Perkenalkan nama saya Arif Rohman Saleh. Gelar pendidikan saya, Sarjana Pendidikan (S. Pd). Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SMPN 1 Wonomerto-Kabupaten Probolinggo-Jawa Timur. Nama Wonomerto secara etimologi dari kata "Wono" dan "Merto". Wono artinya "hutan", Merto artinya "air".
Jangan membayangkan Wonomerto daerah subur dan melimpah air. Kecamatan di pinggiran Kota Probolinggo yang masuk wilayah administratif Pemkab Probolinggo ini adalah dataran rendah yang mayoritas wilayahnya gersang. Utamanya daerah Pohsangit, Sepuhgembol, dan Sumberkare. Ciri utama daerah gersang, kurang mendapat asupan air.
Mengingat pada musim kemarau susah air, jenis tanaman pertanian andalan di daerah Wonomerto adalah jagung. Sedangkan padi masih dimungkinkan jika siklus musim hujan diperkirakan tepat waktu dan tidak berlebihan pergeserannya.
Banyak lahan tidak produktif yang dimanfaatkan untuk menanam pohon jati oleh masyarakat. Sebagian dimanfaatkan oleh pengusaha besar untuk pabrik pengolahan kayu dan peternakan ayam seperti PT. Charoen Phokphand.
Mengapa saya uraikan sedikit kondisi alam tempat mengajar sejak tahun 2000? Apa kaitan dengan pembelajaran bermakna dan model pembelajaran blended learning? Mari kita ulas dalam bentuk artikel sederhana dari kacamata seorang guru sarjana pendidikan dan bisa diskusi lebih lanjut di kolom komentar.
Kecakapan Abad-21 dan Pembelajaran Bermakna
Secara global, kecakapan abad-21 menurut Binkley (2018) dijabarkan dalam 4 kategori sebagai berikut:
Pertama. Cara berpikir: Kreatifitas dan inovasi, berpikir kritis, memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan belajar untuk belajar;
Kedua. Cara untuk bekerja: Berkomunikasi dan bekerja sama;
Ketiga. Alat untuk bekerja:Â Pengetahuan umum dan keterampilan teknologi informasi dan komunikasi; dan
Keempat. Â Cara untuk hidup: karir, tanggung jawab pribadi dan sosial termasuk kesadaran akan budaya dan kompetensi.
Siswa aktif mengembangkan minat dan potensi yang dimilikinya. Mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kapasitas dan tingkat perkembangan berfikirnya. Diajak berkontribusi untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang terjadi di masyarakat.
Siswa belajar berkolaborasi dengan orang lain. Berkolaborasi dengan teman-teman di kelasnya bahkan dengan jejaring di dunia maya. Dalam mengerjakan suatu proyek, siswa perlu dibelajarkan bagaimana menghargai kekuatan dan talenta setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan menyesuaikan diri secara tepat.
Proses belajar perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru harus mampu mengembangkan metode pembelajaran yang memungkinkan siswa terhubung dengan dunia nyata. Sekolah memberikan fasilitas yang dibutuhkan dan melakukan gebrakan-gebrakan inovasi yang mendukung proses pembelajaran lebih bermakna.
Jadikan ruang kelas sebagai kelas digital dan ruang improvisasi guru. Moving class memungkinkan guru lebih leluasa mengatur dan memfasilitasi kenyamanan proses belajar. Kelas digital akan penuh dengan hasil riset dan karya siswa, bukan lagi kelas kusam tanpa dan minim pajangan hasil karya siswa.  Dengan moving class, memungkinkan guru dan siswa berkolaborasi mendesain ruang kelas yang terkoneksi secara internal dan eksternal.
Dalam pembentukan dan pengembangan sikap, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya. Melibatkan siswa dalam kegiatan pengabdian masyarakat dan mengunjungi panti-panti asuhan adalah wujud nyata memupuk soliditas kepedulian sosial.
Blended Learning, Keniscayaan Kini dan Akan Datang
Saya membayangkan pembelajaran bermakna di jaman apapun akan kelihatan hasilnya seibarat bangunan rumah seperti surga, "Baiti Jannati". Pondasi kuat berangkat dari pengetahuan yang kuat.
Bagi saya, pengetahuan adalah pondasi. Semakin kuat dan luas pengetahuan, maka pondasi akan menopang ranah yang lain. Sama dengan menulis artikel, tentu butuh dasar berpikir ilmiah berupa "pengetahuan" yang kuat dan luas.
