Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(FR) Besok Shalat Sunat Dimana?

14 Juli 2015   23:50 Diperbarui: 14 Juli 2015   23:50 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika berkhotbah, ustaz Saleh tidak menunjuk langsung terhadap Kang Sarpin memang. Tapi pada siapa lagi omongan ustaz Saleh ditujukan kalau bukan pada dirinya. Karena di kampungnya yang memiliki ternak kambing hanya Kang sarpin seorang. Apalagi ketika itu banyak jamaah yang menoleh ke arahnya. Kang Sarpin merasa dipermalukan, tentu saja. Dan hatinya merasa sakit sampai sekarang. Jadi lebih baik besok shalat sunat Iedul fitri ke masjid lain saja daripada mendengarkan khotbah ustaz Saleh yang sudah dianggap sebagai musuhnya.

Ah, sebaiknya shalat sunat di masjid DKM 3 saja. Biar jaraknya lumayan jauh, tapi telinganya akan merasa aman dan tenteram. Cuma untuk menuju ke masjid DKM 3, Kang Sarpin mau tidak mau harus melewati rumah Mang Juned. Padahal antara keluarga Mang Juned dengan keluarganya sudah dua Iedul Fitri – dengan besok hari berarti menjadi tiga, masih memendam dendam. Alias bemusuhan. Yang jadi akar permasalahannya adalah karena dibatalkannya pernikahan antara anak gadis Kang Sarpin oleh anak bujang Mang Juned. Dan tanpa minta maap sebagaimana mestinya, anak bujang Mang Juned itu tak lama kemudian menikah dengan anak gadis dari kampung sebelah. Melewati di depan rumah keluarga Mang Juned sejak itu seolah diharamkan oleh Kang Sarpin berikut keluarganya. Bagaimanapun sikap keluarga Mang Juned merupakan suatu penghinaan, dan seolah telah menginjak-injak kepalanya. Sepertinya bagi Kang Sarpin tak sudi untuk memaapkan biar sampai tujuh turunan.

Kang Sarpin pun bingung juga karenanya. Tak tahu besok hari akan shalat Ied dimana. Hanya saja yang jelas, tiba-tiba telinganya menangkap suara centang-perenang bersama celoteh suara anak-anaknya. Lalu ketika matanya terbuka, cahaya matahari pagi menyergap langsung wajahnya yang menerobos kaca ruang depan tempat dia berada.

Sesaat Kang Sarpin tersadar. Lalu wajahnya menengadah ke dinding. Tampak jarum jam yang tergantung di sana menunjuk pada angka delapan. Wah ! ***

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun