawasan Monas digunakan sebagai sirkuit Formula E, padahal kenyataannya ketua TACB, Marjito sendiri mengakui tidak mendapat pemberitahuan ihwal permintaan izin tersebut.
Kontroversi sikap Anies pun ketika itu semakin membuat geram warganya. Betapa tidak, Â saat menyatakan banjir yang melanda wilayah Jakarta justru membuat bocah-bocah menjadi terhibur, lantaran bisa bermain air sesukanya, dianggap sebagai suatu hal yang menyepelekan permasalahan banjir yang selama ini menjadi problema.
Demikian juga ketika pandemi Covid-19 melanda, Â Anies Baswedan menagih dana bagi hasil yang belum dicairkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) saat rapat dengan Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin melalui video conference, Kamis (2/4/2020).Â
Anies berujar, dana bagi hasil tersebut bisa digunakan untuk menangani kasus Covid-19 di Jakarta.
Pemerintah pusat, melalui Menteri Keuangan, Sri Mulyani, langsung menjelaskannya, bahwa masalah dana bag hasil (DBH) pemerintah pusat untuk setiap daerah masih menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Di samping itu sembari pemerintah mempercepat pencairan DBH, pemerintah daerah juga harusnya kooperatif dengan melakukan pemanfaatan anggaran belanja daerah dengan nominal tinggi, seperti halnya anggaran belanja pegawai dan belanja.
Lebih lanjut Bendahara Negara itu menjelaskan bahwa di DKI yang belanja pegawainya tinggi hampir Rp 25 trilliun, belanja barang Rp 24 triliun.
Atas sikap Anies yang dianggap sangat reaktif terhadap DBH itupun dianggap masyarakat selain sebagai sikap yang lancang, juga dianggap sebagai seorang yang tidak pernah mempelajari aturan perundang-undangan yang berlaku.
Sehingga masyarakat pun akhirnya tidak heran apabila elektabilitas Anies Baswedan yang selama ini berada di posisi kedua setelah Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, melorot turun disalip Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.Â
Namun perhelatan Pilpres 2024 masih cukup lama. Sehingga masih ada waktu bagi Anies untuk mengembalikan elektabilitasnya ke posisi sebelumnya, bahkan tidak menutup kemungkinan dapat melebihi elektabilitas Prabowo Subianto, apabila Anies mampu meraih simpati para pendukung Jokowi yang selama ini selalu berseberangan, dan getol mengkritisinya. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H