Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mukena dan Sajadah Marfuah

30 April 2022   11:50 Diperbarui: 30 April 2022   21:50 1531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Endho on pixabay.com

Marfuah, kembang desa idaman para lelaki akhirnya berhasil disunting Gibran. Bagi Gibran, kecantikan alami dan sikap Marfuah nan elok tak bisa berpaling ke lain hati.

"Bimbinglah aku dengan mukena dan sajadah ini. Ingatkan aku jika salah jalan."

Gibran menyerahkan seperangkat alat salat. Hanya mukena dan sajadah nan lembut dipersembahkan Gibran sebagai maskawin. Pengikat harapan dan benteng kebahagiaan pernikahan.

Limpahan duniawi, bagi Gibran sudah sangat dinikmati sejak kecil. Kekayaan orang tuanya sebagai tuan tanah, memungkinkan bagi Gibran mewujudkan apa yang diinginkan.

Gelimang harta sempat membuat pergaulan Gibran dekat dengan dunia malam. Namun, pada akhirnya hanya kesenangan duniawi yang didapat. Sedangkan ketenangan batin seakan lenyap saat merenungi makna hidup di dunia yang rasanya hanya sebentar.

***

Marfuah masih terdiam. Seakan ada sesuatu yang masih dipikirkan.

"Sekali lagi. Maukah Marfuah membimbingku dengan mukena dan sajadah ini. Ingatkan aku jika salah jalan?"

Senyum termanis Marfuah menghiasi bibirnya yang ranum,"Pasti, Mas Gibran. Apakah Mas Gibran sepenuh hati mencintaiku?"

"Pasti."

"Menyayangiku dengan kasih sayang?"

"Pasti."

"Berjanji membahagiakan dan tidak berbuat kasar sedikitpun kepadaku?"

"Aku berjanji demi cintaku padamu, Marfuah."

"Berjanji untuk tidak mengkhianati cintaku?"

"Aku benjanji, hanya untukmu."

Kembali senyum manis Marfuah mengembang. Diciumnya punggung tangan Gibran. Sedangkan Gibran segera mengecup kening Marfuah dengan lembut, disaksikan keluarga dan undangan yang hadir.

***

Lima tahun, rumah tangga Gibran dan Marfuah diliputi kebahagiaan. Kehadiran dua buah hati menambah kebahagiaan dan semarak rumah tangga mereka.

Gibran berubah total dan sangat menyayangi Marfuah dan kedua anaknya. Apapun yang diminta Marfuah, selama Gibran mampu dituruti.

Suatu sore, Marfuah menyampaikan sesuatu ke Gibran sewaktu duduk santai di ruang beranda yang cukup luas. Sekeliling taman yang asri selalu menjadi saksi kebahagiaan mereka.

"Mas, boleh aku menyampaikan sesuatu?"

Gibran segera meletakkan smartphonenya. Dipandanginya paras cantik di samping kirinya.

"Tentu boleh, cantikku. Ada apa?"

Marfuah memandang Gibran dengan ragu. Tetapi dikuatkan untuk tetap menyampaikan.

"Tante Lusi ngajak bisnis online. Bisnisnya berkembang pesat dan butuh tambahan modal."

"Lalu?"

"Aku diajak kerjasama untuk nambahin modal. Katanya keuntungannya 15 persen dari modal yang aku berikan."

"Hati-hati, jangan gegabah memutuskan sesuatu. Apalagi kau sudah tahu. Tante Lusi itu pernah menjadi mucikari."

Pipi Marfuah memerah dan berucap agak lantang,"Mas Gibran jangan suuzon. Tante Lusi sudah insaf. Bahkan dia sudah berhijab!". Gibran paham dengan perubahan cara ucap istrinya yang sangat dicintai,"Butuh tambahan modal berapa?"

"Lima ratus juta rupiah. Boleh ya Mas?"

Marfuah mulai merengek menggemaskan dan yakin permintaannya akan dituruti,"Biar aku ada kegiatan. Khan juga hasil investasi bisa ditabung untuk kebutuhan anak-anak kelak."

