Artinya, pengembangan bahan ajar dan media pembelajaran bukan lagi bertumpu pada guru. Peran guru sebagai fasilitator lebih bisa mendorong partisipatif siswa untuk mengembangkan bahan ajar dan media pembelajarannya. Tentu semua dilandasi kurikulum yang berlaku.
Contoh konkretnya begini. Jika di jenjang TK dan SD Kelas Rendah guru perlu membuat dan mengembangkan materi ajar dan merancang media berbentuk movablebook dan poster 3D, maka di jenjang SMP dan SMA bisa dilimpahkan dengan pelibatan langsung siswa untuk merancang dan membuat media pembelajaran berbentuk movablebook dan poster 3D.
Lantas, apa peran guru? Guru berperan sebagai fasilitator (menyiapkan contoh/model movablebook dan poster 3D beserta penjelasannya) dan evaluator (menyiapkan rubrik penilaian hasil produk yang valid, reliabel, relevan, proporsional, dan praktis).
Kedua, sharing keilmuan dan pengalaman mendidik.
Pengajaran bagian dari pendidikan. Tugas kompleks guru justru adalah mendidik. Bukan sebatas mengajar. Makanya sekolah disebut juga lembaga pendidikan. Bukan lembaga pengajaran.
Orang tua menitipkan anaknya ke sekolah untuk menuntut ilmu dan sekaligus mendidiknya. Bayangkan tugas berat Guru Kelas (di TK dan SD), mengajar dan mendidik 15 hingga 40 anak di satu ruang kelas.
Sedangkan di jenjang SMP hingga SMA/Sederajat (Guru Mata Pelajaran) bisa sampai ratusan anak. Kesemuanya titipan orangtua. Baik anak dan orangtua memiliki karakter yang berbeda. Memiliki keinginan dan keunikan beragam yang tercermin dari sikap, juga tingkah laku nan kompleks.
Sikap dan tingkah laku yang kompleks dari individu siswa harus dilayani secara adil dan humanis oleh para guru. Seandainya orangtua sehari saja menggantikan peran guru sebagai pengajar dan pendidik, sanggupkah? Jawabannya pasti kompleks dan kondisional.
Mendidik anak TK dan Kelas Rendah butuh ketelatenan yang luar biasa. Bahkan wajib memperlakukan anak didik seperti anaknya sendiri. Buktinya, di Kelas Guru Penggerak pasti tercetus pengalaman bagaimana seorang guru TK dan Kelas Rendah harus membersihkan badan dan tempat anak yang "buang kotoran" di ruang kelas.
Anak jenjang TK dan SD Kelas Rendah juga cenderung minta perhatian secara personal. Sehingga guru harus sampai menggendongnya untuk menenangkan jiwa gelisah mereka. Apakah ini juga dilakukan guru jenjang SMP hingga SMA/Sederajat? Tentu beda memperlakukannya dan ini ada dalam ilmu mendidik di Kelas PGP.
Apakah dengan ilustrasi di atas tugas mendidik guru SMP dan SMA/Sederajat lebih ringan? Tidak demikian adanya. Anak SMP dan SMA/Sederajat sudah mengenal jiwa kegelisahan, penyimpangan, bahkan perlawanan.