Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

[Humor] Saking Sudah Kebelet, Ibu Mertuapun Dikira Istri Sendiri

9 Februari 2020   14:53 Diperbarui: 9 Februari 2020   14:47 1509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iustrasi - Sumber: Lifestyle Kompas.com

Tiga bulan di perantauan, untuk mencari nafkah demi keluarga, saat pulang mudik pun ibarat seorang yang sedang berpuasa saat menanti waktu magrib tiba. Untuk berbuka, tentunya.

Sebagaimana yang dialami tetangga sebelah, Kang Asep, demikianlah namanya. Demi mencukupi kehidupan keluarga, dia harus merantau ke kota Jakarta.

Di kota megapolitan yang sekarang ini dipimpin Gubernur Anies Baswedan, saban harinya Kang Asep berjualan tahu, keliling kota, keluar-masuk gang.

Sementara untuk tempat tinggalnya, Kang Asep menempati kamar bedeng yang disediakan pemilik pabrik tahu. Dan berhubung ukuran setiap kamar bedeng itu begitu sempit, terpaksa Kang Asep harus sorangan wae (sendirian saja), tidak bersama anak-istrinya.

Istri dan dua anaknya ditinggal di kampung saja. Untung saja ibu mertuanya yang sudah janda, mau tinggal di rumahnya. Untuk menemani anak dan cucunya selama Kang Asep pergi ke kota.

Sepertinya sudah diatur saja, atawa mungkin ada pertimbangan lain, karena agar bisa membawa cukup banyak uang hasil dari usahanya, Kang Asep hanya tiga bulan sekali saja pulang kampung. Lalu seminggu kemudian, ia pun berangkat kembali ke Jakarta.

Oleh karena itu, sepertinya wajar jika setiap tiba waktunya pulang kampung, Kang Asep ibarat orang yang berpuasa saat menanti waktunya berbuka.

Bisa dibayangkan memang. Tiga bulan lamanya jauh dari istri. Sementara itu di Jakarta saban harinya mata Kang Asep selalu saja disuguhi pemandangan yang membangkitkan rangsangan. Apalagi kalau bukan kaum perempuan yang berpenampilan menggoda iman.namanya juga kota megapolitan.

Apa boleh buat. Selama tinggal di Jakarta Kang Asep harus memendam hasrat kelelakiannya. Bisa jadi tetangga yang satu ini termasuk seorang pria yang setia. Memegang prinsip asa monoloyalitas secara tegas.

"Alhamdulillah, selama di Jakarta tak pernah melakukan hal yang terlarang. Walaupun untuk itu terpaksa harus menjaga hati dan perasaan," ungkapnya di suatu sore. Sehari setelah Kang Asep tiba di kampung.

"Maksudnya?"

"Godaan untuk melakukan perselingkuhan, baik dengan perempuan bayaran, maupun dengan kelas amatiran, selalu saja ada. Bukankah setiap pembeli tahu yang saya jajakan rata-rata kaum perempuan. Tapi kalau sekedar colek-colek, karena sebelumnya ada sinyal, bukan selingkuh 'kan namanya?"

"Asal tidak keterusan saja. Kalau sebatas bercanda sih gak apa-apa. Namanya juga pedagang," sahut saya sekenanya.

"Termasuk sama ibu mertua sendiri ya?"

"Maksud Kang Asep?" tanya saya keheranan. Dalam hati pun langsung ada kecurigaan yang bukan-bukan.

"Kemarin sore, ketika saya tiba di rumah... " katanya.

Sebagaimana diakuinya, ibarat kafilah yang sedang kehausan di padang pasir gurun Sahara saja laiknya, otak Kang Asep penuh dengan fantasi kerinduan terhadap istri tercinta  yang tak terbendung.

Hanya saja susana di dalam rumah terasa begitu sepi. Tak seorang pun yang menyambut kedatangannya.

Akan tetapi Kang Asep sadar. Bisa jadi isrei maupun ibu mertuanya sedang menunaikan salat Asar. Sementara anak-anaknya masih belajar mengaji di madrasah.

Oleh karena itu agar tidak mengganggu yang sedang salat, saat Kang Asep masuk ke rumah dengan cara mengendap-endap. Sekalian ingin membuat sedikit kejutan, pikirnya.

Benar saja. di ruang dalam Kang Asep melihat seseorang sedang bersujud di atas sajadah. Berkain mukena juga. tidak syak lagi kalau yang sedang salat itu adalah sang istri tercinta.

Maka setelah menaruh tas dan barang bawaan lainnya, dengan mengendap-endap Kang Asep langsung menyergap perempuan yang sedang bersujud itu.

"Sudahlah, berhenti dulu salatnya. Nanti kita salat berjamaah berdua. Tapi sekarang ke kamar dulu, Akang sudah gak tahan," dengusnya sambil memeluk tubuh sosok yang sedang bersujud itu dari arah belakang.

"Astaghfirullah... Asep, ini mah emak. Ibu mertuamu. Bukan Nining, istrimu!" kata perempuan yang sedang dipeluknya.

Sontak Kang Asep pun jadi blingsatan. Mukanya yang merah-padam langsung berubah jadi seperti tak berdarah. Malu dan takut disebut menantu kurang ajar, berkecamuk dalam hati Kang Asep.

Untungnya di ruangan itu hanya ada mereka berdua saja. tidak ada pihak ketiga. Apalagi anak dan istrinya. Maka Kang Asep pun buru-buru bersujud di kaki ibu mertuanya. Memohon ampunan, karena bukan disengaja. Karena Kang Asep menyangka yang sedang salat itu adalah istrinya.

Untung pula ibu mertuanya termasuk seorang ibu yang pengertian. Ia pun memaafkan kelakuan Kang Asep. Hanya saja sambil diembel-embeli, "Makanya jangan suka terburu-buru. Untung saja tidak langsung ditembak. Bisa runyam tuh nantinya!"

Kang Asep pun hanya bisa menunduk sambil tersipu.

"Ya, untung saja," kata Kang Asep, tapi cuma dalam hatinya saja. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun