Mang Ujang Mengangguk. "Pastilah."
Kang Emen terdiam. Dalam hatinya berkecamuk bermacam-macam pikiran yang bukan-bukan. Seperti orang dikebiri saja, bisik hatinya. Ia membayangkan, sperma tak lagi disemburkan ke rahim istrinya. Apa tidak akan mengurangi keninkmatan sanggama kalau demikian? Jangan-jangan kalau terkjadi seperti itu, Ceu Tati akan lari mencari lelaki lain, dan dirinya ditinggalkan begitu saja.
"Siap nggak divasektomi?" Mang Ujang membuyarkan lamunannya.
"Nanti saya akan bicara dulu dengan ibunya anak-anak di rumah."
"Memang sebaiknya begitu. Bicarakan dulu dengan istri kita." ***