Apa boleh buat, Sabtu malam, alias malam Minggu, bagi saya adalah malam panjang yang terpaksa harus jauh dari ranjang, dan meninggalkan ibunya anak-anak tidur sendirian di dalam kamar. Karena sebagai kepala keluarga, saya malah harus keluar rumah untuk menjaga keamanan kampung kami sepanjang malam.
Apa boleh buat. Hanya saja sebagai warga kampung yang taat, saya memang harus melaksanakan tugas dan kewajiban yang berdasarkan dari hasil musyawarah dan mufakat. Bagaimanapun agar kampung kami tetap aman dan tenteram, maka setiap lelaki yang sudah dewasa diwajibkan untuk melaksanakan ronda malam satu kali dalam setiap minggu secara bergiliran. Dan ketua keamanan kampung telah menentukan jatah tugas siskamling bagi saya adalah Sabtu malam.
Hal itu bisa jadi karena pertimbangan ketua keamanan kampung juga, berhubung besok harinya, yakni hari Minggu saya tidak bekerja sebagaimana biasanya. Sehingga bila selesai menunaikan ronda malam saat waktu subuh tiba, saya bisa tidur sepuasnya tanpa meras takut kesiangan.
Sebenarnya sih bisa juga tidur di pos kamling. Karena setiap saat memeronda berkeliling kampung, tidak semuanya ikut serta. Misalnya saja dalam regu ronda Sabtu malam semuanya ada tujuh orang, maka hanya enam orang saja yang meronda, dan satu orang lagi menjaga pos kamling. Sehingga bagi yang mendapat giliran menjaga pos kamling, baginya ada kesempatan untuk memejamkan mata barang satu sampai dua jam lamanya.
Hanya saja bagi saya sendiri rasanya belum pernah sekalipun tidur di pos kamling itu. Selain tempatnya kurang nyaman, bagi saya tidur sendirian, dan hanya sebentar, sepertinya bukanlah pilihan yang menyenangkan. Sehingga saya lebih suka memilih untuk ikut bersama-sama meronda saja. Terlebih lagi dalam kegiatan seperti itu, kelayapan keluar-masuk gang, terkadang harus mengendap-endap karena takut mengganggu orang yang sedang tidur lelap, sering juga menemukan hal-hal yang di luar dugaan.
Sungguh. Seperti malam minggu kemarin saja, ketika melewati sebuah rumah yang letaknya berbatasan dengan kebun, kami berenam mendengar suara perempuan yang mendesah, dan hampir seperti desisan yang gimana gitu...
Bisa jadi dalam hati kami berenam memiliki dugaan yang sama saat itu. Kemungkinan besar perempuan itu sedang menikmati hubungan suami-isteri. Tengah malam yang sepi-saupi tengah orang banyak sedang terbuai dalam impian, desis dan desah yang demikian berkepanjangan, apalagi yang sedang dilakukan kalu bukan sedang...
Tapi anehnya lagi lampu di dalam rumah itu masih menyala, dan tidak dimatikan sebagaimana biasanya.
“Wah, ini namanya tontonan gratis,” bisik seseorang.
“Sssttt... Jangan berisik!” bisik kepala regu kami sambil berjalan mendekati rumah yang berdinding anyaman bambu itu. Maka sambil mengendap-endap, kami pun mengikutinya.
Kebetulan saya yang berjalan paling belakang, dan kebetulan tepat di depan saya adalah seorang anak muda yang usianya masih 17-an, karena mewakili ayahnya yang malam itu tidak bisa meronda dengan alasan sedang ada urusan, tampak jelas sambil berjalan perlahan, anak muda itu tubuhnya gemetaran tidak karuan.