***

Bisnis online Tante Lusi menjadi harapan cerah bagi Marfuah. Selama ini kehidupannya hanya berkutat di pesantren sebelum dilamar Gibran. Setelah menjadi Nyonya Gibran, praktis hidup Marfuah hanya berkutat di rumah mertua yang besar dan cukup megah di desa.

Marfuah diperlakukan seibarat ratu oleh Gibran dan mertuanya. Bahkan tidak diperbolehkan bekerja walaupun sebatas pekerjaan dapur. Praktis Marfuah mengalami hidup kontradiktif selama di pondok dan sekarang menjadi Nyonya Gibran.

Tetapi, dalam hati kecil Marfuah seakan ada yang hilang dari kehidupannya. Hanya sebatas membesarkan dua anak yang sangat disayangi pada akhirnya juga menimbulkan rasa jenuh.

Sewaktu menemani si bungsu di kamar tidur, smartphone Marfuah bordering,"Tante Lusi? Selama tiga bulan ini kok tidak ada kabar?"

Marfuah berbincang dengan Tante Lusi lewat smartphone. Percakapan mereka tampaknya seputar bisnis online.

"Baik, besok aku ke rumah Tante Lusi."

***

Tiga bulan tiada kabar mengenai bisnis online Tante Lusi, membuat Marfuah tidak enak hati pada Gibran. Meskipun Marfuah paham perlakuan Gibran padanya. Gibran bahkan tidak pernah sekalipun mengungkit perihal uang 500 juta rupiah yang diinvestasikan ke bisnis online Tante Lusi.

Sesampainya di rumah Tante Lusi, suasana tampak sepi. Hanya ada Tante Lusi dan dua orang pria tak dikenal yang bertubuh gempal.

"Duduklah, Marfuah."

Marfuah segera duduk berhadapan dengan Tante Lusi.

"Bisnis Tante berkembang pesat, tetapi butuh tambahan modal. Kalau bisa Tante butuh dukungan tambahan modal dari Marfuah. Hanya tiga ratus juta. Bagaimana?".

Marfuah tercekat. Mulutnya seakan terkunci rapat. Kerongkongannya terasa kering. Bagaimana caranya menyampaikan maksud Tante Lusi ke Gibran.

Tiba-tiba datang tujuh laki-laki tegap dan sigap memasuki halaman rumah Tante Lusi. Bergegas menuju ruang tamu.

Melihat kedatangan orang-orang tegap dan sigap, Tante Lusi dan dua orang tak dikenal segera berdiri dan hendak kabur ke belakang rumah.

"DOR! Berhenti!"

Marfuah kaget bukan kepalang dan hanya mampu mematung.

***

Gibran berdiri di beranda ditemani seorang lelaki tegap di samping kanannya. Juga dua anak yang imut, ganteng dan cantik.

Marfuah menunduk dan menatap Gibran penuh rasa bersalah,"Maafkan Marfuah, Mas."

Gibran segera merangkul mesra istrinya,"Sudahlah. Semua sudah disampaikan Pak Kapolsek. Lusi itu penipu dan punya jaringan online di beberapa kota"

Mata Marfuah berkaca-kaca.

"Sudah jangan menangis, cantikku. Terpenting engkau kembali dengan selamat. Urusan lainnya serahkan ke penegak hukum."

Air hangat terasa di dada Gibran. Air mata Marfuah tak kuasa menetes penuh penyesalan di dada pria yang sangat mencintainya. Sangat menyayanginya.

Dari arah barat, suara azan Maghrib menggema. Taklama, diikuti gema takbir menyambut hari kemenangan. Hari Raya Idul Fitri.

Di kamar, Marfuah segera mengambil mukena dan sajadah maskawin. Mukena dan sajadah yang selama ini hanya disimpannya.

Diciumnya sampai lama mukena dan sajadah itu. Marfuah kembali teringat pinta Gibran "Bimbinglah aku dengan mukena dan sajadah ini. Ingatkan aku jika salah jalan".

Marfuah kembali sesenggukan dan segera salat Maghrib dengan memakai mukena dan sajadah maskawin. Dalam hati terdalam, Marfuah berjanji untuk berubah. Dapat saling mengingatkan dan diingatkan dengan suaminya, Gibran yang terkasih dan tersayang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun