Mohon tunggu...
Arry Azhar
Arry Azhar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar

Pembelajar dari Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Puncak Terakhir Kita

11 Januari 2025   14:51 Diperbarui: 11 Januari 2025   14:51 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi (Sumber: Freepik)

Malam itu, di tengah dinginnya lereng gunung Semeru, tiga sahabat Agus, Boy, dan Wisnu duduk mengelilingi api unggun yang nyalanya meredup. Kabut tipis menyelimuti, dan suara angin berbisik lembut, seperti mengingatkan akan bahaya yang mengintai.

"Apa yang akan kita lakukan setelah semua ini selesai?" tanya Wisnu sambil menatap nyala api yang menari pelan.

Agus tersenyum kecil. "Aku ingin kembali ke sini... mungkin dengan keluarga suatu hari nanti."

Boy mengangguk. "Kita akan terus mendaki bersama. Selamanya."

Namun, takdir berkata lain.

Keesokan harinya, mereka melanjutkan pendakian menuju puncak Mahameru. Cuaca yang tadinya cerah mendadak berubah kelabu. Angin kencang berhembus, dan kabut tebal turun, mengaburkan pandangan.

Ketika mereka mencapai batas vegetasi, Agus yang berjalan paling depan tiba-tiba terperosok. Jeritan pendek terdengar sebelum tubuhnya menghilang dalam jurang di sisi kiri jalur.

"AGUS!!" Boy dan Wisnu berteriak serempak. Wisnu dengan panik mencoba merangkak ke tepi, namun Boy menariknya mundur.

"Kita harus turun pelan-pelan! Dia pasti masih hidup!" Boy berteriak dengan napas tersengal.

Mereka berdua menuruni jalur terjal, namun angin semakin kencang. Setelah hampir satu jam mencari, mereka menemukan Agus tergeletak dengan kaki yang tertekuk aneh, wajahnya pucat pasi.

Wisnu mengguncang tubuh Agus. "Bangun, Gus! Tolong bangun!"

Agus membuka matanya dengan susah payah, darah mengalir dari pelipisnya. "Aku... nggak kuat, Wis... Kalian... harus terus ke puncak. Jangan tinggalkan aku di sini."

Boy menahan tangisnya. "Tidak! Kita akan turun sama-sama! Bertahan, Agus, tolong..."

Namun tubuh Agus perlahan melemah. Nafasnya memendek.

"Wisnu... Boy... Aku bersyukur bisa... jadi bagian dari perjalanan ini. Terima kasih... Jangan... salahkan... diri kalian...."

Satu hembusan napas terakhir terlepas. Tubuh Agus terkulai.

Wisnu berteriak penuh kepedihan, sedangkan Boy memeluk tubuh sahabatnya yang telah pergi.

Hujan mulai turun, membasahi ketiga tubuh yang kini tak lagi lengkap. Mereka mendaki untuk kebersamaan, namun harus berpisah di puncak yang seharusnya menjadi simbol kemenangan.

Beberapa saat setelah Agus menghembuskan nafas terakhirnya, Boy dan Wisnu hanya bisa terduduk dalam diam. Air mata mengalir deras, tercampur dengan hujan yang semakin deras. Wisnu menggenggam tangan Agus yang kini mulai membeku, berharap keajaiban terjadi.

Ketika malam tiba, suhu semakin jatuh. Wisnu mulai menggigil hebat, namun ia tetap menolak meninggalkan tubuh Agus. Boy yang kini tampak begitu rapuh hanya bisa memeluk sahabatnya yang tersisa dengan harapan dingin ini tak mengakhiri mereka juga.

"Boy... aku takut..." suara Wisnu bergetar, hampir tak terdengar. Boy hanya mengangguk pelan, menahan rasa takut yang sama, tak ingin memperlihatkan kelemahan.

Pagi menjelang, namun cahaya mentari yang muncul tak membawa kehangatan. Wisnu dan Boy akhirnya memutuskan untuk membuat tanda di tempat Agus berbaring. Sebuah tumpukan batu kecil, penanda kisah mereka yang tak akan pernah sama lagi.

Saat mereka turun dari gunung, pemandangan puncak yang megah itu terasa lebih sunyi dari sebelumnya. Seakan alam turut berduka atas perpisahan yang terjadi. Dalam hati, mereka berjanji, nama Agus akan selalu ada dalam setiap langkah mereka, meski hanya sebagai kenangan yang menyakitkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun