Mohon tunggu...
Arsiya Wenty
Arsiya Wenty Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Universitas Indonesia Angkatan 2009, FISIP Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Korupsi Kolektif dan Pengamalan Gotong Royong

2 Agustus 2011   10:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:09 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Korupsi, sebuah tindakan kriminal yang kini sedang hangat dibicarakan oleh banyak kalangan, dari yang paling ahli sampai anak kecil yang bahkan belum begitu mengerti apa itu korupsi. Siang ini, seorang teman saya menghidupkan televisi dan tepat saat itu, sedang memberitakan kekacauan birokrasi di Indonesia karena korupsi. Teman saya terlihat tidak menyukai acara tersebut seraya berkata;

"Gue lebih baik nonton animal channel daripada acara ini, isinya sih manusia semua, tapi tindakan dan moralnya jauh dibawah animal".

Dari sederetan kata-kata diatas, sebenarnya tidak ada yang spesial, namun jika dipandang lebih luas jangkauannya, mungkin hampir seluruh rakyat Indonesia berfikir demikian. Terlepas dari kekacauan yang terjadi karena penyakit korupsi, mungkin memprihatinkan jika pendapat ini kemudian menjadi opini publik, sehingga kepedulian masyarakat terhadap isu-isu demikian terkikis. Artinya, semakin mudah untuk "tikus" masyarakat membuat lubang baru dari kantung-kantung keuangan negara.

Sekarang kita bergerak ke dimensi lain, kalau korupsi merupakan perbuatan menyimpang dari kondisi 'normal', karena keuntungan hanya dinikmati oleh segelintir orang, dan kerugian dirasakan oleh khalayak ramai, jika keadaan ini kita balik. Jika perbuatan korupsi dilakukan oleh mayoritas orang di Indonesia, dimana hanya segelintir orang yang tidak melakukan korupsi, maka terlihat yang menyimpang dari keadaan 'normal' adalah mereka yang tidak korupsi. Singkatnya, keuntungan akan dirasakan oleh mayoritas, dan tidak dapat disebut kerugian, karena setiap orang korupsi, yang membedakan hanyalah porsi keuntungan yang didapatkan, as simple as that!.

Gotong Royong adalah nilai yang sejak lama diperkenalkan di Indonesia, bahkan 'katanya' menjadi nilai luhur bangsa, saling membantu dan tenggang rasa. Kalau gotong royong disalahartikan, misalnya gotong royong dalam korupsi, mungkin kalau keadaannya sudah terbalik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mungkin kegiatan korupsi secara kolektif ini akan 'asik' jika dilandasi gotong royong, jadi benar-benar mengamalkan nilai luhur bangsa ini. Korupsi yang dampaknya sistemik sudah menjelaskan sebenarnya orang-orang di Indonesia ini mayoritas sudah menjadi koruptor, yang membedakan hanyalah caranya, kalau boleh diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu;

1. Direct Corruption

2. Indirect Corruption

Karena yang membedakan adalah cara mendapatkan, maka subjek pelaku korupsi dapat juga diklasifikasikan sbb;

1. Produsen (Pelaku Utama)

2. Distributor (Pelaku Sampingan)

3. Komsumen (Penikmat)

4. Campuran

Formulasi yang kemudian dapat digeneralisasi adalah, ketika terjalin hubungan selaras, serasi dan seimbang dari setiap pelaku korupsi, yang kemudian dapat terakomodasinya seluruh keuntungan secara merata dalam setiap kapasitas dan kontribusi yang diberikan untuk kelancaran kegiatan korupsi ini. Seperti bagan dibawah ini;

[caption id="attachment_122543" align="aligncenter" width="300" caption="Golden Triangel"][/caption]

Kondisi bagan diatas sengaja dibuat lancip untuk setiap sudutnya, karena pemerintah yang dengan kewenangan legal formalnya memiliki peraturan yang sewaktu-waktu dapat mempermudah dan memperlancar kegiatan korupsi. Kemudian pihak swasta, dengan modal dan kemampuannya untuk dapat mempeluas kegiatan korupsi memungkinkan untuk ekspansi yang lebih massif, dan masyarakat dengan kemampuannya beradaptasi dan kearifan lokal yang dimiliki dapat mempermudah internalisasi nilai-nilai dan budaya yang memperlancar kegiatan ini. Demikianlah kerjasama yang memungkinkan keuntungan dengan porsi yang maksimal, jika dan hanya jika korupsi ini dilakukan secara kolektif dan berlandaskan gotong royong, maka kesejahteraan akan dapat berjalan merata, budayakan korupsi, katakan TIDAK pada pelarangan dan penangkapan koruptor!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun