Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Blended Learning Menghadirkan Pembelajaran Bermakna

17 November 2020   18:24 Diperbarui: 18 November 2020   17:40 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram.com/kemdikbud.ri/?hl=en

Tentu usaha di atas membutuhkan pemikiran visioner dari kepala sekolah dan guru. Sudah saatnya lembaga pendidikan, kepala sekolah, dan guru bergerak. Jadikan lingkungan sekolah dan masyarakat sebagai sumber belajar. Wujudkan lahan sekolah sebagai media bagaimana suatu produk dapat dihasilkan mulai dari benih hingga santapan siap saji yang menarik dan bercita rasa tinggi.

Praktik-praktik dan bermacam riset bertani, bercocok tanam, budidaya perikanan, dan lainnya  hadirkan dalam alam nyata, bukan sekedar dibaca dan dianalisis di buku-buku yang bertumpuk-tumpuk. Saya sebagai guru IPS terus membayangkan, seandainya sekolah bisa memberi fasilitas konsep pertanian modern dilengkapi ruang kelas digital yang lengkap, betapa siswa akan bergairah mempelajari proses produksi, distribusi, dan konsumsi secara lebih bermakna. Siswa akan mengalami secara langsung dan mengamati perkembangan sebuah produk dihasilkan, dipasarkan, dan dikonsumsi secara tepat guna.       

Demikian juga pembelajaran sejarah bangsa, dengan kelas digital akan mudah didapat sumber belajar otentik dari berbagai sudut pandang (multidimensi). Sejarah bangsa dihadirkan bukan atas hasil titipan, tetapi murni atas proses alamiah yang terjadi. Tayangan program televisi "Indonesia Dalam Peristiwa", "Melawan Lupa" dan program tayangan dokumenter lainnya perlu dihadirkan ke depan siswa. Siswa belajar dari peristiwa dan tokoh nyata, didukung analisis dari pengamat yang kompeten. Sungguh pembelajaran lebih bermakna.

Pembelajaran sejarah bangsa berbasis tematik salah satu contoh "Pemberontakan", hadirkan dari berbagai sudut pandang, bukan sekedar "Label Pemberontak dari Penguasa". Biarkan siswa melihat, menganalisis, dan mendiskusikan suatu peristiwa secara obyektif lewat film dokumenter atau bentuk dokumen lainnya.

Pasti pertanyaan-pertanyaan, debat, dan konklusi apa, mengapa, bagaimana "Pemberontakan" terjadi akan bermunculan dan menjadi daya tarik belajar lebih bermakna. Peran guru? Jelas sebagai fasilitator dan bersama siswa di "Kelas Digital" dapat menyimpulkan prediksi-prediksi jalan "pemberontakan" yang telah sejarah catat untuk lintas generasi. Sehingga ke depan, siswa dapat memilih "Jalan Kebenaran" dan bisa memprediksi garis takdir dirinya seandainya memaksa dan terpaksa terjun ke dunia "Pemberontakan". Sejarah sebagai pembelajaran, sejarah juga yang nanti akan mencatat tiap jejak langkah mereka ke depan.

Model pembelajaran berbasis riset, student centered, contextual teaching and learning dan lainnya akan lebih bermakna jika diaplikasikan dengan blended learning yang mengkombinasikan kegiatan di kelas konvensional dengan kelas teknologi berbasis internet (kelas digital). Kelas tatap muka akan lebih hidup jika terkonekting dengan dunia luar berbasis internet. Biarkan siswa dan guru berkolaborasi melakukan aktivitas pembelajaran langsung dengan memanfaatkan optimasi potensi lingkungan yang ada. Hasilnya dapat didokumentasikan dalam bentuk digital, disebar, dan mendapatkan umpan balik dari jejaring yang ada. Dengan demikian, merdeka belajar dapat lebih berarti dan bukan sekedar teori.  

Tantangan Lingkungan dan Impian Seorang Guru

Kembali ke awal bahasan. Saya sebagai guru desa mencoba memainkan angan. Memiliki kelas digital yang mumpuni. Mengajak anak-anak didik saya, anak-anak bangsa merangkai impian masa depannya. Mengajak mereka melihat film dokumenter secara multidimensi dan otentik. Menganalisis, mendiskusikan, mempresentasikan, dan memberi umpan balik di kelas konvensional dan terkonekting dengan dunia luar lewat teknologi berbasis internet. Ah, betapa bermaknanya pendidikan ini.

Saya dan anak-anak memanfaatkan lingkungan sekolah dan sekitarnya untuk melakukan kegiatan proyek produksi, distribusi, dan konsumsi. Dengan beternak ayam (misalnya) dapat melakukan riset langsung bagaimana dari telur dapat ditetaskan menjadi bibit unggul menggunakan teknologi yang mampu diaplikasikan. Mencatat perkembangan-perkembangan daur hidup makhluk bernama ayam dari waktu ke waktu. Berkolaborasi dengan guru IPA untuk mengukur suhu dan memberi nutrisi sesuai takaran yang dibutuhkan.

Hasil dari riset didokumentasikan dalam bentuk teknologi digital. Anak-anak penuh semangat mempresentasikan hasil analisis dan laporan risetnya baik di kelas konvensional dan share ke pranala luar. Tanggapan-tanggapan dan umpan balik merupakan catatan berharga bagi guru, dituangkan dalam rubrik penilaian untuk menyusun output yang dibutuhkan.   

Dengan sharing dan konekting, pembelajaran bermakna sangat dimungkinkan menghasilkan inovasi-inovasi bagaimana lahan kering di Wonomerto mampu menjadi ladang penghasilan. Komoditas unggulan lokal (jagung) mampu diolah sebagai bahan konsumsi siap saji yang mampu bersaing di pasaran lokal bahkan bisa go internasional. Bukan lagi sekedar produk mentah yang dilepas ke juragan-juragan luar daerah. Sungguh pembelajaran dengan model blended learning dan mengedepankan aktivitas siswa sangat bermakna bagi siswa dan lingkungannya kelak. Sekian dan Semoga Bermanfaat.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun