Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Bingung dan Stres Gegara Saudara Sering Pinjam Uang tapi Sulit Membayar

9 Juni 2020   17:56 Diperbarui: 21 Januari 2022   15:24 4960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Tribunnews.com)

Tahun ajaran baru sebentar lagi akan dilaksanakan. Bagi keluarga yang masih memiliki anak yang akan  baru mulai memasuki sekolah, baik tingkat pra-sekolah setingkat play group, PAUD, dan TK, maupun sekolah tingkat dasar hingga perguruan tinggi, sudah barang tentu merupakan persoalan yang lumayan membuat kepala pusing tujuh keliling dirasakannya.

Hal itu banyak dirasakan oleh keluarga dari golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Apalagi bagi keluarga yang selain hidupnya pas-pasan, ditambah pula dengan sumber penghasilan yang tiba-tiba saja mampet lantaran kena PHK, atawa juga karena kaki lima tempat yang selama ini dijadikan andalan utama untuk mengais rezeki, kena razia satpol PP. 

Sementara itu, uang tabungan yang sejak awal disiapkan untuk kebutuhan anak ketika akan masuk sekolah pada saatnya nanti, sudah beberapa bulan ini tidak ada  lagi di rekening  bank, melainkan malah berpindah di tangan sanak famili . 

Bukan diberikan secara cuma-cuma, melainkan mereka meminjamnya untuk menutupi kebutuhan hidupnya.

Hanya saja, sudah beberapa kali ditagih, saudara yang meminjam itu belum juga mau membayarnya. Padahal sewaktu dulu meminjam nya, ia berjanji tidak akan lama, dan akan segera mengembalikannya. Saban kali ditagih, yang bersangkutan biasanya selalu saja bilang, "Nanti besok, atau sore."

Selalu besok, dan sore. Tapi entah besok atau sore yang mana.

Apa boleh buat. Kita pun bingung dan stres dibuatnya. Betapa tidak, mau ditagih dengan cara yang tegas, tak kuasa; begitu juga sebaliknya, dengan terus dibiarkan hingga yang bersangkutan memiliki kesadaran, dalam kenyataannya malahan sepertinya semakin tak memperdulikan. Cuek bebek saja, seakan lupa dengan yang dulu dijanjikannya.

Memang benar. Hal tersebut cukup dilematis memang. Urusan pinjam-meminjam uang dengan saudara, dan kerabat-keluarga, merupakan salah satu persoalan yang bisa membikin pusing tujuh keliling.

Bagaimanapun timbulnya gesekan, atau terjadinya konflik dengan saudara, dan kerabat-keluarga, yang disebabkan oleh uang, merupakan persoalan yang rumit, dan sulit untuk dipecahkan.

Sebagaimana yang sering kami alami. Terutama dalam hal ini adalah istri saya yang saya anggap memiliki watak tidak suka tegaan. Bisa jadi istri saya itu termasuk orang yang selalu jatuh iba bila melihat dan mendengar penderitaan yang diumbar di depan matanya.

Iya,  setiap kali didatangi saudara maupun teman-temannya yang menghiba minta pertolongan agar diberikan pinjaman uang, sepertinya istri saya itu pantang untuk mengatakan "Tidak", atawa menolaknya. Bahkan kalaupun misalnya tengah bulan tua, dan keuangan keluarga sudah tingkat 'sekarat' misalnya, iapun mencobanya untuk mencari pinjaman kepada pihak lain, dan dirinya sendiri yang menjadi penjaminnya.

Nah, lucu dan jengkelnya adalah bila tiba jatuh tempo. Debitur datang menagih kepada kami. Sementara saudara yang meminjamnya, entah lupa entah belum punya untuk mengembalikan pinjamannya itu, sama sekali belum juga ada kabarnya. Lalu istri saya pun mencoba memberitahukan kalau pemilik uang yang dipinjaminya sudah beberapa kali datang untuk menagih. 

Apa jawabnya? 

"Aduh maaf, kebetulan... bla-bla-bla... (sejuta alasan meluncur dari mulutnya sembari meminta dikasihani)" Istri saya pun kembali dengan tangan hampa. Apa boleh buat, terpaksa utang saudaranya itu harus ditalanginya.

Itulah masalahnya. Dan sepertinya hal seperti itu tidak hanya dialami keluarga kami saja. Tidak menutup kemungkinan semua orang pun pernah juga, atau bahkan sering mengalaminya.

Kebetulan tadi siang, saat saya berselancar di internet, tentu saja, saya menemukan kiat-kiat untuk mengatasi masalah yang sering kami hadapi tersebut. Usai membacanya saya pun mencoba menyampaikannya kepada ibunya anak-anak. Barangkali saja ada gunanya bagi para pembaca, maka saya pun ingin berbagi untuk Anda semua.

