“Sudahlah, kamu tidak usah ikut melihat ke sana. Kita menunggu di sini saja,” bisik saya padanya sambil menggamit tangannya. Di keremangan cahaya rembulan, anak itu menatap lekat pada mata saya. Saya pun paham.
“Kamu ‘kan masih muda. Belum menikah. Tidak baik melihat hal yang belum waktunya kamu lihat,” saya menjelaskan. Dengan suara perlahan, tentu saja, dan mungkin hanya di dengar olehnya saja.
Lalu kami berdua pun berjongkok di tepi gang. Dan selang beberapa detik kemudian, empat orang yang tadi mengintip suara desahan itu sudah balik lagi sambil menyumpah dan tertawa-tawa.
Kami berdua pun keheranan.
“Wah, kita sudah tertipu. Disangka bakal dapat tontonan film dewasa gratisan, ternyata perempuan itu sedang makan rujak bersama suaminya!” celoteh ketua regu kami sambil terus ngakak, tertawa terbahak-bahak. Maka kami semua juga ahirnya ikut tertawa juga sambil membunyikan kentongan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H