Mohon tunggu...
ARHIEF ER. SHALEH
ARHIEF ER. SHALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Sepi dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Istiqamah Ibadah dan Berpikir Positif, Cara Ebo' Mendidik Anak

19 November 2020   19:50 Diperbarui: 19 November 2020   20:23 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peluk Kasih Sayang Ibu Kepada Anak. Sumber : Dika Rukmana. Pixabay.com

Kami terdiam. Ebo' juga diam. Ditatanya kue tiram pada nampan-nampan yang sudah rapi dan bersih. Tangan mungil dan tidak kekar itu tangkas dan cekatan, menata kehidupan dalam segala keadaan. 

"Berpikirlah positif. Asalkan niat dan pekerjaan yang kita lakukan halal, sekecil apapun patut disyukuri dan menjadi kebanggaan. Jangan pernah terseret dalam kegiatan yang dilarang Tuhan. Pasti akan ada balasannya, sekecil apapun juga" Kata-kata Ebo' begitu dalam melekat di hati kami. Kata-kata berupa nasihat, dan tak akan pernah kami lupakan di manapun kami berada.

Sosok Ebo' bagi kami adalah wanita tangguh. Sosok istri dan ibu hebat. Wanita yang tidak menyerah pada keadaan, apalagi menyalahkan pihak lain dalam keluarganya. Nasihat-nasihatnya adalah pendidikan berharga bagi kami. Selalu tertanam dengan kuat melalui lisan dan perbuatan keteladanan.

Pendidik Hati Hingga Kini

Istiqamah ibadah dan berpikir positif, menempa kami lima bersaudara menatap masa depan, apapun kondisinya. Kemampuan ekonomi yang kadang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, tidak lantas membuat kami menyerah pada keadaan.

Pendidikan bagi kami adalah bekal masa depan yang lebih baik. Ebo' sebenarnya mempunyai cita-cita sebagai guru. Untuk mewujudkan cita-citanya, Ebo' sampai pernah sekolah dan memperdalam ilmu agama di Pasuruan tahun 1960-an. Di Ponpes milik Kyai kharismatis, K.H. Abdul Hamid. Karena kondisi sosial budaya saat itu, cita-cita Ebo' terpaksa ditanggalkan. Terpaksa merajut rumah tangga di usia muda Tahun 1967.

Berbekal bisa baca tulis dan ilmu agama "yang cukup" kata Ebo', beliau tidak ingin anak-anaknya putus sekolah. Aku satu-satunya yang diandalkan oleh Ebo' dan Bapak lanjut sampai jenjang sarjana.

Mengandalkan aku untuk lanjut ke jenjang sarjana bukan tanpa alasan. Saudaraku yang lain lebih senang merantau. Kakak tertua berjiwa petualang, merantau dari Papua hingga Aceh pernah dijalani. Saudara nomor dua, menjadi PNS selepas SMA di Banyuwangi. Adik nomor empat, meneruskan usaha Bapak (almarhum) dan serumah dengan Ebo'. Sedang saudara bungsu, juga senang merantau hingga menetap di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Untuk mewujudkan cita-cita dan keinginan orang tua, aku berkaca pada sosok Ebo'. Kalau Ebo' mampu memberi jalan ke luar dalam keterbatasan ekonomi keluarga, mengapa aku tidak bisa juga? Terus terus dengan keluarga besar, kami kedodoran memenuhi biaya sekolah. Apalagi jaman dulu tidak ada macam-macam bantuan dari pemerintah. Andaipun ada, Bapak dan Ebo' akan lebih senang dengan usaha sendiri.

Dahulu, biaya pendidikan banyak macamnya. Biaya Daftar Ulang, Uang Gedung, SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan), Uang Seragam, dan bermacam pungutan lainnya harus dipenuhi orang tua. Dengan lima anak yang kesemuannya bersekolah, jelas semakin berat beban orang tua. Hal ini mendorong aku untuk sekolah sambil bekerja. Sewaktu SMP di sela liburan ikut paman kerja serabutan. Sewaktu SMA sengaja sekolah sore, pagi aku manfaatkan bekerja di pabrik tahu. Uang yang aku dapat untuk biaya sekolah dan uang jajan dua adikku.

Hanya Ebo' dan Bapak yang mampu mendorong aku untuk terus menempuh pendidikan lebih tinggi. Kalau Ebo' dan Bapak mampu menopang ekonomi keluarga dengan penuh semangat dalam keterbatasan, mengapa aku tidak? Ebo' adalah inspirasi dan teladan bagiku. Ebo' sendiri yakin aku mampu menempuh pendidikan sarjana. Meskipun dalam memenuhi kebutuhan ekonomi seibarat "Kepala Dibuat Kaki, Kaki Dibuat Kepala".

Kuliah jaman dulu, tidak semua mampu menjalani dan membiayai. Apalagi bagi masyarakat desa dan pinggiran. Meskipun ada beasiswa, nominalnya jauh dibanding sekarang. Beasiswa Djarum Super, Supersemar, Tunjangan Ikatan Dinas, tak lebih dari 60.000 rupiah diterima tiap bulan. Beda dengan jaman sekarang, biaya kuliah gratis, bahkan ada beasiswa bebas biaya kuliah plus dapat biaya hidup sesuai kebutuhan (Beasiswa Bidik Misi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun