Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Salam Tempel Lebaran, Jangan Hilangkan Kebahagiaan Anak-anak!

18 Mei 2021   10:00 Diperbarui: 18 Mei 2021   12:53 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Anak-anak Menghitung Hasil Salam Tempel Lebaran. Sumber: Screenshot/Instagram/seputar_pasuruan

"Salam tempel hampir dilakukan masyarakat dalam berbagai tingkatan sosial ekonomi. Label "Hari Raya Idul Fitri" sebagai "Hari Raya Anak-anak" sudah sepatutnya tradisi salam tempel tidak dihilangkan untuk kebahagiaan anak-anak".    

Manusia diberi akal. Berpikir dan berpikir dalam bertindak. Menilai dan menimbang standar kehidupan. Antara benar dan salah. Antara boleh dan tidak boleh.

Menyikapi tradisi salam tempel saat Hari Raya Idul Fitri, selalu ada polemik. Pro dan kontra berkembang menjadi diskursus "Pemikir Kaum Dewasa". Namun sayang, meminggirkan fitrah kebahagia anak-anak. Meskipun sesaat.

Salam Tempel Sebagai Tradisi Hari Raya Idul Fitri

Anak-anak belum pernah dewasa. Orang dewasa pernah menjadi anak-anak. Merasakan dunia anak. Dunia anak identik dengan "bermain", "keriangan", dan bahkan "kebebasan".

Tuntutan "atas nama masa depan" membatasi dunia mereka. Demikian juga dengan tradisi salam tempel hari raya Idul Fitri, masih ada sekat bagi anak-anak untuk sekedar merasakan bahagia saat mendapatkan salam tempel.

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), salam tempel berarti salam yang disertai uang (atau amplop berisi uang) dan sebagainya yang diselipkan dalam tangan orang yang disalami.

Selepas Salat Idul Fitri, umat Islam biasa melakukan anjangsana. Saling berkunjung memohon maaf agar kembali fitri. Terhapus dosa-dosa yang telah lalu.

Saat anjangsana inilah tradisi salam tempel melekat kuat. Tuan rumah sudah menyiapkan sejumlah uang untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak.

Sifat naluriah manusia manakala diberi uang cuma-cuma akan merasa bahagia. Begitupun anak-anak akan sangat bahagia menerima salam tempel saat merayakan Idul Fitri.

Tradisi berbagi kebahagiaan lewat salam tempel bukan lagi merupakan beban di pihak pemberi. Sebelum lebaran mereka berburu uang baru pecahan 1.000 rupiah hingga 20.000 rupiah untuk diberikan kepada anak-anak. Tradisi inilah yang akhirnya membentuk label "Hari Raya Idul Fitri adalah Hari Raya Anak-anak".

Lihatlah gambar pendukung artikel ini. Betapa anak-anak sangat bahagia menghitung uang yang didapat dari salam tempel. Orang dewasa pasti pernah mengalami kebahagiaan seperti yang mereka rasakan.

Menyikapi Salam Tempel

Berbagi kebaikan dan kebahagiaan banyak wujudnya. Salam tempel di Hari Raya Idul Fitri sikapi dengan bijak. Tradisi yang hanya terbatas saat Hari Raya Idul Fitri memberikan suasana berbeda.

Berikut menyikapi dan manfaat salam tempel saat Hari Raya Idul Fitri.

Pertama, Niatkan untuk Berbagi.

Rezeki ada bagiannya masing-masing. Begitupun rezeki untuk anak-anak ada bagiannya juga. Merayakan Idul Fitri sangat diharapkan oleh anak-anak. Keistimewaan Idul Fitri lebih terasa bahagianya manakala menerima uang tempel cukup banyak, bahkan di luar dugaan.

Bagi orang tua, membagikan uang tempel kepada anak-anak memang sudah diniatkan. Apa niatnya? Memberikan sebagian rezeki yang mereka peroleh sebagai rasa syukur. Itu saja, ya khan?...   

Kedua, Menciptakan Kebahagiaan Pada Anak-anak.

Melihat anak-anak bahagia, hati siapa yang tidak senang? Pasti ikut senang melihat anak-anak bahagia menerima uang dari salam tempel.

Pemberi bahagia, penerima bahagia. Inilah tradisi Hari Raya Idul Fitri. Hari Raya yang identik dengan Hari Raya Anak-anak karena anak-anak begitu bahagia menerima uang salam tempel dan membelanjakannya sesuai keinginan mereka.

Ketiga, Melestarikan Tradisi Anjangsana.

Salam tempel adalah salah satu media melestarikan anjangsana. Saling berkunjung dan berbuat kebaikan.

Bayangkan seandainya "salam tempel dihilangkan", pasti ada sesuatu yang hilang di dunia anak-anak. Bisa jadi anak-anak kurang antusias melakukan tradisi anjangsana di tiap Hari Raya Idul Fitri.

Keempat, Semarak Merayakan Hari Raya Idul Fitri.

Liburan Hari Raya Idul Fitri meskipun di kalender sebatas 2 hari, tetapi semaraknya hingga 1 minggu. Biasanya ditutup dengan tradisi memasak dan saling hantar makanan ketupat dan variannya.

Hari pertama dan kedua Idul Fitri begitu semarak. Tradisi "Menyulut Petasan" meskipun dibatasi masih menggema siang malam. Tua-muda hilir mudik saling anjangsana baik di kota dan di desa.

Bahkan suasana di desa masih begitu kental tradisi anjangsana dari rumah ke rumah nan semarak. Dari pagi hingga malam jalan-jalan perkampungan lebih ramai dibanding hari lainnya. Tentu semarak tradisi anjangsana lekat dan lebih lengkap dengan salam tempel.

Kelima, Sesuaikan Keadaan dan Kemampuan.

Tradisi salam tempel bukanlah kewajiban. Bagi yang merasa mempunyai rezeki lebih bahkan berlimpah, mereka tidak segan memberi salam tempel dengan menyelipkan uang pecahan 10.000 rupiah, 20.000 rupiah, hingga 50.000 rupiah untuk diberikan kepada anak-anak.

Bagi yang kurang mampu tidak ada keharusan memberi uang salam tempel. Anak-anak sudah mampu membaca situasi dan memaklumi kondisi yang ada. Diberi disyukuri, tidak diberi tetap dihormati.

Kenyataannya, salam tempel hampir dilakukan masyarakat dalam berbagai tingkatan sosial ekonomi. Label "Hari Raya Idul Fitri" sebagai "Hari Raya Anak-anak" sudah sepatutnya tradisi salam tempel melekat dan tidak dihilangkan untuk dilakukan demi kebahagiaan anak-anak.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun