Akibat pandemi global Covid-19, maka berdasarkan keputusan Menteri Agama RI, pelaksanaan ibadah haji untuk tahun ini akhirnya terpaksa harus dibatalkan.Â
Tapi ternyata pembatalan untuk menunaikan rukun Islam yang kelima bagi umat Islam di tahun ini tersebut, bukan baru untuk kali pertama.Â
Berdasarkan data The Saudi King Abdul Aziz Foundation for Research and Archives yang dirilis pada Maret, ibadah haji pernah 40 kali ditiadakan dalam sejarah peradaban manusia, dengan alasan beragam, mulai dari perang sampai wabah penyakit menular.
Pada 1814, Kerajaan Arab Saudi dilanda wabah thaun , yang juga melanda Mekah dan Madinah sehingga Ka'bah harus ditutup sementara.
Lalu tahun 1831, ada wabah dari India, yang dicurigai adalah kolera, dan bertepatan dengan pelaksanaan ibadah haji. Periset mencatat setidaknya 75% jemaah haji meninggal dunia dan pelaksanaannya dihentikan di tengah jalan.
Kolera kembali ditemukan di Arab Saudi pada 1846-1892, dan haji pun batal dilaksanakan pada 1850, 1865, dan 1883.
Ibadah haji sempat dilaksanakan pada 1864, namun menelan 1.000 korban jiwa per harinya karena terjangkit kolera.
Pada 1987, wabah meningitis menyambangi ibadah haji dan penyebaran penyakit ini menginfeksi setidaknya 10.000 peserta haji.Â
Melihat catatan sejarah di atas tadi, betapa untuk mendapatkan kesempatan untuk menunaikan perintah Allah SWT begitu banyak rintangannya.Â
Sudah siap lahir dan batin untuk berangkat pun, ternyata gegara virus Corona yang sekarang ini sedang melanda hampir di sebagian besar belahan dunia, ahirnya urung terlaksana.
Apa boleh buat. Sabar dan ikhlas dalam menerima kenyataan, adalah cara yang paling baik dan ampuh untuk menghadapinya. Bahkan siapa tahu di balik semua itu ada hikmahnya juga. Bukankah Allah yang maha kuasa seringkali memberikan banyak kejutan bagi makhlukNya dari balik tabir suatu peristiwa?
Sebagaimana halnya urang Sunda sekarang ini, mungkin saja tidak akan banyak yang menganut agama Islam, dan mampu menunaikan rukun Islam yang kelima, apabila di masa yang silam - pada jaman tempo doeloe, tidak ada latar belakang sejarah yang menjadikan warga di bumi Parahyangan ini menjadi pengikut ajaran Muhammad Saw tersebut.
Berawal dari perpustakaan juga, ahirnya penulis menelusuri, mencari jawaban, siapa urang Sunda yang pertama menganut agama Islam, dan yang pertama kalinya menunaikan ibadah haji itu? Â
Dimulai dari buku Sejarah Jawa Barat, yang ditulis almarhum Drs Yoseph Iskandar, dan diterbitkan oleh CV Gegersunten, disambung kemudian dengan buku berbahasa Sunda yang berjudul "Tanjeur na Juritan Jaya di Buana" karya Drs Yoseph Iskandar juga, seakan-akan telah memaksa penulis untuk tenggelam lebih dalam lagi mencari kesahihan dari sejarah itu.
Selain dari dua buku yang disebutkan di atas, dari beberapa buku sejarah karya ilmiah para akademisi yang menggali sejarah yang terkait dengan perihal yang sedang dibahas ini, seperti dalam buku "Cirebon dalam Lima Zaman: Abad ke-15 hingga Pertengahan Abad ke-20" yang ditulis sejarawan A Sobana Hardjasaputra, dan juga dalam "Sejarah Perkembangan Islam di Jawa Barat" yang ditulis oleh Nina H. Lubis dkk, semuanya sepakat bahwa urang Sunda pertama yang menganut agama Islam, dan yang pertama kali menunaikan ibadah haji, tak lain nyatanya masih sekeseler, atawa masih satu keluarga dengan  raja Linggabuana,dari kerajaan Sunda-Galuh. Tepatnya cucu dari Prabu Bunisora Suradipati, dan putra Prabu  Kuda Lalean, yaitu yang berjuluk Haji Purwa.Â
Adapun nama Purwa itu sendiri merupakan kata yang berasal dari bahasa Sansekerta yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), artinya adalah mula-mula; permulaan.
Sehingga dalam hubungan kekeluargaan antara Prabu Niskala Wastu Kencana, yang saat itu telah menjadi penguasa kerajaan Sunda-Galuh dengan Haji Purwa adalah merupakan saudara sepupu.Â
Berdasarkan sejarah, dan ditandai dengan banyak peninggalan yang sampai saat ini masih bisa disaksikan, ibukota kerajaan Sunda-Galuh tersebut terletak di Astana Gede, kecamatan Kawali, kabupaten Ciamis, Jawa barat.
Haji Purwa yang sebelumnya bernama Bratalegawa, meskipun merupakan keturunan dari suatu kerajaan, yang biasanya ikut serta mengabdi dalam kerajaan tersebut, bahkan bagi seorang Bratalegawa tidak menutup kemungkinan untuk menjadi Mahapatih dari Prabu Niskala Wastu Kencana, akan tetapi dalam kenyataannya Bratalegawa lebih memilih untuk menjadi seorang pedagang yang berniaga hingga ke mancanegara.
Dari perjalanannya itu pula, Bratalegawa tertarik mempelajari Islam pada saat melakukan perjalanan dagang ke India. Saat itu dirinya masih seorang Hindu yang taat. Namun perkenalannya dengan banyak pedagang dari tanah Arab, membuat dirinya perlahan mencoba mengenal lebih dalam agama yang baginya masih asing tersebut.
Bratalegawa kemudian menikahi seorang wanita Muslim dari Gujarat, bernama Farhana binti Muhammad. Keduanya lalu memutuskan pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah kembali, Bratalegawa mengganti namanya menjadi Haji Baharudin al-Jawi.
Itulah sekelumit sejarah ringkas tentang siapa urang Sunda yang pertama kali menganut agama Islam, dan yang menunaikan rukun Islam yang kelima.
Bisa dibayangkan, bagaimana di masa itu perjalanan dengan berlayar mengarungi samudera yang jauhnya satungtung deuleu, atawa sejauh mata memandang, di bawah gulungan ombak besar yang menghantam, dan belum lagi dengan adanya gangguan para perompak yang mengincar harta  serta barang dagangan, ditambah lagi dengan bahtera perahu yang bisa jadi masih begitu sederhana.
Konon, menurut sahibul hikayat perjalanan dari tanah Sunda ke Mekah pada saat itu, bisa memakan waktu dua tahun lamanya.
Sehingga kita yang hidup di era industri 4.0 sekarang ini, untuk menunaikan ibadah haji di Tanah Suci, sudah bukan suatu hal yang sulit lagi sebagaimana Haji Purwa.
Oleh karena itu, apabila di tahun ini calon jamaah haji Indonesia gagal menunaikannya lantaran pandemi Covid-19, tak perlu lagi untuk nyinyir menyalahkan pemerintah, melainkan harus diterima dengan hati yang sabar dan ikhlas. ***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI