Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Berita Tak Akurat, Jangan Bilang karena Wartawan Juga Manusia

16 Januari 2016   08:30 Diperbarui: 16 Januari 2016   21:47 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi - berita harus akurat (Shutterstock)

Dalam liputan teror bom Thamrin, Jakarta (14/01), ternyata antara satu stasiun televisi dengan yang lainnya dalam informasi yang disampaikannya berbeda-beda. Bukan hanya jumlah korban yang tewas dan luka-luka saja, tapi ledakan bom pun bahkan diberitakannya terjadi di beberapa tempat. Maka masyarakat pun menjadi bingung karenanya.

Apalagi bagi mereka yang kebetulan keluarganya sedang berada di sekitar daerah yang diberitakan itu, misalnya sedang bekerja, berdagang, atawa sekedar jalan-jalan, bisa jadi akan menimbulkan rasa cemas, was-was, dan panik bagi yang sedang menyaksikannya. Jangan-jangan keluarganya yang kebetulan berada di tempat itu ikut pula menjadi korban.

“Menurut Tv One setelah ledakan bom yang mengguncang kawasan Sarinah, disusul dengan ledakan di Slipi, Kuningan, dan Cikini,“ ungkap Mang Tata sambil terus menyeruput kopinya.

“Kalau begitu sama dengan di Indosiar, ” Kang Somad ikut mengamini. “Makanya saya buru-buru ke sini juga karena ingin memastikan kebenarannya kabar tersebut. Lantaran tetangga sebelah rumah, Mak Iti, setelah mendengar berita itu langsung meraung-raung sambil menyebut nama si Toto, anaknya, yang bekerja jadi tukang parkir di Slipi.”

 “Bukan, bukan di sana. Kalau menurut Metro TV mah hanya di Sarinah dan Palmerah saja terjadinya ledakan bom itu,” bantah Jang Dudung.

“Lha, mengapa tidak, Tv One ‘kan lebih tajam dan terpercaya. Itu mah wartawannya saja ketinggalan informasi,” Mang Tata membela pendapatnya.

“Tapi yang saya lihat di Kompas TV dan Berita Satu, teror bom tersebut hanya terjadi di kawasan Sarinah saja,” tukas Pak Idi yang baru saja datang menghampiri mereka yang sejak tadi bersilang pendapat.

“Memang dalam setiap peristiwa yang menjadi perhatian publik – sebagaimana teror bom yang terjadi di Jakarta baru-baru ini, selalu saja ditemukan ‘kejanggalan’ dari media dalam pemberitaannya. Lalu bila terjadi kekeliruan, boro-boro menyampaikan permintaan maaf, meralatnya pun seringkali telat. Itu pun kalau sudah ada teguran dari KPI – yang kewenangannya hanya memberikan sanksi berupa teguran belaka.

Ilustrasi (sumber: obendon.com

Padahal katanya setiap media mainstream yang menyebut dirinya bertaraf nasional itu, rata-rata memiliki kemampuan sesuai persyaratan kaidah jurnalistik. Tepat, akurat, dan terpercaya. Tapi mengapa berbeda-beda, dan malah terkesan tergantung selera siapa pemilik modal di belakangnya?” Jang Ridwan, seorang mahasiswa, anak Pak Lurah, layaknya sedang berorasi, mengeluarkan uneg-unegnya.

“Kalau begitu media yang mana yang layak dipercaya dengan pemberitaannya yang tepat dan akurat sesuai fakta?”

“Sebaiknya kita tunggu saja pengumuman resmi dari pemerintah. Sebab kalau datangnya dari pihak yang berwenang, tidak mungkin akan ada perbedaan lagi infomasi yang disampaikannya,“ saya mencoba menengahi.

“Tapi dalam peristiwa serupa, pemerintah pun kadang-kadang malah terkesan menutup-nutupi fakta yang sebenarnya...,” Mang Tata tampaknya masih membantah.

“Namanya juga manusia atuh, Mang. Tidak ada yang sempurna...,” kata penjaga warung kopi yang sejak tadi sibuk melayani kami.

“Begitulah. Kita seakan tak mampu berdebat lagi bila sudah sampai pada argumentasi yang mengakui titik kelemahan diri kita. Manusia memang tidak ada yang sempurna. Akan tetapi bila hal seperti ini dibiarkan terus begitu, apa kata dunia. Ngakunya aja profesional, paling dipercaya, lalu cuma gitu-gitu juga buktinya?”

“Ya, pindah channel saja. Apa susahnya. Dan jangan pernah dibuka lagi. Kalau bisa hapus dari daptar saluran di pesawat televisi kita. Gitu aja koq repot....” ***

 

 *Serial Obrolan di Warung kopi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun