"Beberapa orang mengubah partai mereka demi prinsip mereka; yang lain, mengubah prinsip mereka demi partai mereka."Â - Winston Churchill -
Mendekati gelaran Pemilihan Presiden (Pilpres) Tahun 2024, suhu politik nasional semakin hangat. Pun demikian, lembaga survei terus berproses mewartakan perkembangan dinamis elektabilitas Calon Presiden (Capres) yang mulai dimunculkan berbagai media.
Hasil survei di linimasa berbagai media bergerak fluktuatif. Saling susul dan sikut antar kandidat Capres maupun Cawapres terasa kental. Riuh mewarnai dinamika politik nasional untuk nantinya berebut menduduki "Kursi Istana Negara".
Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto sementara terlihat saling sikut di hasil survei. Bahkan di kanal Indikator Politik Indonesia yang digawangi Burhanuddin Muhtadi, Ketua Umum Partai Gerindra di tikungan bulan Mei 2023 mampu menyodok duduk nyaman di tangga teratas. (Lihat Sumber)
Patut dicermati elektabilitas Prabowo Subianto yang menanjak "dikaitkan dengan dukungan Jokowi" oleh beberapa kalangan. Pengamatan yang mungkin bisa "benar" adanya dan bisa juga "salah".
Lantas apa yang mampu dinilai dari peningkatan elektabilitas Prabowo Subianto? Kiranya kesediaan menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan golongan dan pribadi yang perlu di kedepankan. Sikap elegan yang tidak semua orang akan mampu melakukannya sebagai keputusan yang dilematis.
Terbukti Prabowo Subianto bersedia untuk masuk "Kabinet Indonesia Maju". Meninggalkan ego kepentingan partai atau golongan dan pandangan sumir sebagian pendukungnya di Pilpres 2019.
Sikap Prabowo Subianto yang mengesampingkan egosentrisme jelas memberi pembelajaran politik, bagaimana menempatkan "Demokrasi yang Sesungguhnya" untuk kepentingan yang lebih besar.
Beda posisi politik Prabowo Subianto dengan Ganjar Pranowo. Sebagai kandidat Capres 2024 yang diusung PDI-Perjuangan, Ganjar Pranowo jelas akan tersandera "Demokrasi ala PDI-Perjuangan". Menempatkan siapapun kader partai dari PDI-Perjuangan yang duduk di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif sebagai "Petugas Partai".
Apakah garis komando "Petugas Partai" yang digaungkan PDI-P salah? Jelas tidak dan bergantung pada subyektifitas yang menilai. Bagi internal PDI-P, sebagai partai penyokong utama kandidat tentu sudah menggariskan kebijakan untuk tidak melupakan peran partai. Sejalan dan begitu kukuh sebagai garis komando secara vertikal.
Ganjar Pranowo paham betul dengan posisi politik setelah dicalonkan oleh PDI-P untuk duduk di Istana Negara melalui Pilpres 2024 nantinya. Posisi dan kedudukan politik yang pernah dan masih Presiden Joko Widodo rasakan sebagai "Dilema".