Hitung mundur Pemilu Serentak 2024 di Website KPU menunjuk angka 27 hari. Ini berarti pelaksanaan pesta rakyat semakin mendekati hari penyelenggaraan. Tepatnya di tanggal 14 Pebruari 2024.
Kilas balik pelaksanaan Pemilu 2019 menyisakan catatan kelam. Sebanyak 894 petugas KPPS meninggal dunia. Begitupun yang sakit jumlahnya menembus angka 5.175 petugas. (Lihat Sumber)
Sebagai petugas KPPS yang kenyang pengalaman sejak Pemilu 1997 hingga Pemilu Serentak 2019, penulis mencatat 3 hal yang bisa menjadi pemicu banyaknya petugas KPPS meninggal dunia dan sakit, di antaranya:
Pertama, Faktor Usia dan Komorbid
Rekrutmen petugas KPPS di Pemilu Serentak 2019 tidak ada batasan usia. Memungkinkan banyak orang yang berpengalaman sebagai petugas KPPS dengan usia lebih 55 tahun masih terjaring sebagai petugas KPPS.
Faktor usia bagaimanapun ada pengaruh terhadap resiko gangguan kesehatan dan berdampak pada aktivitas seseorang.
Terdapat resiko 5 gangguan kesehatan bagi orang yang telah mencapai umur 50 tahun ke atas seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, artritis, diabetes, dan osteoporosis. (Lihat Sumber)
Gejala gangguan kesehatan yang paling banyak dirasakan adalah mudah lelah.
Rasa lelah yang dipaksakan karena tekanan pekerjaan petugas KPPS saat pemungutan, penghitungan, dan pelaporan Pemilu Serentak dapat berakibat petugas jatuh sakit dan bahkan meninggal dunia.
Kedua, Kelelahan
Petugas KPPS yang berpengalaman dan raport kinerja teruji mumpuni dari saat persiapan, pelaksanaan, penghitungan, hingga pelaporan Pemilu Serentak 2019 menjadi tumpuan di banyak TPS (Tempat Pemungutan Suara).
Perekrutan petugas KPPS yang tidak kompeten dalam tahapan Pemilu Serentak memunculkan tanggung jawab lebih hanya kepada dua atau tiga orang Petugas KPPS di TPS. Dua atau tiga orang ini menjadi tumpuan keberhasilan persiapan hingga pelaporan Pemilu Serentak 2019.
Alhasil, hanya dua atau tiga orang ini yang mampu menyelesaikan proses persiapan hingga pelaporan Pemilu Serentak dengan cermat dan tepat. Sedangkan yang lain hanya sebatas membantu mengangkat barang dan menunggu perintah Ketua KPPS.
Banyaknya surat suara (Pemilu DPD, DPR RI, DPRD I, DPRD II, hingga Pilpres) yang harus diteliti penggunaan, penghitungan, dan pelaporannya dapat menimbulkan kelelahan luar biasa pada beberapa petugas yang diandalkan.
Petugas yang diandalkan ini akan berusaha keras menyelesaikan tahapan pelaksanaan Pemilu Serentak hingga mengesampingkan faktor kesehatan dan keselamatan dalam bekerja. Sehingga (bisa jadi) menjadi faktor kunci banyaknya petugas KPPS yang meninggal dunia dan jatuh sakit di Pemilu Serentak 2019.
Ketiga, Kurang Waktu Istirahat
Pengalaman menjadi Petugas KPPS di Pemilu 2019 hanya ada waktu istirahat untuk istirahat, sholat, dan makan (ishoma) 1 jam.
Praktis waktu 1 jam tidak memberi waktu untuk sekedar sedikit tidur siang. Petugas KPPS yang mempersiapkan tempat TPS hingga jam 12 malam jelas mengalami rasa kantuk, tetapi tidak ada waktu untuk sekedar melepas kantuk.
Bisa dibayangkan, orang yang kekurangan istirahat dan jam tidur, ada tekanan fokus dan tuntutan pekerjaan harus selesai hari itu juga, faktor usia yang rentan lelah, stamina tubuh yang mulai menurun, jelas dapat memicu jatuh sakit dan bahkan meninggal dunia.
Sekedar Masukan
Untuk mengantisipasi 3 faktor penyebab Petugas KPPS jatuh sakit dan bahkan meninggal dunia saat melaksanakan tugas di TPS, 3 saran dapat dipertimbangkan, yaitu:
Pertama, pembatasan usia penerimaan Petugas KPPS.Harusnya bukan di usia maksimal 55 tahun, tetapi 50 tahun. Mengapa? Sebab memasuki usia 50 tahun ke atas, manusia sudah rentan terhadap resiko gangguan kesehatan seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, artritis, diabetes, dan osteoporosis.
Meskipun sudah ada persyaratan surat keterangan sehat dari dokter saat pendaftaran penerimaan menjadi Petugas KPPS, hal ini belum menjamin makna sehat sesungguhnya petugas KPPS yang terjaring.
Kedua, perekrutan Petugas KPPS harus mampu berkolaborasi dan memahami administrasi dari saat persiapan hingga pelaporan Pemilu Serentak.
Jangan lagi urusan teknis penghitungan dan pelaporan Pemilu Serentak hanya mengandalkan segelintir petugas. Sedangkan yang lain tidak mau menulis dan bergantian skoring di kertas plano dengan alasan tidak bisa menulis, takut salah, tulisan jelek dan lainnya.
Simulasi sebelum pelaksanaan Pemilu Serentak wajib dipahami dan terlihat kolaboratif oleh semua Petugas KPPS. Ini menjadi tanggung jawab KPU Daerah, PPK, dan PPS untuk memantau dan memberikan arahan yang tepat.
Terpenting, buku petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan dan pelaporan Pemilu Serentak wajib dipahami oleh Ketua KPPS secara utuh dan disampaikan tahap demi tahap ke Petugas KPPS lainnya juga secara utuh.
Ketiga, berikan jam istirahat (khususnya waktu siang sebelum penghitungan dan pelaporan) waktu yang cukup sekitar 2 jam. 1 jam bisa untuk ishoma, 1 jam untuk betul-betul istirahat mengembalikan stamina mempersiapkan penghitungan dan pelaporan.
Penting juga ditekankan ke Petugas KPPS, jika memang kondisi badan mulai lelah dan merasakan gejala sakit (semisal pusing dan mual) untuk lapor ke PPS. Tentu PPS harus siap tenaga cadangan atau menentukan kebijakan darurat dan segera menindaklanjuti ke petugas kesehatan yang berwenang.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H