Ahli hisap, nama lain yang tersemat pada perokok. Orang yang sudah tidak bisa lepas dan atau menghentikan kebiasaan menghisap gulungan daun tembakau terbungkus kertas khusus.
Para perokok terbiasa "menikmati" nikotin di sembarang tempat. Mulai di kamar pribadi, ruang tamu, beranda, poskamling, hingga di "ruang khusus pembuangan akhir".
Kebiasaan merokok tidak lepas dari tradisi keluarga, lingkungan, dan pertemanan. Bahkan disinyalir kuat para pelajar mulai mengenal rokok dan menjadi perokok dari lingkungan keluarga dan pertemanan.
Bagi perokok, nikmat yang tidak dapat didustakan tentu saat menghisap rokok. Apalagi disandingkan dengan secangkir kopi yang masih mengepulkan asap.
Saat ini, kehadiran perokok lebih banyak menimbulkan penilaian negatif. Khususnya bagi lingkungan yang mayoritas penghuninya bukan perokok dan bahkan anti rokok. Terutama di ruang publik.
Sudah banyak himbauan dengan lisan dan tulisan "Jangan Merokok" atau "Dilarang Merokok". Kemasan rokokpun sejak 24 Juni 2014 diwajibkan menampilkan gambar peringatan bahaya merokok. (Lihat Sumber)
Apakah himbauan, larangan dan peringatan bahaya merokok efektif menghentikan para perokok? Minimal mengurangi jumlah perokok? Perlu pembuktian data empiris.
Perokok, khususnya perokok berat seakan tutup mata dan telinga. Terkadang mereka justru "menyemburkan alibi" serangan balik untuk tidak berceramah tentang larangan dan bahaya rokok.Â
"Merokok Menambah Devisa Negara", "Merokok Menyelamatkan Hajat Hidup Orang Banyak" menjadi dasar pembenaran sepihak.
Di pihak lain, orang yang tidak merokok jelas tidak senang jika ada perokok di lingkungan mereka, khususnya di ruang publik. Kehadiran perokok di taman, tempat rekreasi, pusat perbelanjaan, ruang pelayanan publik, dan bahkan sekolah seakan menjelma parasit dan mungkin menjadi zombie.
Benar! Bisa jadi perokok di pikiran orang-orang sekitar yang tidak merokok dan anti rokok adalah zombie. Makhluk hidup dari mayat yang tidak berpikiran dan bernafsu memangsa manusia.Â
Namanya makhluk tidak berpikiran, mereka tidak mau tahu apa yang lingkungan rasakan dan derita. Tahu khan maksudnya? Pikir lebih mendalam.
Lantas, bagaimana seharusnya menyikapi perokok yang menjadi zombie (dalam arti tidak mau tahu lingkungan sekitar) di ruang publik? Ada 2 cara:
Pertama, menumbuhkan kesadaran diri bahwa mereka manusia dan mau berpikir tentang lingkungannya. Artinya, ruang publik bukanlah ruang pribadi mereka yang seenaknya untuk "menyemburkan" keinginan pribadi.
Mereka seharusnya sadar dengan sendirinya dan tidak perlu diingatkan hingga disindir orang lain untuk tidak merokok di ruang publik. Seharusnya sudah ada kesadaran dari dalam dirinya di mana dan kapan tempat dan waktu untuk merokok.
Apakah bisa perokok menahan diri untuk tidak merokok di ruang publik? Yakin bisa jika rasa empati mereka digerakkan dari hati terdalam. Ada banyak kehidupan yang perlu mereka hormati dan hargai.
Figur publik (orang yang dikenal luas oleh masyarakat) seperti pejabat, tokoh masyarakat, pegawai dan lainnya seharusnya lebih berempati kepada kepentingan umum di ruang publik.Â
Termasuk guru untuk memberikan teladan tidak merokok di lingkungan sekolah.
Kedua, Berlakukan Peraturan Larangan Merokok di Ruang Publik. Perokok yang menjadi zombie jelas tidak mau diingatkan dan dinasehati. Pikiran mereka seakan mati dan hanya hidup jika menghisap rokok, di manapun waktu dan tempatnya.
Perokok zombie tidak peduli bahwa mereka merokok di rumah sakit, kantor pelayanan umum, dan bahkan lingkungan sekolah. Melunturkan keteladanan dan harga diri yang sedikitpun tidak mereka sadari.
Imbauan "Dilarang Merokok", tulisan besar jelas terbaca "Kawasan Dilarang Merokok" tidak membuat perokok zombie berhenti atau menahan diri untuk tidak merokok. Sehingga membuat orang lain kesal, cuma terkadang dipendam agar tidak menimbulkan kericuhan.
Menghadapi hal seperti ini seharusnya pemerintah mengambil sikap tegas. Apa wujudnya? Pemerintah, khususnya pemerintah daerah seharusnya membuat dan memberlakukan peraturan larangan merokok di ruang publik.Â
Itupun wajib diikuti dengan pengawasan, tindakan, dan sanksi (denda misalnya) melekat yang tegas dan terukur.
Siapa yang harus melakukan pengawasan, tindakan, dan sanksi tegas dan terukur? Jelas ada pada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Tugas Satpol PP sesuai PP Nomor 16 Tahun 2018 diantaranya "Menegakkan Perda dan Perkada". (Lihat Sumber)
Wasana Kata
Perdebatan bahaya merokok dan kebiasaan merokok di ruang publik terkait banyak aspek. Pertimbangan kesehatan dan beban biaya pengobatan tatkala sudah sakit berat akibat merokok banyak yang belum menyadari secara pribadi.
Tanggung jawab bersama dan kesadaran pribadi untuk tidak merokok di ruang publik perlu terus ditanam dan dipupuk. Empati pada kepentingan umum dan terciptanya lingkungan sehat dan bersih seharusnya menjadi pondasi untuk tidak merokok di ruang publik. Apakah bisa berhenti merokok? Jelas bisa asal ada kemauan yang kuat. Semoga.
Referensi: 1, 2, 3
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H