Mbah Dukun, lelaki tua dengan jenggot panjang yang mulai memutih sudah mengetahui maksud kedatangan kami. Hingga tanpa banyak bicara mempersilahkan langsung menuju kamar khusus ritual. Bau bunga kenanga dan kemenyan menguar. Dupa dibakar hingga ruang kamar penuh asap.
Tiba-tiba Mbah Dukun menghunus keris luk sembilan. Seiring terhunusnya keris, suara Mbah Dukun berubah menjadi suara gemetaran seorang nenek. Secara meyakinkan Mbah Dukun menyampaikan bahwa sepeda motor yang hilang akan kembali paling lambat besok sore menjelang Maghrib. Mbah Dukun bahkan bersumpah, jika sepeda motor tidak dikembalikan oleh pencuri, lidah Mbah Dukun disuruh potong.
Mendengar sumpah Mbah Dukun, aku tertawa dalam hati. Mau tertawa di depan Mbah Dukun, takut langsung ditikam kerisnya. Usai ritual keramat, kami segera pulang dan tak lupa B melakukan salam tempel.
Sepanjang perjalanan kami lebih banyak bercanda. Sedang C sebagai penunjuk jalan lebih banyak diam dan mempercepat laju kendaraan. Esoknya, selepas Maghrib tidak ada kabar apapun tentang raibnya sepeda motor dan ini sudah kami yakini (Kecuali C - mungkin). Ambyar wes! Ambyar!...
Ritual oleh Mbah Dukun. LIHAT VIDEONYA!
Berselang 5 hari, ada kabar via telepon dari keluarga B di Madiun. Intinya, kami disuruh jangan banyak tanya dan segera meluncur ke Madiun malam itu juga. Sebab posisi sepeda motor B yang hilang sudah dipastikan ada di suatu tempat. Jika kami terlambat datang ke tempat yang masih dirahasiakan, sangat dimungkinkan barang akan hilang lagi.
Berbekal harapan yang membuncah, dari Jember malam itu juga segera berangkat ke Madiun. Sebelum Adzan Subuh berkumandang, kami sudah menjejakkan kaki di Terminal Madiun. Selanjutnya perjalanan menuju Desa Panggung ditempuh dengan kendaraan umum lokal.
Sesampainya di rumah B, kami hanya istirahat sebentar. Selepas mandi dan sarapan, langsung meluncur ke suatu tempat di Kediri. Perjalanan dipandu oleh D, paman B. Tanpa banyak bincang, D mengarahkan ke suatu tempat sesuai alamat yang tertulis di secarik kertas.
Sampailah di perumahan pinggiran Kota Kediri. Suasana sepi menjelang siang, kami menuju rumah kosong sesuai alamat yang dipegang D. Kami segera turun dan memeriksa seputar dan dalam rumah. Kosong, tidak ada penghuni dan barang satupun.
Hanya saling pandang cukup lama, itu yang kami lakukan. Akhirnya aku bertanya ke D, dapat alamat rumah kosong ini dari siapa? D cukup lama diam dan lirih menjawab,”Dari seorang dukun di Madiun”. Lho… Angel wes… Angel tuturane… Ambyar!...