Dari pengetahuan yang kuat dan luas seibarat pondasi, bisa dikembangkan kemampuan pembelajaran lainnya hingga ke tingkat sintesis dan evaluasi. Nah, hasil pembelajaran bermakna akan nampak jika rumah seperti surga. Di lihat dari luar aman, nyaman, dan asri. Dirasakan ke dalam begitu menyenangkan dan damai.
Demikian juga sekolah dan lingkungan, seharusnya mampu menghadirkan ruang belajar yang mampu menyenangkan dan memberikan fasilitas apa yang oleh guru dan siswa dibutuhkan untuk belajar. Lingkungan sekolah berfungsi sebagai sarana belajar tentang hidup dan kehidupan. Mengedepankan pembelajaran berbasis riset dalam proses dan mengolah hasil riset untuk dikritisi guna menemukan inovasi-inovasi memanfaatkan sarana digital yang perkembangannya sangat canggih.
Sekolah dan lingkungannya bukan hanya tampak sebagai gedung dan ruang kelas konvensional. Ruang kelas seharusnya berfungsi sebagai ruang diskusi, presentasi, dan kolaborasi untuk memungkinkan siswa memberi umpan balik konstruktif terhadap hasil belajarnya. Kelas digital memungkinkan siswa berkolaborasi dan terkonekting bukan hanya dengan teman dalam kelas dan lingkunagn sekolah, tetapi terkoneksi dengan dunia luar lewat kecanggihan teknologi berbasis internet.
Namun, butuh proses panjang menjadikan kelas konvensional bertransformasi menjadi kelas digital. Demikian pula lingkungan sekolah, bukan sekedar menghadirkan taman yang indah dan sejuk, seharusnya menjadi ladang semai teori bagaimana suatu produk dapat dihasilkan mulai dari wujud benih hingga berupa santapan siap saji yang dikemas dengan menarik dan sesuai cita rasa pasar.
Kegiatan pembelajaran harusnya berangkat dari teori yang kuat, disemai ke dalam praktik-praktik dalam bentuk riset alam dan sosial. Pembelajaran berbasis riset dan hasil yang dianalisis lewat model pembelajaran blended learning memanfaatkan teknologi digital adalah keniscayaan di masa sekarang dan masa depan. Kapan lagi lembaga pendidikan bisa berubah, kalau tidak dimulai dari sekarang.
Tentu usaha di atas membutuhkan pemikiran visioner dari kepala sekolah dan guru. Sudah saatnya lembaga pendidikan, kepala sekolah, dan guru bergerak. Jadikan lingkungan sekolah dan masyarakat sebagai sumber belajar. Wujudkan lahan sekolah sebagai media bagaimana suatu produk dapat dihasilkan mulai dari benih hingga santapan siap saji yang menarik dan bercita rasa tinggi.
Praktik-praktik dan bermacam riset bertani, bercocok tanam, budidaya perikanan, dan lainnya  hadirkan dalam alam nyata, bukan sekedar dibaca dan dianalisis di buku-buku yang bertumpuk-tumpuk. Saya sebagai guru IPS terus membayangkan, seandainya sekolah bisa memberi fasilitas konsep pertanian modern dilengkapi ruang kelas digital yang lengkap, betapa siswa akan bergairah mempelajari proses produksi, distribusi, dan konsumsi secara lebih bermakna. Siswa akan mengalami secara langsung dan mengamati perkembangan sebuah produk dihasilkan, dipasarkan, dan dikonsumsi secara tepat guna.    Â
Demikian juga pembelajaran sejarah bangsa, dengan kelas digital akan mudah didapat sumber belajar otentik dari berbagai sudut pandang (multidimensi). Sejarah bangsa dihadirkan bukan atas hasil titipan, tetapi murni atas proses alamiah yang terjadi. Tayangan program televisi "Indonesia Dalam Peristiwa", "Melawan Lupa" dan program tayangan dokumenter lainnya perlu dihadirkan ke depan siswa. Siswa belajar dari peristiwa dan tokoh nyata, didukung analisis dari pengamat yang kompeten. Sungguh pembelajaran lebih bermakna.
Pembelajaran sejarah bangsa berbasis tematik salah satu contoh "Pemberontakan", hadirkan dari berbagai sudut pandang, bukan sekedar "Label Pemberontak dari Penguasa". Biarkan siswa melihat, menganalisis, dan mendiskusikan suatu peristiwa secara obyektif lewat film dokumenter atau bentuk dokumen lainnya.
