Masih ingat Hendro Kartiko? Ya, mantan penjaga gawang Timnas Indonesia ini pernah satu sekolah dengan penulis meskipun beda kelas.
Sewaktu masih di SMP Negeri 1 Glenmore (Banyuwangi-Jawa Timur), kemampuan Hendro menangkap bola sudah teruji dan terbukti sangat tangguh.
Saat pelajaran olahraga khususnya sepakbola, Hendro selalu hadir mengawal gawang tim yang dibelanya.
Kehadirannya bak penjaga benteng nan kokoh. Sulit ditaklukkan penyerang seagresif Badrun, Sugiyanto dan teman lainnya saat itu.
Kemampuan dan talenta (bakat) Hendro menjaga gawang dilirik oleh Pak Sutomo (guru olahraga). Â Â Â Â
Sejak di SMP Negeri 1 Glenmore inilah, lantas Hendro mulai diasah dan diarahkan untuk lebih fokus sebagai atlet profesional oleh Pak Sutomo.
Talenta dan kedisiplinan Hendro Kartiko sebagai penjaga gawang bukan sekedar kelas sekolah pinggiran.
Klub sepakbola lokal seperti Porsela (Treblasala-1989), Persewangi (Banyuwangi-1990/1991), PS Unmuh (Jember-1992/1994), hingga Persid (Jember-1994/1995) mulai memanfaatkan talenta Hendro.
Kiprah Hendro Kartiko mulai dilirik klub sepakbola nasional. Diawali Mitra Surabaya (1995/1998), berlanjut ke Persebaya (1998/2000), hingga terakhir berlabuh di Mitra Kutai Kartanegara (2011/2012).
Hendro Kartiko lahir di Treblasala. Daerah bekas afdeling (perkebunan zaman penjajahan Belanda) tanggal 24 April 1973.
Talenta, kedisiplinan, dan kerja keras berlatih dan terus berlatih membentuk dirinya sebagai atlet nasional.
Sosok yang sering disebut "Fabien Barthez Indonesia" ini memang memiliki postur ideal sebagai penjaga gawang.
Selain postur ideal, Hendro sejak penulis kenal di bangku SMP supel dalam bergaul. Menjaga marwah untuk tidak tergoda taktik uang suap atau uang sogok saat jasanya digunakan oleh tim sekelas kampung sekalipun.
Talenta, postur ideal, kerja keras, karakter diri nan kuat inilah yang mampu mengantarkan Hendro Kartiko sebagai atlet nasional.
Gudang Pemain Sepakbola
Sebenarnya, Glenmore gudang pemain sepakbola. Kemampuan pemain-pemain lokal diasah lewat kompetisi tahunan Piala Camat Glenmore.
Open Tournament kelas lokal bahkan diikuti beberapa klub sepakbola yang ada di Banyuwangi, Jember, dan Situbondo.
Beberapa teman penulis sebetulnya mempunyai skill bagus sebagai striker (penyerang) dan posisi lainnya.
Minus di postur ideal dan kurangnya akses ke jenjang klub lebih tinggi menjadi kendala yang mungkin susah ditembus untuk unjuk diri lebih dari sekedar atlet lokal.
Beberapa teman sebenarnya secara postur dan skill dapat melebihi ekspektasi sebatas atlet lokal. Sayang, kemampuan mereka kurang diimbangi karakter diri (mudah menerima suap) menjadi titik celah atau kelemahan diri bagi klub untuk memanfaatkan jasanya.
Pendapat ini bukan tanpa bukti. Pernah penulis memakai jasa teman di posisi striker.
Kemampuannya mengocek bola dan akurasi tembakan ke arah gawang lawan selalu mengundang decak kagum.
Sayang, pada saat dikontrak oleh penulis untuk memperkuat tim lokal, ekspektasi yang diharapkan tidak sesuai kenyataan.
Penampilannya melempem (tidak agresif) dan kelihatan sangat malas mengocek bola apalagi berusaha menjebol gawang lawan.
Setelah diselidiki, ternyata dia sudah menerima sogok (uang suap) dari tim lawan. Kebiasaan ini sudah melekat pada karakter dirinya dan mulai sering diperbincangkan.
Akibat dari kelakuannya sendiri, pemain ini tidak berkembang sebagai atlet profesional. Bahkan kelakuan yang kurang sportif ini telah membunuh talenta dirinya sendiri.
Wasana Kata
Bercita-cita menjadi atlet profesional? Sangat baik, dan tentu dapat mengharumkan nama keluarga, daerah, negara dan bangsanya.
Tetapi perlu diingat dan digarisbawahi, jangan sekali-kali menghancurkan reputasi diri sebagai atlet dengan mudah menerima sogok (uang suap).
Sekali reputasi sebagai atlet dinilai negatif, maka kehancuran nama baik diri, keluarga, daerah, dan bahkan negara maupun bangsanya akan ikut tercoreng, khususnya di prestasi olahraga. Â
Jadilah atlet profesional seperti Hendro Kartiko dan lainnya. Contoh perjuangan gigih dan karakter diri mereka meniti tangga prestasi dari bawah. Â
Talenta, postur ideal (relatif), kerja keras, karakter diri yang kuat mampu membawa ke puncak prestasi. Mengharumkan nama diri, keluarga, daerah, bangsa dan negara.
Sekian dan semoga bermanfaat. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H