Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Gibran, Antara Petugas Parkir dan Petugas Partai

19 Agustus 2023   11:38 Diperbarui: 19 Agustus 2023   11:44 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gibran, kenakan baju petugas atau juru parkir saat pawai pembangunan (Jumat, 18/8/2023). Sumber: KOMPAS.COM/Fristin Intan Sulistyowati 

Kemarin dan hari ini ada yang menarik perhatian publik. Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo yang juga Walikota Solo kembali menjadi trending topik di kanal berbagai media.

Bertepatan memperingati 78 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Mas Wali (biasa disapa) memakai seragam juru parkir (jukir). Menariknya, di belakang bagian seragam jelas tertulis dan terbaca "Petugas Parkir".

Kontan saja netizen langsung mengaitkan dan membandingkan dengan "Petugas Partai". Dua kata yang sering digaungkan Megawati Soekarnoputri untuk mengingatkan status kader PDI-P yang telah duduk di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Sebagai kader PDI-P, Presiden Joko Widodo dan Mas Wali juga pernah kena semprot. Menandakan dan menegaskan bahwa status mereka tidak lepas dari peran PDI-P sehingga harus "tunduk" pada ketentuan partai berlambang moncong putih.

Pak Jokowi dan Mas Wali tetaplah "Petugas Partai". Apapun statusnya yang melabeli mereka berdua.  

Bagi Pak Jokowi (sapaan akrab Presiden Joko Widodo) dan Mas Wali, kata petugas partai seakan membatasi hak dan kewenangan dalam menjalankan amanah pemilihnya, menggerus status dan kewibawaan sebagai seorang pemimpin yang dicintai rakyat.

Masyarakat luas juga membaca gelagat "jeruji kedaulatan" ini. Sehingga ruang kepemilikan mereka terhadap pemimpinnya merasa diusik. Mengapa? Sebab Pak Jokowi dan Mas Wali bukan sekedar "petugas partai", tetapi sudah menjadi milik masyarakat dalam lingkup kedaulatan yang lebih luas.

Dari sisi kepentingan politik PDI-P, pandangan petugas partai mungkin bisa dibenarkan. Akan tetapi, apakah masyarakat luas juga berpendapat sama benar? Tentu tidak dan bukan lagi pada konteksnya untuk status kepemimpinan nasional dan regional.

Apa yang dilakukan Mas Wali, jika benar istilah "Petugas Parkir" adalah wujud simbolik lepas dari jeruji "Petugas Partai", maka menjadi diskusi menarik di tengah hiruk-pikuk perpolitikan tanah air menjelang Pemilu Serentak 2024.

Lebih menarik lagi, simbol-simbol berbau politik akan semakin memainkan peran penting di tengah kontestasi pilpres yang semakin mendekati waktunya. Terdekat, jelas berpengaruh terhadap siapa menjaring siapa.

Bagi Pak Jokowi dan Mas Wali, bisa jadi dengan memainkan simbol-simbol politik menjadi alat efektif untuk menyuarakan kata hati mereka. Kata hati yang terpenjara dan menginginkan masyarakat paham dengan apa yang mereka rasakan.

Semua berproses dalam pasang surut mewujudkan demokrasi sebagai tingkatan tertinggi kedaulatan rakyat. Maka, jadilah pemimpin berdaulat. Pemimpin yang tegak lurus memperjuangkan kepentingan rakyat luas di tengah gempuran gelombang lautan kepentingan-kepentingan politik yang semakin arogan.

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun