Liburan Hari Raya Idul Fitri meskipun di kalender sebatas 2 hari, tetapi semaraknya hingga 1 minggu. Biasanya ditutup dengan tradisi memasak dan saling hantar makanan ketupat dan variannya.
Hari pertama dan kedua Idul Fitri begitu semarak. Tradisi "Menyulut Petasan" meskipun dibatasi masih menggema siang malam. Tua-muda hilir mudik saling anjangsana baik di kota dan di desa.
Bahkan suasana di desa masih begitu kental tradisi anjangsana dari rumah ke rumah nan semarak. Dari pagi hingga malam jalan-jalan perkampungan lebih ramai dibanding hari lainnya. Tentu semarak tradisi anjangsana lekat dan lebih lengkap dengan salam tempel.
Kelima, Sesuaikan Keadaan dan Kemampuan.
Tradisi salam tempel bukanlah kewajiban. Bagi yang merasa mempunyai rezeki lebih bahkan berlimpah, mereka tidak segan memberi salam tempel dengan menyelipkan uang pecahan 10.000 rupiah, 20.000 rupiah, hingga 50.000 rupiah untuk diberikan kepada anak-anak.
Bagi yang kurang mampu tidak ada keharusan memberi uang salam tempel. Anak-anak sudah mampu membaca situasi dan memaklumi kondisi yang ada. Diberi disyukuri, tidak diberi tetap dihormati.
Kenyataannya, salam tempel hampir dilakukan masyarakat dalam berbagai tingkatan sosial ekonomi. Label "Hari Raya Idul Fitri" sebagai "Hari Raya Anak-anak" sudah sepatutnya tradisi salam tempel melekat dan tidak dihilangkan untuk dilakukan demi kebahagiaan anak-anak. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H