Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Benarkah Kasus Penodaan Agama Jadi Berkah bagi Basuki T Purnama?

28 Februari 2017   10:50 Diperbarui: 28 Februari 2017   10:56 2149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahok dalam persidangan kasus penodaan agama (sumber: Kompas.com)

Memang magnet kasus penodaan agama dengan terdakwa Ahok begitu menyedot perhatian. Tidak hanya media sosial, media mainstream bertaraf lokal, nasional, hingga internasional pun seolah berpacu untuk paling depan menyiarkan beritanya.

Dari maraknya pemberitaan tersebut, ada yang berkomentar, justru akan menjadi berkah bagi Ahok sendiri, manakala  dirinya bertarung di putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017 yang tak lama lagi akan diselenggarakan.

Argumentasinya, karena sidang tersebut selalu dipublikasikan oleh media massa sehingga masyarakat luas mengetahui duduk permasalahan kasus itu.

Pertanyaannya, apakah dengan demikian akan serta-merta Ahok memenangkan pertarungan itu, dan kembali memimpin Provinsi DKI Jakarta untuk periode 2017-2021?

Sepertinya tidak semudah itu Ahok mampu melenggang kembali menjadi Administrator DKI Jakarta. Rivalnya pun tidak akan tinggal diam untuk menghalanginya.

Ahok yang WNI keturunan, penganut agama minoritas dari sebagian besar warga Jakarta, masih tetap saja menjadi isu empuk bagi penantangnya. Belum lagi sikapnya yang seringkali dicap tidak punya etika, bicara yang kasar, dan terkesan asal ‘njeplak saja, adalah senjata ampuh untuk menghabisi karir mantan Bupati Belitung Timur itu.

Pokoknya dosa-dosa Ahok selama memimpin DKI Jakarta bisa jadi akan melebihi tumpukan sampah di Bantar Gebang sana saking banyaknya. Dari penggusuran warga di bantaran kali Ciliwung, Kalijodo, dan tempat lainnya yang tidak manusiawi, perihal reklamasi teluk Jakarta yang hanya menguntungkan pengusaha kakap belaka, hingga korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras yang dituding telah dikorupsi, serta yang paling gress adalah jadi terdakwa penodaan agama, paling tidak akan membuat warga Jakarta gamang penuh keraguan.

Di dalam hati mereka (warga Jakarta) pun muncul berbagai pertanyaan. Benarkah Ahok telah menista agama, benarkah Ahok tidak berpihak pada rakyat kecil, benarkah Ahok telah melakukan tindak pidana korupsi?

Dalam masalah ini warga Jakarta tidak bisa disamakan dengan mereka yang tinggal di pedalaman. Dalam kegamangannya, warga Jakarta tentu akan dengan cerdas memilah dan memilih calon pemimpinnya.

Melalui media, dan fakta di lapangan, warga Jakarta akan mampu membedakan mana berita yang sesuai fakta, dan mana berita yang sekedar isu belaka.

Demikian juga di dalam menjatuhkan pilihan saat pencoblosan kertas suara di bilik yang disediakan di masing-masing tempat pemungutan suara, apakah warga Jakarta akan menetapkan pilihannya terhadap calon yang bisanya hanya mengkritik rivalnya, dan hanya menjanjikan angin surga belaka, atawa memilih calon yang sudah ada buktinya.

Hal itu memang dikembalikan lagi pada warga Jakarta. Sebab jargon “Karena hanya dalam tempo lima menit saja di bilik suara, malah bisa merugi lima tahun lamanya” telah dimaklumi oleh mereka.

Demikian juga dengan fakta yang terjadi selama ini, pada umumnya watak bangsa Indonesia seringkali jatuh iba, dan berpihak kepada yang teraniaya. Terlepas dari masalah yang membelitnya.

Oleh karena itu, bisa jadi akan menjadi bumerang jika seandainya Ahok terus-menerus diserang dengan cara yang terjadi selama ini, karena justru akan semakin melambungkannya ke posisi yang menguntungkan.

Sehingga pihak Anies-Sandi harus mengubah taktik dan strateginya, jika ingin meraih kemenangan. Sebaiknya di dalam tempo yang singkat ini, paling tidak Anies-Sandi menjanjikan untuk melanjutkan program kerja Gubernur sebelumnya, atawa jika dalam program itu ada kelemahan, kekurangan, dan tidak berpihak pada rakyat banyak, maka akan diperbaiki, dan ditingkatkan kembali supaya lebih baik lagi. Bukannya malah menjanjikan hal yang tidak masuk akal misalnya.

Apalagi jika sekiranya Anies-Sandi malah mau bergandengan mesra dengan Ahok-Djarot, bisa jadi warga DKI Jakarta akan semakin menaruh simpati. Tidak memperlihatkan sebagai petarung yang siap menerkam lawannya dengan penuh rasa dendam dan benci.

Maka tak syak lagi, di dalam hati warga Jakarta yang masih berpikiran waras pun akan muncul komentar : “Sikap santun dan cerdas pasangan Anies-Sandi adalah merupakan fakta yang sesungguhnya, bukan seperti yang diisukan selama ini, sekedar topeng penutup watak yang sebenarnya...”

Begitu.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun