Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Hilal Telah Tampak, Tapi Aku Masih di Sini

23 Mei 2020   17:02 Diperbarui: 23 Mei 2020   17:01 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (pexels/cottonbro)

Hilal telah tampak, demikian dikatakan pembaca berita di layar televisi sore tadi. Sesuai hasil sidang Isbat Kementerian Agama bersama para ahli dari BMKG, MUI, NU, dan Muhammadiyah, hari raya Iedul Fitri 1 Syawal 1441 H jatuh pada hari Minggu. 

Artinya Lebaran tahun ini dilaksanakan besok hari, dan puasa hanya tinggal satu hari ini lagi saja.

Sedang apakah anak dan istriku sekarang di kampung halaman?

Sungguh. Pertanyaan itu senantiasa muncul dalam pikiran. Sehingga membuat shalat pun tak khusyuk lagi. Begitu juga saat berbuka puasa, wajah-wajah mereka terbayang terus di depan mata.

Walapun dalam video call terahir kemarin siang istriku mengatakan ikhlas jika lebaran kali ini tidak berkumpul sebagaimana lebaran-lebaran sebelumnya, namun di balik senyumannya di layar handphone sekilas aku menangkap kemurungan dari sorot matanya.

Demikian juga dengan Alina, putri semata wayang kami. Di usianya yang baru enam tahun, meskipun dia selalu mengatakan papanya ini sedang berjuang demi dirinya di tempat yang jauh ini, di Jakarta ini, dan selalu mengatakan, "Asal jangan lupa peluk cium buat Alina dan Mama biarpun dari jauh juga," yang biasanya aku rasakan sebagai pemantik api semangat hidup, kali ini justru kumaknai sebaliknya.

Kalimat yang selalu dikatakan puteri semata wayang kami, itu sebagai suatu ungkapan kekecewaan seorang anak terhadap ayahnya yang selalu jauh dan lama meninggalkannya.

Apalagi dengan lambaian tangan terahirnya saat kami hendak menutup percakapan, di mataku yang terbayang telunjuk mungilnya  itu seolah menuding ke arah wajahku sebagai seorang ayah yang tak berperasaan.

Semua karena Covid-19. 

Ambyar sudah semua yang kami rencanakan jauh hari sebelum virus corona mewabah di negeri ini.

Seperti lebaran-lebaran sebelumnya, lebaran kali ini rencananya yang djbicarakan sejak jauh hari, akan kami rayakan bersama istri dan anak semata wayang kami. Usai bersilaturahmi dan sungkeman kepada kedua orang tua kami, kami bertiga akan berwisata ke pantai Cipatujah.

Pantai laut Selatan di wilayah Tasikmalaya yang memanjang hingga Parigi yang masuk wilayah Pangandaran, tidak seramai Pangandaran, bahkan masih perawan.

Saat kusodorkan beberapa destinasi wisata pada istriku dan Alina, puteri semata wayang kami langsung menjatuhkan pilihannya pada pantai Cipatujah.

Sepertinya Alina pun sama denganku. Ingin betul-betul menikmati libur lebaran kali ini hanya bertiga saja. Tanpa gangguan sesiapapun juga.

Bisa jadi Alina ingin menikmatj kedekatan denganku tanpa ada orang lain yang mengganggu.

Hanya saja rencana tinggal rencana. Sampai hari ini aku masih di sini. Di kota Jakarta ini. 

Esok haripun saat lebaran, mungkin aku masih di sini. Dalam kesendirian. Dalam berbagai perasaan yang bermuara pada ketidakmengertian.

Entah kapan pandemi ini ajan berahir. Entah kapan aku akan pulang ke kampung halaman. Dan entah kapan aku dapat berkumpul dengan anak dan istriku.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun