Mohon tunggu...
Arsualas
Arsualas Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Penulis, penyair, dan penggerak literasi dari Mahakam Ulu, Kalimantan Timur.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

2025 dan Literasi Digital, Apakah Buku Fisik Masih Penting?

23 Januari 2025   04:09 Diperbarui: 23 Januari 2025   04:09 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto remaja sedang membaca buku, sumber: freepik/jcomp)

Di tahun 2025, dunia terus bergerak menuju digitalisasi. Segala sesuatu kini dapat diakses dalam genggaman, termasuk buku. Dengan keberadaan e-book, audiobook, dan aplikasi perpustakaan digital, sebagian orang mulai mempertanyakan, apakah buku fisik masih relevan? Atau sudah waktunya kita meninggalkannya sepenuhnya?

Literasi Digital Mengubah Kebiasaan Membaca

Perkembangan teknologi telah membawa perubahan besar pada kebiasaan membaca. Membaca melalui gawai terasa lebih praktis. Kita dapat mengunduh ribuan buku dalam satu perangkat, membaca kapan saja, dan bahkan menyesuaikan ukuran huruf sesuai kenyamanan.

Selain itu, literasi digital memudahkan akses ke informasi global. Dalam hitungan detik, pembaca dapat menemukan jurnal ilmiah, novel, atau bahkan panduan singkat tentang topik tertentu tanpa perlu pergi ke toko buku atau perpustakaan.Namun, perubahan ini juga membawa pertanyaan besar: apakah semua orang siap untuk sepenuhnya meninggalkan buku fisik?

Mengapa Buku Fisik Tetap Penting

Meski teknologi menawarkan berbagai kemudahan, buku fisik masih memiliki kelebihan yang sulit digantikan:

1. Koneksi Emosional:
Banyak orang merasa lebih terhubung dengan cerita ketika membaca dari halaman kertas. Aroma buku baru, sensasi membalik halaman, dan estetika buku fisik memberikan pengalaman yang berbeda.

2. Ketahanan Akses:
Buku fisik tidak membutuhkan listrik, baterai, atau perangkat elektronik. Di daerah dengan akses internet yang terbatas, buku fisik masih menjadi sumber utama literasi.

3. Nilai Historis dan Estetis:
Buku fisik sering menjadi benda koleksi yang memiliki nilai seni dan budaya. Banyak perpustakaan dan rumah tetap menyimpan buku sebagai bagian dari warisan keluarga.

4. Fokus Membaca:
Membaca buku fisik mengurangi gangguan dari notifikasi atau layar yang berpotensi mengalihkan perhatian.

Tantangan di Era Digital

Namun, buku fisik juga menghadapi tantangan:

Biaya Produksi: Harga buku fisik relatif lebih mahal karena melibatkan biaya cetak dan distribusi.

Lingkungan: Produksi buku fisik memerlukan kertas, yang sering dikritik sebagai ancaman bagi hutan.

Perubahan Kebiasaan: Generasi muda cenderung lebih akrab dengan teknologi, sehingga membaca buku fisik mungkin terasa kurang menarik bagi mereka.

Buku Fisik dan Digital: Bisa Berjalan Bersama

Alih-alih memilih salah satu, mengapa tidak menggabungkan keduanya? Buku fisik dan digital dapat berjalan beriringan. Penerbit dapat menawarkan paket buku fisik yang dilengkapi akses e-book atau audiobook. Dengan cara ini, pembaca memiliki pilihan untuk menikmati keduanya sesuai kebutuhan mereka.

Selain itu, komunitas literasi dapat mendorong keseimbangan antara digitalisasi dan pelestarian buku fisik. Kampanye membaca buku fisik, seperti pameran buku atau program donasi buku ke daerah terpencil, dapat membantu menjaga relevansinya.

Kesimpulan: Literasi untuk Semua

Buku fisik mungkin tidak lagi mendominasi seperti dulu, tetapi itu tidak berarti kehilangan nilainya. Di tengah pesatnya literasi digital, buku fisik tetap memiliki peran penting dalam membangun budaya membaca yang inklusif.

Bagaimana dengan Anda? Apakah buku fisik masih menjadi bagian dari hidup Anda? Atau Anda lebih memilih digitalisasi penuh? Mari berdiskusi dan berbagi pendapat di kolom komentar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun