Ebo', Teladan Hakiki Sejak Anak Usia Dini
Sekitar pukul 03.00 WIB, aku pasti rindu suara-suara dari ruang tengah dan dapur. Suara-suara yang biasa dimainkan oleh sosok Ebo'. Sosok inspiratif dan begitu dekat dengan kami.
Ebo' adalah panggilan super istimewa kami kepada sosok ibu satu-satunya. Panggilan Ebo' memang tidak sepopuler "Mama" ataupun "Bunda". Tetapi bagi sebagian orang Madura, panggilan Ebo' memiliki keistimewaan tersendiri. Serasa begitu dekat sebagai sosok ibu. Sosok yang mengasihi dan menyayangi keluarganya. Melebihi apapun dan siapapun di dunia ini.
Sebelum ayam-ayam jantan memamerkan kokoknya memecah sunyi, Ebo' sudah memainkan irama kehidupan. Suara air di kamar mandi dan dentang peralatan dapur jauh sebelum Subuh, penanda sosok Ebo' telah menggelar tanggung jawab. Menghampar kewajiban sebagai istri dan ibu bagi keluarganya.
Hampir tiap hari aku merekam dalam ingatan kebiasaan Ebo'. Selesai mandi dan wudhu, Ebo' lebih dulu menanak nasi. Sambil menunggu nasi matang, Ebo' menunaikan salat tahajud. Memohon dalam hening agar diberi kesehatan dan keberkahan hidup bagi seluruh keluarganya. Itu yang aku rekam sejak kecil dari sosok Ebo'.
"Kok sudah bangun, Rif?"
"Nggak bisa tidur lagi Bo'. Boleh nemenin Ebo' di dapur?"
Ebo' hanya tersenyum. Kembali mengingatkan kejadian waktu umurku 9 tahun. Waktu (mungkin) pertama kali aku menemani Ebo' menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai ibu.
Azan Subuh berkumandang. Menyeponggang dari berbagai penjuru. Membangunkan makhluk-makhluk ciptaan Tuhan untuk mengingat dan bersujud pada-Nya. Mensyukuri karunia dan memohon kemurahan-Nya.
"Titip jaga api. Jangan sampai padam ya..., Ebo' mau salat Subuh"
Aku mengangguk. Kulihat senyum Ebo' begitu tulus tanpa beban menjalani rutinitas yang ada. Kubalas senyum itu dan memainkan bara api yang memerah di dalam tungku untuk kembali menghimpun api, menanak nasi hingga matang. Â Â Â
Selesai salat Subuh, Ebo' mendidikku tentang ibadah. Memintaku menunaikan salat Subuh dan ibadah kebaikan lainnya. Sebab kata Ebo', nasib manusia ditentukan oleh hubungan "Hablun Minallah" dan "Hablun Minannas".
Ebo' sekolah pertamaku, kata Ebo' orang akan sukses dan dapat menikmati hidup bahagia dunia dan akhirat, jika bisa menjaga hubungan baik dengan "Tuhan" dan "Manusia". Inilah pendidikan yang Ebo' berikan. Mendidik kami sejak dini. Bukan hanya indah di lisan, tetapi penuh makna dengan amal perbuatan yang dicontohkan.
Ebo', Sosok Istri dan Ibu Pendidik Hebat
Kami keluarga besar. Tinggal di rumah sederhana dengan delapan penghuni. Nenek, Bapak, Ebo' dan lima bersaudara. Aku anak nomor tiga dengan dua kakak dan dua adik. Bapak seorang "Kepala Kampung" dan biasa dipanggil "Pak Kampung".
Penghasilan utama Bapak didapat dari berharap panen yang bagus dari sehektar "Sawah Bengkok". Lahan sawah milik pemerintah desa yang diberikan hak kelolanya kepada beberapa perangkat desa selama menjadi pengabdi masyarakat.
Jika hasil panen bagus, ada harapan "mencukupi" kebutuhan keluarga yang beraneka ragam. Jika gagal panen, susah membayangkan perasaan terdalam seorang kepala rumah tangga. Dalam pikiran Bapak, jelas berputar pertanyaan-pertanyaan. Muncul berbagai kemungkinan, bagaimana memenuhi kebutuhan hidup yang kadang tidak bisa ditunda.Â
Di tengah penghasilan Bapak yang lebih banyak kurangnya, sosok Ebo' hadir. Selesai salat Subuh dan menanak nasi, Ebo' melanjutkan aktivitas sampingan. Membuat jajanan untuk dititipkan ke warung-warung sekolah dan pinggir jalan yang ramai.
