Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pemberlakuan PSBB, Ada Kontradiksi Ketegasan Polri?

2 April 2020   20:25 Diperbarui: 2 April 2020   20:38 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi sudah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai alternatif dalam pencegahan pandemi COVID-19 agar tidak semakin banyak lagi warga yang menjadi korban. 

Bisa jadi kebijakan pemerintah tersebut merupakan pilihan yang terbaik, berdasarkan pertimbangan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan bangsa dan negara.

Akan tetapi terlepas dari apa pun pilihan pemerintah, sudah seharusnya di dalam pelaksanaannya pemerintah jangan sampai gamang dan setengah-setengah. 

Terutama bagi jajaran aparat keamanan di lapangan, dalam hal ini kepolisian Republik Indonesia (Polri), selain telah dibekali prosedur tetap (protap), atawa standar operasional prosedur (SOP), sikap tegas pun sudah semestinya diterapkan tanpa pilih bulu lagi.

Sebagaimana yang beberapa hari lalu viral di media sosial. Ketegasan Kapolsek Kaliwates, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kompol Edy Sudarto patut mendapat acungan jempol. Tanpa kompromi lagi, Edy Sudarto membubarkan kegiatan arisan yang tengah digelar sekelompok guru Madrasah Ibtidaiyah (MI). 

Demikian juga di tempat lain banyak kegiatan yang sifatnya mengumpulkan orang banyak, seperti misalnya acara pernikahan, orang yang kongkow-kongkow di kafe, atawa juga kegiatan insidentil lainnya, langsung diperingatkan, dan dibubarkan pihak aparat keamanan. 

Bisa jadi ketegasan anggota Polri dalam mengatasi sikap ngeyel, maupun pembangkangan setiap warga atas himbauan pemerintah agar melaksanakan social distancing dan physical distancing, selain karena memang merupakan tugasnya, juga lantaran dibekali oleh maklumat Kapolri yang antara lain berbunyi: kegiatan perkumpulan massa yang dapat dibubarkan di antaranya kegiatan konser musik, pekan raya, festival, bazaar, pasar malam, paeran, dan resepsi keluarga.

Hanya saja publik kemudian dikejutkan dengan beredarnya kabar berita tentang resepsi pernikahan yang digelar oleh seorang anggota polisi. Dalam hal ini adalah Kapolsek Kembangan, Jakarta Barat, Kompol Fachrul Sudiana. Sehingga publik menganggap Kapolri telah kecolongan, dan ternyata ada oknum anggota polisinya yang bersikap ngeyel, bahkan tidak mentaati perintah atasannya.

Sumber: Kompas.com
Sumber: Kompas.com
Publik pun semakin terkejut lagi, dan juga keheranan dengan sanksi yang diberikan Polri terhadap Fachrul Sudiana kemudian.  Betapa tidak, setelah dicopot dari jabatannya sebagai Kapolsek, yang bersangkutan kemudian dimutasi ke bagian analisis kebijakan di Polda Metro Jaya. 

Hal itu dianggap publik bukanlah sebagai sanksi bagi suatu pelanggaran ketidakdisiplinan. Terlebih lagi di tengah situasi darurat yang disebabkan pandemi COVID-19 sekarang ini. 

Bahkan publik menganggap suatu sikap yang kontradiksi dengan sikap polisi terhadap warga sipil, sebagaimana Kapolsek Kaliwates sebelumnya terhadap sekelompok guru MI. Sehingga muncul kemudian anggapan publik bahwa Polri  telah bersikap tidak adil. 

Dalam kenyataannya, baik kelompok guru MI di kecamatan Kaliwates, maupun Kompol Fachrul Sudiana sama-sama telah bersikap mengabaikan terhadap aturan yang telah diberlakukan.  Akan tetapi sikap dan sanksi yang diberikan kepada seolah-olah ada diskriminasi. 

Dengan viralnya video teguran keras Kapolsek Kaliwates terhadap kelompok guru MI, di satu sisi memang suatu sikap aparat tegas yang patut mendapat pujian. Akan tetapi di sisi lain, mungkin saja para guru itupun merasa telah dipermalukan, dan mendapat hukuman sosial. 

Sedangkan sanksi yang dijatuhkan kepada Kompol Fachrul Sudiana justru malah dianggap suatu promosi jabatan. Dan itu dianggap sebagai suatu sikap ketidakadilan.

Sebagai petugas yang berada di garda depan, seharusnya pihak kepolisian lebih tegas lagi terhadap anggotanya yang melakukan pelanggaran. Selain memberikan efek jera kepada pelakunya, juga paling tidak memberikan shock therapy terhadap masyarakat sipil agar lebih taat lagi dalam melaksanakan aturan yang telah diberlakukan.

Karena bagaimanapun, suka maupun tidak suka,  apabila sikap aparat penegak hukum masih bersikap demikian, tak disangsikan lagi kepercayaan publik terhadap Polri pun semakin melorot ke titik paling rendah saja. 

Bukankah sebelum berlaku adil kepada orang lain, akan lebih baik lagi jika terlebih dahulu berlaku adil terhadap diri sendiri? ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun