Mohon tunggu...
Arsam Sunaryanto
Arsam Sunaryanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Innovator

Pengolahan Mineral dan Batubara dengan Teknologi Dalam Negeri

Selanjutnya

Tutup

Money

Pengolahan Bauksit Menjadi Alumina Oksida dengan Teknologi Tunnel Kiln

16 Juni 2015   20:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   05:58 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Cadangan Bijih Bauksit di Indonesia menurut sumber dari Direktorat Sumber Daya Mineral Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral serta dari berbagai pemilik tambang tersebar di Kepulauan Riau, Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah lebih dari 1 Milyar ton.

Selama ini seluruh Bijih Bauksit masih diekspor dalam bentuk mentah (belum di kalsinasi) dan hanya dihargai sekitar US$ 30/ton termasuk PT Aneka Tambang yang masih ekspor mentah sebanyak 1,5 juta ton dalam triwulan pertama 2012.

Perusahaan yang akan mengolah Bauksit menjadi Alumina type Smelter dan Chemical adalah PT Aneka Tambang bekerja sama dengan perusahaan Jepang dengan investasi lebih dari 2 Milyar dolar AS dan diteruskan menjadi pabrik Peleburan Aluminium.

Unsur Mineral Bijih Bauksit di Indonesia umumnya adalah Gibbsite Al2O3.3H2O – Boehmit Al2O3.H2O dan Diaspore Al2O3.H2O. Secara umum bijih bauksit mengandung Al2O3 sekitar 40-50%, Besi sekitar 5-10%, dan Silika sekitar 5-10%, serta H2O sekitar 30%.

Bauksit dapat diproses menjadi Alumina Oksida dengan Proses Bayer dan dengan kadar Alumina Oksida lebih dari 95% dengan harga lebih dari US$ 500/ton.

Proses Kalsinasi setelah proses pencucian dengan proses Bayer dapat menggunakan Teknologi Tunnel Kiln buatan Dalam Negeri dan dapat dikerjakan dengan Skala UKM / Koperasi sehingga sesuai dengan Undang-undang Minerba nomer 4 tahun 2009 dan Permen nomer 1 tahun 2014 yang melarang ekspor semua Bahan Mineral dalam bentuk mentah.

Sebagian besar Alumina Oksida dipergunakan sebagai bahan baku Industri Peleburan Aluminium seperti PT Indonesia Asahan Aluminium di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara dengan investasi yang sangat besar dan harus didukung oleh Power Plant lebih dari 300 MegaWatt.

Alumina Oksida dapat diproses selanjutnya menjadi berbagai produk Keramik Konvensial, Keramik Advance, dan Refractory sebagai berikut:

  • Keramik Table Ware, Sanitary Ware, Granito Keramik
  • Refractory Bricks, Castable / Monolitic
  • High Alumina Cement, Insulating Fire Bricks
  • Lining Alumina, Alumina Ball, Ceramic Techniques
  • Ceramic Yarn Guide, Abrassive, Corondum, dll

Dengan Investasi yang tidak besar, kita dapat membuat produk-produk di atas dengan skala produksi yang ekonomis, diantaranya adalah Refractory Bricks dan Insulating Fire Bricks.

Refractory adalah bahan Mineral non Logam berbentuk Oksida atau non-Oksida, atau Kombinasi dari beberapa unsur Kimia yang memiliki Titik Lebur di atas SK 26 ( > 1580°C atau 2876°F )

Industri Refractory sangat diperlukan dalam berbagai proses dalam industri yang memerlukan temperatur lebih dari 1.000°C seperti Industri Keramik, Industri Semen Portland, Industri Kertas, Industri Petrokimia, Industri Gelas, Industri Boiler, Industri Besi dan Baja, Industri Pertanian dan Plywood, Industri Bangunan dan Perkantoran, Industri Pengecoran Logam, Industri Aluminium, Industri Gas dan Perminyakan, dan lain-lain.

Bahan Mentah untuk Industri Refractory tersedia dalam jumlah Deposit yang sangat berlimpah di Indonesia seperti: Bauksit, Kuarsa, Kaolin, Zirkonium Silikat, Refractory Clay, Bijih Chrome, Magnestite, Karbon, dan lain-lain.

Prospek pemasaran dan penggunaan Refractory di Indonesia masih sangat terbuka lebar, lebih dari 80% pemakaian Refractory di Indonesia masih di impor dari luar negeri. Refractory Bricks dapat dibuat dengan berbagai macam tipe, sebagai contoh SK 30 yang memiliki titik lebur 1670°C maupun hingga SK 38 yang memiliki titik lebur 1850°C. Begitu juga dengan Insulating Fire Bricks yang juga dapat diproduksi dengan berbagai macam tipe, diantaranya B-1 hingga B-4 dan C-1 hingga C-3 yang memiliki temperature operasional hingga 1500°C

Salah satu prospek yang sangat baik dengan diberlakukannya Undang-Undang Minerba nomer 4 Tahun 2009 tentang Pengolahan Mineral dan Batubara di dalam negeri, dimana pemerintah Indonesia melarang 65 jenis mineral untuk diekspor dalam bentuk mentah dan harus dimurnikan atau diolah terlebih dahulu di dalam negeri. Dan untuk mengolah mineral tersebut pasti memerlukan temperatur tinggi atau memerlukan Refractory dalam jumlah yang sangat banyak.

Maka dari itu Bauksit di Indonesia tidak perlu seluruhnya untuk di-smelter menjadi Aluminium, karena selain investasi pabrik pembuatan aluminium sangat mahal, juga harga jual aluminium yang lebih rendah daripada produk-produk Advance yang terbuat dari Alumina seperti Ceramic Yarn Guide yang berharga sekitar $1-2 untuk satu buah (piece) seberat 1 gram. Dengan mengolah Bauksit menjadi Alumina Oksida dan melanjutkannya menjadi berbagai macam produk turunan, maka nilai tambah yang didapat sungguh luar biasa.

 

Salam Indonesia Bangkit!

Inovasi Menciptakan Nilai Tambah serta Harga Diri Bangsa dan Negara

 

Arsam Sunaryanto

Inovator Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun