Tadi pagi esok hari atau lusa nanti
Garuda bukan burung perkutut
Sang saka bukan sandang pembalut
Dan coba kau dengarkan
Pancasila itu bukanlah rumus kode buntut...
Satu bait cuplikan lagu "Bangunlah Putra Putri Pertiwi" dari penyanyi legendaris Iwan Fals di atas, seakan menggedor dada yang seringkali alpa, bahwa Indonesia masih memiliki senjata ampuh untuk merawat keutuhan hidup berbangsa dan bernegara.
Terus terang, setiap kali memutar lagu "Bangunlah Putra Putri Pertiwi" saya merasa diingatkan, bahwa Pancasila sebagai way of life, dan bukanlah kode buntut.
Begitu pula  bendera sang saka merah putih, dan burung  Garuda merupakan  kebanggaan yang harus tetap di dirawat oleh setiap warga negara Indonesia dalam menjalani hidup berbangsa yang penuh dengan keberagaman dari mulai budaya, suku, agama, bahasa, dan masih banyak yang lainnya.
Dengan lirik yang sederhana, tapi begitu dalam maknanya, bisa jadi bukan hanya saya saja, melainkan jutaan orang yang pernah mendengarnya, terutama mereka yang bergabung dalam kelompok penggemar, atawa fans Iwan Fals yang bernama Oi (Orang Indonesia), akan ikut merasa diingatkan, dan dituntut untuk agar senantiasa merawatnya.
Terbukti mereka yang tergabung dalam wadah Oi yang jumlahnya diperkirakan hampir mencapai 30 jutaan itu seringkali terlibat dalam kegiatan aksi sosial, seperti donor darah, atau juga penghijauan kembali lahan yang telah rusak.
Sama sekali belum pernah terdengar melakukan protes aksi unjuk rasa di di jalanan. Padahal kebanyakan dari mereka adalah manusia yang hidupnya bergerak di jalanan.
Oleh karena itu sosok yang di masa mudanya selalu tampil urakan ini, sudah selayaknya mendapatkan kehormatan, atawa paling tidak mendapat penghargaan dari pemerintah. Bahkan kenapa tidak kalau Iwan Fals didaulat untuk menjadi Duta Pancasila, agar semakin lebih membumi lagi di bumi Pertiwi ini.
Bagaimanapun kiprahnya dalam bermusik bersama fans club-nya yang tergabung dalam Oi selama ini, jiwa nasionalisme, dan kecintaannya terhadap Indonesia sudah terbukti secara kasat mata.
Bahkan seandainya saja Iwan Fals berniat untuk mendirikan sebuah partai politik, sepertinya akan sangat mudah, dan tak butuh modal besar - sebagaimana yang selama ini dilakukan para petualang politik di negeri ini.Â
Hanya saja Iwan dan Oi sejauh ini tampaknya tidak berselera untuk bermain di ranah politik yang penuh dengan intrik. Mereka cenderung, dan lebih memilih bergerak di bidang sosial, budaya, dan lingkungan hidup saja dalam upaya mewujudkan keutuhan berbangsa dan bernegara di NKRI ini.
Tampaknya boro-boro mendirikan parpol, ditawari jadi caleg saja oleh beberapa parpol yang mendekatinya, Iwan tak juga bergeming. Dia ajeg dengan caranya sendiri dalam melestarikan bhinneka tunggal ika dalam hidup berbangsa dan bernegara di tanah air tercintanya ini.
Tapi lain halnya dengan yang satu ini. Selalu saja banyak pihak yang bertanya-tanya dengan sosok Habib Rizieq Syihab (HRS), Imam besar Front Pembela Islam (FPI), yakni sebuah organisasi massa yang berbasis di dalam keagamaan, dikabarkan saat mengambil S3 di University of Malaya tesisnya berjudul 'Pengaruh Pancasila terhadap Penerapan Syariat Islam di Indonesia'.Â
Adapun yang jadi pertanyaan, sejauh mana HRS dan FPI menerapkan Pancasila di dalam dakwah maupun kiprah gerakan mereka selama ini?
Bahkan pertanyaan yang sampai saat ini menggantung, kenapa HRS menyodorkan tesis tentang Pancasila di negeri Jiran. Sebab mana mereka (para pengujinya) faham Pancasila, lantaran dasar negara Malaysia dengan Indonesia jelas-jelas jauh berbeda.
Tapi sudahlah. Pertanyaan di atas bisa di jawab oleh mereka yang masing-masing memiliki persepsi dan pendapat yang berbeda-beda. Sebagaimana juga kehidupan di negeri ini juga, yang bhinneka tunggal ika.Â
Asal jangan kebablasan saja. Dan tetap mengedepankan ketuhanan yang maha esa, Â kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, serta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Iya butir-butir Pancasila yang lima dasar itu. Selain harus dihafalkan, pastinya harus diamalkan juga dalam keseharian kita.
Bahkan suatu ketika, Iwan Fals pun sepertinya memiliki rasa rindu juga kepada HRS yang telah bermukim lama di negeri Saudi Arabia. Iwan Fals menanyakan kapan HRS akan pulang.
Tampaknya Iwan Fals dan HRS berteman juga, ya ? Baguslah itu. Tokh, kita ini berbangsa dan bernegara yang sama. Tidak ada gap, dan jurang pemisah di antara siapapun juga. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H