Pasti pertanyaan-pertanyaan, debat, dan konklusi apa, mengapa, bagaimana "Pemberontakan" terjadi akan bermunculan dan menjadi daya tarik belajar lebih bermakna. Peran guru? Jelas sebagai fasilitator dan bersama siswa di "Kelas Digital" dapat menyimpulkan prediksi-prediksi jalan "pemberontakan" yang telah sejarah catat untuk lintas generasi. Sehingga ke depan, siswa dapat memilih "Jalan Kebenaran" dan bisa memprediksi garis takdir dirinya seandainya memaksa dan terpaksa terjun ke dunia "Pemberontakan". Sejarah sebagai pembelajaran, sejarah juga yang nanti akan mencatat tiap jejak langkah mereka ke depan.
Model pembelajaran berbasis riset, student centered, contextual teaching and learning dan lainnya akan lebih bermakna jika diaplikasikan dengan blended learning yang mengkombinasikan kegiatan di kelas konvensional dengan kelas teknologi berbasis internet (kelas digital). Kelas tatap muka akan lebih hidup jika terkonekting dengan dunia luar berbasis internet. Biarkan siswa dan guru berkolaborasi melakukan aktivitas pembelajaran langsung dengan memanfaatkan optimasi potensi lingkungan yang ada. Hasilnya dapat didokumentasikan dalam bentuk digital, disebar, dan mendapatkan umpan balik dari jejaring yang ada. Dengan demikian, merdeka belajar dapat lebih berarti dan bukan sekedar teori. Â
Tantangan Lingkungan dan Impian Seorang Guru
Kembali ke awal bahasan. Saya sebagai guru desa mencoba memainkan angan. Memiliki kelas digital yang mumpuni. Mengajak anak-anak didik saya, anak-anak bangsa merangkai impian masa depannya. Mengajak mereka melihat film dokumenter secara multidimensi dan otentik. Menganalisis, mendiskusikan, mempresentasikan, dan memberi umpan balik di kelas konvensional dan terkonekting dengan dunia luar lewat teknologi berbasis internet. Ah, betapa bermaknanya pendidikan ini.
Saya dan anak-anak memanfaatkan lingkungan sekolah dan sekitarnya untuk melakukan kegiatan proyek produksi, distribusi, dan konsumsi. Dengan beternak ayam (misalnya) dapat melakukan riset langsung bagaimana dari telur dapat ditetaskan menjadi bibit unggul menggunakan teknologi yang mampu diaplikasikan. Mencatat perkembangan-perkembangan daur hidup makhluk bernama ayam dari waktu ke waktu. Berkolaborasi dengan guru IPA untuk mengukur suhu dan memberi nutrisi sesuai takaran yang dibutuhkan.
Hasil dari riset didokumentasikan dalam bentuk teknologi digital. Anak-anak penuh semangat mempresentasikan hasil analisis dan laporan risetnya baik di kelas konvensional dan share ke pranala luar. Tanggapan-tanggapan dan umpan balik merupakan catatan berharga bagi guru, dituangkan dalam rubrik penilaian untuk menyusun output yang dibutuhkan. Â Â
Dengan sharing dan konekting, pembelajaran bermakna sangat dimungkinkan menghasilkan inovasi-inovasi bagaimana lahan kering di Wonomerto mampu menjadi ladang penghasilan. Komoditas unggulan lokal (jagung) mampu diolah sebagai bahan konsumsi siap saji yang mampu bersaing di pasaran lokal bahkan bisa go internasional. Bukan lagi sekedar produk mentah yang dilepas ke juragan-juragan luar daerah. Sungguh pembelajaran dengan model blended learning dan mengedepankan aktivitas siswa sangat bermakna bagi siswa dan lingkungannya kelak. Sekian dan Semoga Bermanfaat.
Â
Referensi :
Marilyn Binkley, Ola Erstad, Joan Herman, Senta Raizen, Martin Ripley with Mike Rumble. Assessment and Teaching of 21st Century Skills, https://oei.org.ar/ibertic/evaluacion/sites/default/files/biblioteca/24_defining-21st-century-skills.pdfÂ
Â
Uwes A. Chaeruman. Pembelajaran Abad 21. Seminar Nasional Pembelajaran Abad 21 Pusdiklat Kemdikbud. Sawangan, 27 April 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H