Dikutip dari moneyqanda.com, berikut ini tips untuk mengatasi masalah tersebut.

1. Apabila saudara, atau sanak-keluarga menghemat uang, namun mereka mengalami krisis yang tak terduga, misalnya disebabkan sakit yang membutuhkan perawatan, terjadi musibah kecelakaan yang tidak diasuransikan, atau juga bencana alam seperti kena banjir, atau rumahnya tertimpa longsor, kita layak untuk memberi bantuan. Dengan catatan mereka yang kita bantu itu memiliki rekam jejak stabilitas keuangan yang jelas nyata.

Akan tetapi apabila yang bersangkutan (saudara. sanak-keluarga) meminjam uang dikarenakan terlilit utang, dan terjebak dalam pinjaman berbunga tinggi (dari rentenir misalnya) bahkan mengandalkan utang untuk menyambung hidupnya walaupun punya penghasilan tetap, bisa jadi yang bersangkutan sulit untuk membayar pinjaman kepada kita. Lantaran yang bersangkutan dipastikan tidak memiliki keterampilan dalam mengatur keuangan.

Andaikan yang bersangkutan memaksa untuk diberi pinjaman, sebaiknya kita mempersiapkan beberapa pilihan, di antaranya dengan menyiapkan sistem pembayaran (misalnya kontrak perjanjian),  menawarkannya kesempatan untuk mendapat penghasilan tambahan, atau dengan tegas mengatakan kepada yang bersangkutan kata "Tidak". Maksudnya tidak bisa membantunya. Dengan baik-baik, tentu saja.

2. Mungkin saudara, atau sanak-keluaraga yang membutuhkan bantuan itu baru saja di-PHK, sedangkan tabungannya sudah habis untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Bisa jadi dalam kasus seperti ini yang bersangkutan sungguh-sungguh membutuhkan bantuan dalam mengatasi masa sulitnya itu. 

Akan tetapi kita pun harus tetap hati-hati dan waspada. Karena setiap orang memiliki alasan yang bagus, dan muluk-muluk ketika meminjam uang.

3. Apabila peminjam itu sungguh-sungguh membutuhkan uang, namun tidak memiliki jaminan sebagai bentuk kepercayaan, kita pun dapat membantunya dengan memberikan syarat. Dalam hal ini biasanya hal tersebut dianggap suatu hal yang berlebihan seandainya kita mengajukan perjanjian tertulis saat memberikan pinjaman uang kepada saudara, maupun sanak-keluarga yang lainnya, yang masih ada hubungan kekerabatan dengan kita.

Namun sebenarnya hal itu dianggap sebagai sesuatu yang harus dilakukan, selain untuk melindungi diri kita saat menagihnya, juga sebagai bentuk pembelajaran agar yang bersangkutan memiliki suatu kewajiban untuk mengembalikan pinjaman uangnya.

oleh karena itu, pada saat mengajukan perjanjian tersebut, yang bersangkutan harus menyetujui untuk membayar lunas (paling tidak sebagian) utangnya itu dalam jangka waktu yang telah disepakati. 

Memang cara ini mungkin saja merupakan suatu hal yang kurang, bahkan tidak nyaman bagi bangsa Indonesia yang cenderung punya sikap tepo seliro dalam budayanya. Namun apabila cara lain tidak bisa dilakukan lagi, apa boleh buat cara inipun harus dilakukannya. 

4. Apabila keadaan keuangan kita sedang dalam keadaan kurang baik, saat bulan tua misalnya, menolak permintaan utang merupakan cara terbaik sebenarnya, daripada harus menimbulkan persoalan baru - sebagaimana pernah dialami istri saya. 

Tidak perlu berpura-pura, dan berdusta. Katakanlah yang sesungguhnya. "Saya sendiri sedang mengalami kesulitan. Karena anak mau menghadapi tahun ajaran baru misalnya, oleh karena itu maaf kali ini saya tidak bisa membantu."

Memang sudah bukan sesuatu yang aneh lagi, biasanya manakala kita menolak untuk memberikan pinjaman, maka reaksi yang akan kita terima dari yang bersangkutan merupakan suatu hal yang kurang menyenangkan. Tapi daripada akan menimbulkan permasalahan ke depannya, lantaran sulit membayar utangnya,  kemungkinan besar hubungan kekeluargaan pun akan rusak karenanya. Sehingga say No, atawa mengatakan tidak, menjadi pilihan terbaik untuk mengatasinya. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun