Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jawaban Menohok Machfud Md terhadap Wacana Pembebasan Napi korupsi

5 April 2020   11:24 Diperbarui: 5 April 2020   11:36 1477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, beberapa waktu lalu mewacanakan pembebasan 30.000 narapidana, dan sebagian narapidana kasus korupsi untuk mencegah penyebaran Covid-19 di dalam penjara.

Hal itu diungkapkannya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI yang digelar virtual, Rabu (1/4/2020) lalu. 

Publik pun terperangah, dan bertanya-tanya dengan sikap seorang menteri di Kabinet Indonesia Maju ini. Terlebih lagi selama ini kasus kejahatan korupsi dianggap sebagai extra ordinary crime, atawa kejahatan luar biasa. 

Sehingga kemudian tudingan telah melukai rasa keadilan pun diarahkan kepada kader PDIP yang satu ini. 

Terlepas alasan yang dikemukakannya kemudian sebagai wujud dari rasa kemanusiaan, dianggap sebagai dalih yang mengada-ada saja. 

Dugaan miring lain yang muncul, karena mungkin saja di antara para koruptor yang selama ini sedang menjalani hukuman dalam lembaga pemasyarakatan merupakan kawan dekat Menkumham sendiri. 

Barangkali hal tersebut dipicu oleh kasus suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan yang dilakukan kader PDIP, Harun Masiku yang hingga sekarang tidak jelas jejak rimbanya. Sementara dalam kasus suap tersebut, publik menduga Yasonna Laoly ikut berperan-serta.

Selain itu, selama ini publik pun banyak yang mengetahui,  para terpidana korupsi yang jadi penghuni lembaga pemasyarakatan dianggap tidak sebanyak narapidana kasus kejahatan yang lainnya. 

Bahkan andaikan saja para koruptor itu dilepasbebaskan, tidak menutup kemungkinan malah akan tertular virus corona yang dikhawatirkan Yasonna. 

Sebaliknya bila mereka tetap berada di dalam kamar tahanan, justru akan aman-aman saja, karena secara tidak langsung social distancing yang sedang digalakkan pemerintah merupakan kebijakan yang sudah tepat bagi mereka, para koruptor tersebut. 

Ruang tahanan napi koruptor belum penuh sesak sebagaimana ruang tahanan narapidana umum lainnya.

Bahkan apabila kemudian Menko Polhukam, Machfud Md, menyatakan bahwa wacana yang diungkapkan Menkumham, Yasonna Laoly, lantaran ada usulan aspirasi dari masyarakat, publik menilai pernyataan Machfud Md  sebagai sesuatu hal yang ambigu.

Benar, hal tersebut benar-benar membingungkan publik. Terutama mereka yang selama ini mendukung pemberantasan korupsi di negeri ini. 

Sehingga wajar bila mereka pun kemudian bertanya-tanya, aspirasi masyarakat yang mana yang menginginkan para napi koruptor dibebaskan, kalau bukan masyarakat dari keluarga, dan rekan koruptor itu sendiri. 

Sementara kemudian Machfud mengatakan, saat ini pemerintah tidak memiliki wacana untuk memberikan remisi kepada napi koruptor, teroris, dan bandar narkoba, di sisi lain publik pun untuk sesaat bernafas lega. 

Bisa jadi pernyataan Menko Polhukam tadi cukup menohok bagi wacana yang diungkap Yasonna Laoly. 

Hanya saja yang jadi pertanyaan, apakah Presiden Jokowi sendiri akan menanggapi pernyataan Machfud Md, atawa justru lebih menuruti wacana Yasonna Laoly? Itulah masalahnya. 

Lantaran publik pun menilai Presiden Jokowi selama ini sepertinya tidak pernah terusik oleh sikap kontroversi yang seringkali dilakukan menteri yang juga kader PDIP ini. 

Bahkan ancaman yang pernah diungkapkan Jokowi terhadap para menteri yang membuat visi dan misi sendiri saat pelantikan jajaran menteri dalam Kabinet Indonesia Maju tempo hari, sepertinya tidak mempan terhadap Yasonna Laoly. 

Termasuk juga ketika digulirkannya revisi UU KPK, walaupun banyak ditentang oleh masyarakat, karena dianggap mengebiri pemberantasan korupsi, dan tuntutan kepada Presiden untuk menerbitkan Perpu sama sekali tidak dipedulikannya, dianggap salah satu bukti, Jokowi lebih mendengar bisikan Yasonna daripada rakyat sendiri. 

Sehingga sekarang ini pun, walaupun Machfud Md telah memberikan jawaban yang melegakan, namun publik pun pesimistis dengan pernyatan Menko Polhukam tadi. Lantaran tidak menutup kemungkinan di kemudian hari wacana Menkumham untuk membebaskan napi korupsipun akan menjadi kenyataan. 

Sebagaimana juga revisi UU KPK. Sekarang ini publik pun melihat KPK cuma seperti macan ompong saja. Bahkan dianggapnya lembaga antirasuah itu sudah mati suri. Dengan entengnya Menkumham berkilah kalau revisi UU KPK merupakan usulan dari anggota Dewan belaka.

Sebagaimana penanganan kasus suap dengan tersangka kader PDIP, Harun Masiku itu yang entah kabur kemana, dan membuat KPK pun seperti tak berdaya.

Termasuk juga pernyataan beda karakter dan watak warga yang tinggal di Tanjung Priok dengan warga yang berada di daerah Menteng tempo hari. 

Menkumham Yasonna Laoly memang beda. Tak pernah bergeming sejengkalpun.  Tampaknya Jokowi sendiri segan menghadapi menterinya yang satu ini. 

Apakah karena Bapak Menteri Yasonna Laoly paling pinter, dan pakar hukum paling mumpuni, sehingga banyak rakyatnya yang tidak mengerti, karena memang mereka masih bodoh, dan buta soal hukum yang berlaku di negeri ini?

Entahlah, penulis sendiri merasa heran, dan sama sekali tak mengerti. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun