Terus terang, sebenarnya aku kurang tertarik dengan event lomba nulis yang menawarkan hadiah dengan nilai uang yang lumayan wah! Bagi pemenangnya, tentu saja.
Lantaran beberapa kali mengikuti event, semisal yang sering diselengarakan Kompasiana, belum pernah sekalipun tulisanku tampil sebagai pemenangnya.Â
Awalnya aku menuding juri tidak obyektif dalam menilainya. Bahkan bisa jadi ada praktik curang dalam penilaiannya. KKN-lah, atawa mungkin pula punya hati julid terhadap diriku ini.
Tapi pikiran semacam itu segera kuenyahkan. Â Aku berusaha untuk positif thinking. Dan mencoba untuk melihat siapa sih diriku ini yang sesungguhnya. Maksudnya introspeksi diri, dan menelanjangi diri dengan resiko apapun yang bakal terjadi di kemudian hari.Â
Sepertinya memang aku belum layak untuk mengikuti lomba dalam skala kecil sekalipun juga. Lomba menulis tentunya. Lantaran kemampuan, dan keterampilan dalam menulis, meskipun telah cukup lama aku tak henti menulis, tokh nyatanya masih banyak kekurangannya. Kalau diibaratkan dengan perkembangan hidup manusia, bisa jadi aku ini masih juga seperti seorang bayi yang kesulitan untuk berkata-kata. Sekalipun tidak sampai bisu dan gagu juga.
Oleh karena itulah, kuputuskan untuk memadamkan hasrat manakala ada iklan, atau juga pengumuman suatu event, atau lomba menulis yang mengiming-imingi hadiah lumayan besar bagi pemenangnya.
Biarlah aku akan tetap menulis apa adanya. Dan lomba-lomba itu untuk diikuti oleh mereka- para penulis yang telah sempurna keterampilannya.
Untuk menghiburnya, kupegang quotes seorang Buya Hamka saja.Â
"Menulislah dan biarkan tulisanmu mengikuti takdirnya."
Ya, bila tulisanku banyak yang membacanya, syukur Alhamdulillah. Sebaliknya kalau satu dua orang, bahkan tak seorang pun yang sudi meliriknya, aku harus berlapang dada. Lantaran memang telah takdirnya tulisanku harus begitu adanya.
Akan tetapi menulis pun tetap saja membutuhkan dana yang tak sedikit juga. Terkebih lagi menulis di jaman teknologi digital sebagaimana yang terjadi sekarang ini.Â
Pena dan kertas sudah tak dibutuhkan lagi memang. Yang harus disediakan seorang penulis jaman now, kalau tidak laptop, gawai serupa tilpon pintar, merupakan alat yang wajib disediakan.
Belum lagi cukup tersedianya kuota pulsa internet yang tetap harus ada, dan semua itu menuntut tersedianya dana yang lumayan besar.
Selain itu, yang namanya benda produk manusia, usianya pun terbatas juga. Malahan biar masih belum lama digunakan, bisa saja suatu ketika akan mengalami kerusakan.
Sebagaimana laptop yang selama ini setia menemaniku, entah kenapa sering lemot, rewel, dan sampai akhirnya sama sekali sudah tidak bisa digunakan lagi. Dan terpaksa harus nebeng, pinjam laptop orang yang juga tak pernah berhenti digunakan.
Sehingga kalau ingin tetap eksis, dan terus menulis, kalau tidak diperbaiki, ya musti diganti dengan laptop yang baru. Dan untuk itu harus tersedia dana yang lumayan besar jumlahnya.
Apa boleh buat. Untuk memiliki uang yang nolnya saja hingga enam digit dan ankanya mulai lima sampai puluhan itu, bagiku yang cuma seorang tua pengangguran tidaklah semudah membalikan telapak tangan, dan sungguh memusingkan juga memang.
Lalu, harus bagaimana aku mendapatkannya?
Saat menjelang Ramadhan, lagi-lagi Kompasiana menghadirkan microsite THR (Tebar Hikmah Lebaran) dengan menyediakan hadiah yang menggiurkan. Seperti sala satunya adalah program Samber (Satu Ramadhan bercerita), yakni event menuli secara marathon saban hari selama Ramadhan.
Andaikan saja... Ya, andaikan saja aku mengikuti event tersebut, dan tampil sebagai pemenang, hadiahnya sudah pasti akan kubelikan laptop baru - sebagaimana yang selama ini diangankan.
Tapi bukankah selama ini pun dalam setiap event tak pernah terpilih sebagai pemenangnya, dan sudah tak akan lagi mengkutinya kalau cuma disuruh menelan kekecewaan belaka.
Tapi uang hadiah yang besar itu sungguh-sungguh aku butuhkan!
Aha. Sepertinya aku memang kesengsem juga untuk ikutan. Dan apapun yang terjadi, kiranya tetap harus kucoba juga lagi. Lantaran itu tadi, aku ingin memiliki alat bantu menulis pengganti yang kumiliki, tapi sudah tak bisa digunakan lagi.
Lalu kalau kembali tak terpilih sebagai pemenang, sebagaimana biasanya?
Nah, inilah barangkali yang harus kembali diperbaiki. Â Niat, dan motivasinya.Â
Sebaiknya jangan terlalu banyak berharap, dengan tujuan untuk melatih diri dengan menulis saban hari saja, paling tidak sekalipun harus pinjam punya orang, aku masih tetap bisa menulis, dengan tema yang telah dipandu admin tentunya.
Sehingga dengan demikian kalau tokh harus ditakdirkan tak jadi pemenang sebagaimana biasanya, kekecewaanku tak lagi begitu berat dirasakannya (Sudah lempar handuk euy!). ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H