Pisang goreng, kue tiram, dan tahu isi adalah jajanan andalan yang diolah Ebo'. Dari selepas Subuh hingga jam menjelang berangkat sekolah, kami terbiasa sibuk di dapur.
"Hasilnya lumayan bisa untuk tambahan uang jajan dan biaya sekolah kalian" Kata Ebo' suatu pagi. Aku dan dua kakakku tertunduk. Hingga Ebo' berusaha menebak jalan pikiran kami.
"Mengapa? Apakah anak-anak Ebo' malu?" Tanya Ebo' masih dengan senyum yang meneduhkan.
"Jangan ada kata malu untuk tetap berusaha . Jangan menyerah pada keadaan, tetap berusaha sekuat tenaga dan pikiran"
Kami terdiam. Ebo' juga diam. Ditatanya kue tiram pada nampan-nampan yang sudah rapi dan bersih. Tangan mungil dan tidak kekar itu tangkas dan cekatan, menata kehidupan dalam segala keadaan.Â
"Berpikirlah positif. Asalkan niat dan pekerjaan yang kita lakukan halal, sekecil apapun patut disyukuri dan menjadi kebanggaan. Jangan pernah terseret dalam kegiatan yang dilarang Tuhan. Pasti akan ada balasannya, sekecil apapun juga" Kata-kata Ebo' begitu dalam melekat di hati kami. Kata-kata berupa nasihat, dan tak akan pernah kami lupakan di manapun kami berada.
Sosok Ebo' bagi kami adalah wanita tangguh. Sosok istri dan ibu hebat. Wanita yang tidak menyerah pada keadaan, apalagi menyalahkan pihak lain dalam keluarganya. Nasihat-nasihatnya adalah pendidikan berharga bagi kami. Selalu tertanam dengan kuat melalui lisan dan perbuatan keteladanan.
Pendidik Hati Hingga Kini
Istiqamah ibadah dan berpikir positif, menempa kami lima bersaudara menatap masa depan, apapun kondisinya. Kemampuan ekonomi yang kadang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, tidak lantas membuat kami menyerah pada keadaan.
Pendidikan bagi kami adalah bekal masa depan yang lebih baik. Ebo' sebenarnya mempunyai cita-cita sebagai guru. Untuk mewujudkan cita-citanya, Ebo' sampai pernah sekolah dan memperdalam ilmu agama di Pasuruan tahun 1960-an. Di Ponpes milik Kyai kharismatis, K.H. Abdul Hamid. Karena kondisi sosial budaya saat itu, cita-cita Ebo' terpaksa ditanggalkan. Terpaksa merajut rumah tangga di usia muda Tahun 1967.
Berbekal bisa baca tulis dan ilmu agama "yang cukup" kata Ebo', beliau tidak ingin anak-anaknya putus sekolah. Aku satu-satunya yang diandalkan oleh Ebo' dan Bapak lanjut sampai jenjang sarjana.
Mengandalkan aku untuk lanjut ke jenjang sarjana bukan tanpa alasan. Saudaraku yang lain lebih senang merantau. Kakak tertua berjiwa petualang, merantau dari Papua hingga Aceh pernah dijalani. Saudara nomor dua, menjadi PNS selepas SMA di Banyuwangi. Adik nomor empat, meneruskan usaha Bapak (almarhum) dan serumah dengan Ebo'. Sedang saudara bungsu, juga senang merantau hingga menetap di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Untuk mewujudkan cita-cita dan keinginan orang tua, aku berkaca pada sosok Ebo'. Kalau Ebo' mampu memberi jalan ke luar dalam keterbatasan ekonomi keluarga, mengapa aku tidak bisa juga? Terus terus dengan keluarga besar, kami kedodoran memenuhi biaya sekolah. Apalagi jaman dulu tidak ada macam-macam bantuan dari pemerintah. Andaipun ada, Bapak dan Ebo' akan lebih senang dengan usaha sendiri.
