"Hingga suatu ketika Mbah Suro tanpa sengaja membunuh anak semata wayangnya sendiri!"
"Tanpa sengaja?"
"Ya Arfha! Anak muda itu melawan saat akan dirampas sepeda motornya."
"Apa Mbah Suro tidak mengenal anak dan sepeda motornya?"
"Saat itu anak Mbah Suro kuliah di Malang. Terkadang pulang hampir tiap bulan. Dia pulang kemalaman tanpa memberitahu penyebabnya. Saat kejadian memakai helm teropong. Sedang sepeda motor yang dibawanya milik teman kuliahnya."
***
Kembali suasana hening. Tak satupun suara hewan-hewan malam menghiasi gelapnya sudut-sudut desa.
"Lantas, apa kaitannya dengan sarung Mbah Suro?"
"Dalam aksi, kami terbiasa menggunakan dua sarung dan clurit ekor ayam. Sarung untuk menutupi wajah seperti Ninja dan satu lagi kami belitkan di pinggang untuk sewaktu-waktu digunakan mengusir dingin malam saat berburu korban di tempat-tempat sepi dan terasa dingin."
"Jadi yang membegal motor adalah Mbah Suro dan termasuk Pakde?"
"Betul Arfha. Keesokan harinya desa gempar. Sebab anak Mbah Suro mati mengenaskan di jalan sepi penuh rimbun pepohonan. Mbah Suro menyalahkan dirinya sendiri. Seperti orang kesetanan, dia berteriak-teriak sembari mengacungkan clurit sepanjang jalan menuju kantor Polsek. Seorangpun tak ada yang berani mendekat".
"Ngapain ke kantor Polsek?"