Dahulu, biaya pendidikan banyak macamnya. Biaya Daftar Ulang, Uang Gedung, SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan), Uang Seragam, dan bermacam pungutan lainnya harus dipenuhi orang tua. Dengan lima anak yang kesemuannya bersekolah, jelas semakin berat beban orang tua. Hal ini mendorong aku untuk sekolah sambil bekerja. Sewaktu SMP di sela liburan ikut paman kerja serabutan. Sewaktu SMA sengaja sekolah sore, pagi aku manfaatkan bekerja di pabrik tahu. Uang yang aku dapat untuk biaya sekolah dan uang jajan dua adikku.
Hanya Ebo' dan Bapak yang mampu mendorong aku untuk terus menempuh pendidikan lebih tinggi. Kalau Ebo' dan Bapak mampu menopang ekonomi keluarga dengan penuh semangat dalam keterbatasan, mengapa aku tidak? Ebo' adalah inspirasi dan teladan bagiku. Ebo' sendiri yakin aku mampu menempuh pendidikan sarjana. Meskipun dalam memenuhi kebutuhan ekonomi seibarat "Kepala Dibuat Kaki, Kaki Dibuat Kepala".
Kuliah jaman dulu, tidak semua mampu menjalani dan membiayai. Apalagi bagi masyarakat desa dan pinggiran. Meskipun ada beasiswa, nominalnya jauh dibanding sekarang. Beasiswa Djarum Super, Supersemar, Tunjangan Ikatan Dinas, tak lebih dari 60.000 rupiah diterima tiap bulan. Beda dengan jaman sekarang, biaya kuliah gratis, bahkan ada beasiswa bebas biaya kuliah plus dapat biaya hidup sesuai kebutuhan (Beasiswa Bidik Misi).
Jika ada orang desa mampu kuliah, pasti akan jadi buah bibir. Bisa jadi ramai diperbincangkan di pasar, termasuk aku yang diragukan kemampuan bisa mencukupi biaya kuliah. Apa sebab? Sebab mereka juga tahu, untuk aku mampu membiayai sekolah SMA saja, aku harus kerja di pabrik tahu. Itu yang mereka tahu, tetapi mereka tidak tahu, bahwa aku punya orang tua hebat, khususnya punya Ebo' yang super hebat.
Sekali lagi, Ebo' hanya tersenyum mendengar perbincangan yang ada dan memberi nasihat,"Rif, lupa ya nasihat Ebo'? Berpikirlah positif. Dengan berpikir positif mendatangkan kebaikan dan semangat meraih sukses yang luar biasa". Maka, segala perbincangan aku jadikan semangat untuk menuntaskan kuliah.
Dalam keterbatasan, sosok Ebo' selalu hadir dengan cara tak terduga. Jika aku butuh biaya cukup banyak untuk biaya kuliah, aku tidak menekan harus terpenuhi semua oleh Bapak. Berapapun uang yang Bapak berikan aku terima. Tetapi, Ebo' paham dengan sifatku, maka Ebo' selalu menyelipkan tambahan uang yang diberikan kepadaku secara diam-diam dan berbisik dengan senyum khasnya,"Ambillah, ini halal dan kau lebih membutuhkan". Belakangan aku tahu dari temanku, selain tetap menjual jajanan pasar, Ebo' berjualan pakaian dari rumah ke rumah dan hasilnya untuk tambahan biaya kuliahku. Hal ini tidak pernah disampaikan kepada Bapak dan yang lainnya hingga aku lulus kuliah.
Istiqamah ibadah dan berpikir positif adalah pendidikan dari sosok Ebo'. Sosok yang selalu ada di hati. Sosok yang selalu hadir memberi solusi. Sosok yang menginspirasi. Jika hati dididik baik, pasti membentuk pribadi baik. Dibalik kebaikan, pasti ada sosok baik nan hebat.
Salam takzimku dari jauh untuk Ebo' tercinta. Semoga Ebo' selalu sehat dan bahagia. Di usia yang mulai senja, Ebo' tidak mau berhenti bekerja. Kata Ebo', selama badan masih mampu bekerja tujukanlah untuk tetap menjadi sehat, karena dengan badan sehat mampu terus istiqamah ibadah.
Do'a terbaik semoga terus mengalir untuk almarhum Bapak. Dari kami anak-anak Bapak yang juga sudah menjadi Bapak. Belajar dan terus belajar bertanggung jawab membina rumah tangga yang lebih baik.
Probolinggo, 17 November 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H